Saturday, January 29, 2011

40. MULAI DENGAN BERTANYA 'SIAPA NAMAMU'?

Senin, 31 Januari 2011

Peringatan St. Yohanes Don Bosko

Bacaan : Ibr.11, 32-40 dan Mk. 5, 1-20


Beberapa waktu yang lalu, saya diminta untuk memberikan retret seminggu bagi para calon biarawati di sebuah biara. Sebuah kesempatan untuk merefleksikan panggilanku sendiri, dan bagaimana saya berelasi dengan sesamaku dalam ziarah panggilan saya sendiri. Saya menikmati pengalaman itu. Hal unik yang selalu menjadi 'acara' di biara ini ialah kehadiran seorang bapak yang dikenal sebagai tak waras, yang selalu mendatangi biara yang dipenuhi para gadis muda ini. Dan salah satu yang membuat penghuni rumah ini tak nyaman ialah bahwa bapak ini mendatangi mereka dalam keadaan telanjang. 

Saya akhirnya mencobai mendekati bapak ini dengan caraku sendiri disaksikan oleh puluhan pasang mata suster dan para calon di sini. Deg-degan juga rasanya. Tapi kucoba saja. Sambil merokok, saya mendekati dia dan duduk di lantai tempat ia duduk. Kutawarkan sebatang rokok dan menyulutnya dengan korek api. Beberapa tarikan rokok, mulai menbantu membangun komunikasi dan relasi antara aku dengannya. Berikutnya, "Saya Ansel, bagaimana saya memanggil nama bapak?" "Saya biasa dipanggil Petu", jawabnya. Langkah awal ini yang amat sederhana, membuatnya rasa nyaman berbicara denganku, hingga ia bercerita tentang keluarganya dan anaknya yang sudah berkeluarga. Saya akhirnya mendapatkan kembali kunci kamar makan yang diambilnya dari kamar makan para calon  di sini, dan memintanya, "Om Petu, kalau perlu makan, datanglah kepada suster dan mintalah mereka, tetapi pakailah pakaianmu, agar anak-anak gadis di sini tak takut kepadamu."

Bacaan Injil hari ini kisahkan pengalaman Yesus bertemu dengan seorang yang tak waras, yang sulit ditenangkan dan kehadirannya menakutkan siapa saja yang melihatnya. "Siapakah namamu?" tanya Yesus kepadanya. "Namaku Legion", jawabnya mengungkap tentang identitas dirinya dan bagaimana ia dikuasai oleh banyak roh jahat. Nama mengungkapkan sejarah hidupnya, mengungkapkan jati dirinya. Dan Yesus menyentuh hal yang paling mendasar ini dalam hidupnya. Dan kitab suci tentang Allah yang mengenal manusia, melukiskan, "Aku mengenal engkau dengan namamu".

Mulailah dengan bertanya "siapa namamu?" rupanya adalah langkah awal dalam setiap perjumpaan yang membawa transformasi dan perubahan pada manusia, baik individu maupun kelompok. Keinginan mengenal nama orang membantu kita mengenal situasi yang dihadapinya, sejarah hidup pribadi dan komunitasnya dan tentu saja persoalan yang dihadapinya. Baru setelah itu, kita berbuat apa yang perlu oleh tuntutan situasi orang yang dihadapi. Dan hemat saya, prinsip ini berlaku untuk semua bidang kerja, untuk semua panggilan hidup.

Santu Yohanes Don Bosko di antara orang muda jamannya mulai dengan metode yang serupa : mengenal nama untuk membaca siapa mereka yang dihadapinya. Semoga kita masih yakin tentang peribahasa ini, "Nomen est Omen", nama itu pribadi".

Tuhan, mulai dengan nama, itulah yang Kaubuat dalam mendekati siapapun, sesulit apapun tipe orang. Semoga kami menghormati nama setiap orang, menghargai siapa mereka, sejarah hidup mereka, karena Engkau memang memanggil kami dengan nama kami. Amin.

Copyright @ Ledalero, 30 Januari 2011, by Ansel Meo SVD

39. MEMILIH HIKMAT DAN PILIHAN ALLAH

Minggu, 30 Januari 2011

Hari Minggu Biasa IV, Tahun A

Bacaan : Zef, 2,3; 3, 12-13,  1 Kor. 1, 26-31 dan  Mat. 5, 1-12a




Bicara tentang membuat pilihan, kita tentu saja cendrung untuk memilih yang bagus, membuat kita disukai, membuat kita tenar dan pilihan itu akan membuahkan hasil nyata yang positif bagi kehidupan kita. Jarang karenanya, kita temukan orang-orang yang membuat pilihan yang akrab dengan hal-hal kemiskinan, penderitaan, ataupun penolakan. Walaupun begitu pengalaman kita juga menunjukkan bahwa ada saja orang yang membuat pilihan pada kategori kedua di atas. Sebabnya? Saya kira sebabnya tidak terletak pada hal-hal bernuansa lemah itu sendiri tetapi nilai motivasi yang dilihat orang-orang itu.

Bacaan-bacaan hari Minggu ke 4 ini sedikitnya menyorot tentang motivasi dibalik pilihan itu. Zefanya ingin mengajak umatnya untuk mencari Tuhan melalui jalan yang terlihat tak populer itu. Sasarannya ialah sebuah komunitas yang aktif dan giat berusaha tetapi mengandalkan Allah dalam hidupnya, dengan mengusahakan keadilan dan kerendahan hati. Juga Paulus dalam bacaan ke dua sekali lagi menampilkan bahwa yang mengandalkan Allah itu adalah pilihan Allah sendiri untuk diajak bekerja sama menunaikan rencana dan maksud Allah.

Dan kedua penegasan nabi dan rasul Paulus ini mendapatkan inspirasi dasarnya pada sabda bahagia yang disampaikan Yesus, tentang masyakat atau komunitas yang diimpikannya, komunitas yang bersumber pada visiNya bersama BapaNya. "Berbahagialah ... yang bersemangat miskin di hadapan Allah, yang berduka cita, yang lemah lembut .., yang membawa damai, ... karena merekalah empunya Kerajaan Allah."

Sebuah visi tentang komunitas hidup manusia, apa saja bentuknya, yang masih tetap relevan untuk dihidupkan, untuk menjadi pilihan dalam pertimbangan, dalam aksi dan dalam mengevaluasi setiap bentuk keputusan yang kita buat. Kita tidak memilih untuk jadi miskin dan melarat, tidak pilih untuk berduka cita, dianiayai, tetapi memilih untuk menempatkan mereka yang sedang mengalaminya sebagai pilihan keberpihakan kita.

Para pemimpin, baik itu di lingkungan religius dan sipil, para pengambil keputusan yang memiliki label Kristen seharusnya peka dalam perjuangannya untuk memihak pada kelompok yang miskin, yang teraniaya, yang terbuang, yang bodoh, yang tak berdaya. Keputusan mereka, pilihan tindakan kita sebagai orang Kristen hendaknya mengusahakan agar kelompok yang kurang populer ini menjadi sisa kecil yang menjadi pusat perjuangan, pusat upaya untuk dibebaskan dan disejahterakan. Karena apa? Karena inilah pilihan dan hikmat Allah yang kita imani, Bapa dan Putera dan Roh Kudus.

Tuhan, semoga kami boleh bersama Engkau berupaya agar menjadi sisa kecil yang memperjuangkan pilihan dan hikmatMu, terutama bersama saudara-i kami yang lemah, miskin, terbuang dan menderita. Amin.

Copyright @ Ledalero, 30 Januari 2011, by Ansel Meo SVD

Friday, January 28, 2011

38. PEDULI DAN PERCAYA

Sabtu, 29 Januari 2011

Peringatan St. Yosef Freinademetz, Misionaris Sabda Allah

Bacaan : Ibr 10:1-2, 8-19 dan Mrk 4:35-41


Saya teringat kembali beberapa baris lagu yang syairnya memang saya gubah untuk mengenangkan dua tokoh dalam Serikat Sabda Allah dengan judul Bentara Sabda. Untuk melukiskan secara sederhana namun berbicara tentang figur Yosef Freinademetz, saya merangkaikan refleksiku tentang tokoh ini sebagai berikut, "Keyakinannya teguh, ringan juga langkahnya. Meninggalkan desanya, Cinalah tujuannya. Setia mewartakan khabar gembira Allah ... Dia Yosef Freinademetz". Lagu yang dinyanyikan oleh sama saudaraku P. Eman Weroh SVD memang diluncurkan persis untuk menyambut peristiwa kanonisasiArnold Yansen dan Yosef Freinademetz.

Tepatkah pelukisan saya tentang misionaris di tanah Cina ini dengan ungkapan kata-kata sederhana di atas. Walaupun mungkin tak sepenuhnya pas, saya melihat dua hal yang umumnya dimiliki oleh para misionaris perdana, dan seyogyanya tetap menjadi milik para misionaris abad ini yakni peduli dan percaya.

Yesus dalam Injil hari ini digugat oleh para muridNya sebagai orang yang tak peduli, tetapi selanjutnya Ia mengarahkan mereka untuk tidak takut dan tetap percaya, hal mana diungkapkan Markus, "maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?" Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?"


Para misionaris sebagaimana para murid mesti memiliki kepekaan dan kepedulian akan situasi yang didatanginya, mereka menjelma menjadi bagian tak terpisahkan dari tempat dan orang-orang di sana. Mereka adalah tanda peduli Allah bagi siapapun yang menghadapi situasi krisis, oleng dan situasi badai dalam kehidupannya. Kepedulian ini harus mereka suarakan sebagaimana dibuat oleh para murid dalam kisah Injil tadi.

Dan setelah peduli, mereka tidak hanya menjadi orang yang melapor kepada Allah tetapi juga menjadi seorang yang mengeksekusi tindakan kepdulian Allah. Caranya? Dengan sendiri percaya bahwa via mereka Allah sesungguhnya membuat kepedulian itu menjadi nyata dialami orang banyak: ketenangan, bisa melanjutkan perjalanan hidup dan lebih dari itu orang diajak untuk mengakui bahwa Allah sungguh ada, berkarya dan sedang menjadi Tuhan bagi alam raya ini dengan segala makhluknya.

Jadi peduli dan percaya bahwa kepedulian Allah bisa dijalankannya, inilah ciri misionaris yang kita temukan dalam diri Yosef Freinademetz, para misionaris yang mendatangi kita dulu dan juga pasti menjadi ciri misionaris Sang Sabda yang kita kirim dari bumi kita ke berbagai belahan dunia di jaman modern ini.Kita kenangkan semua misionaris kita, dan mohon agar Santu Yosef Freinademetz mendoakan kita semua.

Tuhan Yesus,dari Engkau sendiri kami belajar bahwa kami harus peduli dengan situasi, dan orang orang yang kami layani. Dan dari SabdaMu sendiri kami boleh tetap percaya bahwa karya Allah yang peduli akan umatNya itu bisa juga kami emban via kekecilan manusiawi kami. Amin.

Copyright @ Ledalero, 29 Januari 2011, by Ansel Meo SVD


38. PEDULI DAN PERCAYA

Sabtu, 29 Januari 2011

Peringatan St. Yosef Freinademetz, Misionaris Sabda Allah

Bacaan : Ibr 10:1-2, 8-19 dan Mrk 4:35-41

Saya teringat kembali beberapa baris lagu yang syairnya memang saya gubah untuk mengenangkan dua tokoh dalam Serikat Sabda Allah dengan judul Bentara Sabda. Untuk melukiskan secara sederhana namun berbicara tentang figur Yosef Freinademetz, saya merangkaikan refleksiku tentang tokoh ini sebagai berikut, "Keyakinannya teguh, ringan juga langkahnya. Meninggalkan desanya, Cinalah tujuannya. Setia mewartakan khabar gembira Allah ... Dia Yosef Freinademetz". Lagu yang dinyanyikan oleh sama saudaraku P. Eman Weroh SVD memang diluncurkan persis untuk menyambut peristiwa kanonisasiArnold Yansen dan Yosef Freinademetz.

Tepatkah pelukisan saya tentang misionaris di tanah Cina ini dengan ungkapan kata-kata sederhana di atas. Walaupun mungkin tak sepenuhnya pas, saya melihat dua hal yang umumnya dimiliki oleh para misionaris perdana, dan seyogyanya tetap menjadi milik para misionaris abad ini yakni peduli dan percaya.

Yesus dalam Injil hari ini digugat oleh para muridNya sebagai orang yang tak peduli, tetapi selanjutnya Ia mengarahkan mereka untuk tidak takut dan tetap percaya, hal mana diungkapkan Markus, "maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?" Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?"


Para misionaris sebagaimana para murid mesti memiliki kepekaan dan kepedulian akan situasi yang didatanginya, mereka menjelma menjadi bagian tak terpisahkan dari tempat dan orang-orang di sana. Mereka adalah tanda peduli Allah bagi siapapun yang menghadapi situasi krisis, oleng dan situasi badai dalam kehidupannya. Kepedulian ini harus mereka suarakan sebagaimana dibuat oleh para murid dalam kisah Injil tadi.
Dan setelah peduli, mereka tidak hanya menjadi orang yang melapor kepada Allah tetapi juga menjadi seorang yang mengeksekusi tindakan kepdulian Allah. Caranya? Dengan sendiri percaya bahwa via mereka Allah sesungguhnya membuat kepedulian itu menjadi nyata dialami orang banyak: ketenangan, bisa melanjutkan perjalanan hidup dan lebih dari itu orang diajak untuk mengakui bahwa Allah sungguh ada, berkarya dan sedang menjadi Tuhan bagi alam raya ini dengan segala makhluknya.

Jadi peduli dan percaya bahwa kepedulian Allah bisa dijalankannya, inilah ciri misionaris yang kita temukan dalam diri Yosef Freinademetz, para misionaris yang mendatangi kita dulu dan juga pasti menjadi ciri misionaris Sang Sabda yang kita kirim dari bumi kita ke berbagai belahan dunia di jaman modern ini.Kita kenangkan semua misionaris kita, dan mohon agar Santu Yosef Freinademetz mendoakan kita semua.

Tuhan Yesus,dari Engkau sendiri kami belajar bahwa kami harus peduli dengan situasi, dan orang orang yang kami layani. Dan dari SabdaMu sendiri kami boleh tetap percaya bahwa karya Allah yang peduli akan umatNya itu bisa juga kami emban via kekecilan manusiawi kami. Amin.

Copyright @ Ledalero, 29 Januari 2011, by Ansel Meo SVD


Wednesday, January 26, 2011

37. KEKUATAN HIDUP YANG DAHSYAT DARI SEBUTIR BENIH

Jumat, 28 Januari 2011

Pesta St. Thomas Aquinas

Bacaan : Ibr. 10,32-39 dan Mk.4,26-34

Bicara tentang kekuatan hidup dalam sebiji benih, saya teringat suatu pengalaman sederhana ketika bersama anak-anak muda peminat pertanian organik. Salah satu hal yang kami buat menyambut gerakan pertanian organik ialah mencoba 'sawah organik' dengan menggunakan benih padi lokal Flores. Jumlah bibit yang ada memang hanya sedikit. Tapi menurut petunjuk SRI, bibit ini cukup untuk lahan yang tak besar itu. Dan kami memang mempraktekan petunjuknya secara seksama sejak persiapan bibit dan memantau pertumbuhan benih hingga ia mereka bertumbuh besar.



Berbeda dengan yang ditanam di lokasi sekitarnya, benih padi ini ditanam satu per satu. Pertama kali melihatnya memang sedih, maka tak heran, mereka yang melihatnya, menertawakannya. Benih padi tak terlihat, parah dan menggenaskan. Belum lagi benih yang tak kelihatan ini dimakan keong mas yang meraja lela di lokasi itu. Lengkaplah sudah penderitaan kami bersama anak-anak muda ini.

Tapi, setelah sebulan, yang terjadi di luar dugaan. Dari satu biji padi ini kemudian tumbuh 60 hingga 130 anakan dalam rumpunnya. Dan semua yang lewat dan melihatnya, kini bilang, "Apa yang mereka buat, lihat padi yang dahulu tak ada itu, kini bertumbuh lebat dan padat." Ketika saya menyaksikan sendiri, saya memang kagum dan sadar betapa dahsyatnya kehidupan yang berasal dari satu benih yang dirawat dan diperlakukan dengan penuh perhatian.

Persis inilah yang diperbincangkan Yesus sebagai perumpamaan dalam menjelaskan tentang Kerajaan Allah. Ia sperti benih, tapi bukan sebarang benih. Benih ini dirawat, diperlakukan secara istimewa, tetapi tetap dalam kesadaran bahwa urusan pertumbuhannya bukanlah karya manusia semata, tetapi ada dalam rencana Dia yang mempunyai kehendak yang juga dahsyat badi kehidupan. Markus bilang hari ini, "... bagaimana terjadinya, tidak diketahui orang."

Santu Thomas Aquinas yang pestanya kita kenangkan hari ini sadari kekuatan dahsyat yang telah ditanamkan Allah dalam benih iman yang dianutinya. Ia menghasilkan karya-karya spektakuler, bukan hanya karena kemampuan inteleknya yang cemerlang, tetapi terutama hubungannya yang tak terputuskan dengan Dia yang diimaninya, Allah. Karya kita, sekecil apapun ibarat benih mungil, tetapi kalau diperlakukan sebagai karya bersama Tuhan, akan menghasilkan daya hidup yang dahsyat, dan memberikan harapan bagi banyak orang. Maka, jangan pernah lupa, bahwa kita sedang berkarya bersama Tuhan, dalam apapun yang kita kerjakan.

Tuhan Yesus, semoga seperti Engkau yang berkata, BapaKu dan Aku sedang berkarya, kami juga sadar bahwa karya kami sekecil apapun adalah karya kami bersama Engkau, sumber kehidupan kami. Amin.

Copyright @ Ledalero, 26 Januari 2011, by Ansel Meo SVD


36. YANG SUDAH PUNYA AKAN DIBERI LAGI

Kamis, 27 Januari 2011

Minggu Ke III Masa Biasa

Bacaan :  Ibr. 10, 19-25 dan Mk.4, 21-25 

Saya memang suka mengunjungi sanak keluargaku. Berada bersama mereka saya memang menysyukuri Tuhan yang memelihara hidup mereka. Walaupun tidak berkelimpahan mereka umumnya cukup mapan, memiliki sumber penghasilan sendiri, bisa menyekolahkan anak-anak mereka dan juga punya perhatian kepada kepentingan umum entah itu Gereja maupun urusan sosial kemasyarakatan lainnya.

Mengunjungi mereka, saya suka juga memperhatikan bagaimana mereka berusaha memenuhi kebutuhanku dan juga melayani para tamu atau sahabat kenalanku. Ada yang punya prinsip, "Pater itu suka coba kami, kalau dia bilang tamunya 5 orang, itu artinya kita harus siap untuk 10 orang tamu." Memang demikianlah yang terjadi, walaupun setelah itu saya umumnya menjadi cukup peka dan membantu mereka menutupi biaya yang mereka keluarkan untuk para tamuku. Namun sering pula saya temui juga saudara/iku yang selalu merasa terbebani saat saya mengunjungi mereka, dan kata mereka, "Aduh Pater, kami tak punya apa-apa, jadi kami tak bisa memberikan apa-apa!" Dan kepada mereka, saya selalu mengatakan, "Jangan pernah bilang kamu tak punya apa-apa, karena bila itu terjadi, kamu tak akan memiliki apa-apa, karena apapun yang ada padamu, akan diambil semuanya".

Bacaan hari ini kembali menegaskan hal yang sama ketika Yesus mengajarkan orang dalam perumpamaan tentang pelita, tentang ukuran. Yesus menyimpulkan perumpamaanNya dengan sebuah pernyataan singkat dan padat, "karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil." Kita bertanya,  apakah benar memang ada orang yang tak memiliki apa-apa? Dalam kehidupan keseharian, mungkin saja ada, tetapi dalam kaca mata orang beriman, sesungguhnya tak ada orang beriman yang tak memiliki apa-apa. Kehidupannya, kehadirannya adalah berkat yang disediakan oleh orang lain, pemberian yang disediakan oleh Dia yang pemberi kehidupan. 

Maka seorang beriman  adalah dia yang telah menerima untuk melanjutkan pemberian itu kepada yang lain. Karena itu seorang beriman tidak bisa menyembunyikan diri dan talentanya. Ia adalah pelita yang ditempatkan untuk dinikmati terangnya, ia adalah ukuran yang digunakan untuk menilai kehidupan. Hidup seorang beriman adalah hidup orang senantiasa siaga menerima dan meneruskan kebaikan Allahnya. Dan yakinlah dengan cara itulah hidupnya akan dipenuhi berkat baru, dia akan selalu menerima pemberian-pemberian baru. 

Tuhan Yesus Kristus, kami Kauminta untuk menjadi pelita yang menyajikan terang dari atas kaki dian. Menjadi ukuran yang dengannya orang bisa melihat dirinya. Kiranya seperti Engkau yang memberikan diriMu sampai sehabis-habisnya, kami juga terinspirasi untuk memberi juga dari kesederhanaan kami. Kami telah menerimaNya dari Tuhan, kami ingin melanjutkannya bagi sesama kami, entah itu harta maupun talenta dan akses yang telah kami dapatkan dalam hidup kami. Bantulah kami Tuhan. Amin.

Copyright @ Ledalero, 26 Januari 2011, by Anselm Meo SVD

 

Tuesday, January 25, 2011

35. PERTAMA-TAMA KATAKANLAH "DAMAI ATAS RUMAH ITU"

Rabu, 26 Januari 2011

Peringatan Santu Titus dan Timotius

Bacaan : 2 Tim, 1, 1-8 dan Luk. 10, 1-9

Ketika merenungkan bacaan-bacaan hari ini, pikiranku kembali ke masa-masa misiku di berbagai belahan dunia. Mulai dari Lambaleda di keuskupan Ruteng, Waiwerang di Keuskupan Larantuka, Derry di Irlandia, di Italia dan berbagai wilayah di mana aku pernah ditugaskan. Pewartaan khabar gembira yang aku jalankan bersama rekan-rekan di mana aku bekerja, tak pernah dipisahkan dari perhatian untuk membangun jembatan relasi dan keberpihakan untuk mengusahakan kesejahteraan bagi mereka yang kulayani. Khabar gembira Yesus yang diwartakan tak pernah terpisah dari kepedulian untuk mengusahakan damai, ketentraman, kecukupan dalam hidup bersama mereka yang kami layani.

Pada peringatan kedua murid Santu Paulus, Timotius dan Titus hari ini, Gereja ajak kita untuk berdoa bagi ketersediaan para penuai, para pelayan khabar Gembira itu sendiri. Lebih lanjut, yang menarik perhatianku sejalan dengan pengalaman misiku di atas aadalah perintah yang menyertai perutusan para murdi itu. Lukas dengan indah sekali melukiskan, "Di rumah mana saja yang kamu masuki, katakanlah pertama-tama 'Damai atas rumah ini!'"

Mengatakan "DAMAI ATAS RUMAH INI!" adalah sebuah langkah pertama untuk membangun jembatan, membangun hubungan personal, hubungan yang memungkinkan sebuah misi dan karya menjadi karya si pemilik rumah, karya bersama mereka yang dilayani. Karena itu karya misi seorang murid Tuhan dan utusan Tuhan sebenarnya tak pernah merupakan karya dari mereka untuk umat, tetapi karya bersama umat. 

Bila karya pastoral atau karya misi adalah karya bersama umat, maka kepedulian untuk membangun damai sejahtera, membangun kecukupan hidup dalam segala aspek hidup umat Allah adalah sebuah pilihan karya yang mewujudkan pilihan perutusan Allah sendiri. Maka seorang misionaris, seorang pelayan pastoral adalah dia yang pertama-tama membangun damai sejahtera atas rumah, atas keluarga dan bukan dia yang berada di sana untuk membangun sejahtera bagi dirinya sendiri. Pertama-tama, katakanlah Damai sejahtera atas rumah ini! itulah inti pewartaan sabda hari ini. 

Tuhan Yesus Kristus, apakah yang mesti kami katakan tentang misi kami dewasa ini? Semoga kedua murid dan utusanMu Titus dan Timotius mendoakan kami dalam mengupayakan damai sejahtera pertama-tama bagi umat dan keluarga yang kami datangi, dan bukannya mengupayakan damai dan kesejahteraan hidup kami dengan menggunakan sumber daya umat kami. Amin.

Copyright @ Ledalero, 25 Januari 2011, by Ansel Meo SVD

Monday, January 24, 2011

34. WARTAKANLAH INJIL KEPADA SEGALA MAKHLUK!

Selasa, 25 Januari 2011

Pesta Pertobatan Santu Paulus Rasul

Bacaan : Kis 22, 3-16 dan Mk. 16, 15-18


Semalam di Maumere, saya bersama seorang rekan saya diundang makan malam oleh seorang gadis manis. Sajiannya memang amat spesial dan makanan kesukaan 'orang Bajawa", yang berasal dari bahan alamiah dan diolah juga secara sangat alamiah. Tak heran, setelah misa di sebuah kelompok dan ditahan untuk makan bersama mereka, teman saya bilang, "Saya tidak makan bersama kalian, ada santapan lezat yang akan disuguhkan kepadaku, dan saya mau ke sana."

Dalam kesempatan makan itu, teman saya bilang, "Teman, saya tadi hadiri sebuah kesempatan pendampingan untuk penyadaran kelompok umat di Solot, Nita. Dan setelah mengaku ... saya masih bilang mereka, "Dosa-dosa kita masih terlalu banyak yang belum kita akui." "Masa begitu pastor, kami rasa dosa sudah kami akui semuanya." Pastor muda ini lalu menyentil, "bagaimana perlakuan kita kepada tanah, kepada air, kepada lingkungan yang telah memberikan kita kemungkinan untuk hidup? Kita banyak melakukan dosa kepada mereka ini, sehingga pada gilirannya mereka menjadi ancaman bagi hidup kita."

Sebuah pewartaan dan ajakan yang sederhana namun telah menggugah kesadaran para petani sederhana untuk peduli dengan alam lingkungannya sebagai bahagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia. Dan dalam kerangka yang lebih besar, ajakan yang sederhana ini merupakan bahagian integral dari usaha kita semua untuk berbagi khabar gembira kepada segala makhluk ciptaan Tuhan, sebagaimana pewartaan bacaan kudus pada Pesta Pertobatan Santu Paulus hari ini.

Suruhan Yesus hari ini, "Pergilah ke seluruh dunia dan wartakanlah Injil kepada segala makhluk" sebenarnya memiliki implikasi ekologis, sebuah ajakan untuk menaburkan dimensi keselamatan melalui pewartaan dan pelayanan pastoral kita juga untuk menjangkau kehidupan makhluk yang melingkungi hidup manusia, terutama alam lingkungan kita.

Maka seperti kata teman pastorku dalam cerita di atas, pesta pertobatan Santu Paulus hari ini seyogyanya membuat kita juga meneliti bagaimana kita telah membawa keselamatan Allah kepada lingkungan hidup kita, kepada tanah, kepada air, kepada makhluk hidup lainnya di sekitar kita. Rupanya kita masih harus bertobat kalau kita menyadari sikap kita terhadap alam.

Tuhan Yesus, semoga kami bertobat juga dari ketidakpedulian kami terhadap alam lingkungan hidup kami, karena kepada segala makhluklah kamu juga harus menyebarkan khabar gembira dan keselamatanMu. Amin.

Copyright @ Ledalero, 24 Januari 2011, by Anselm Meo SVD