Friday, November 25, 2011

50. Berjaga dan Bergegas Menyambut Tuan Rumah

Minggu, 27 Nopember 2011
Minggu 1 Masa Adventus, Tahun B
Bacaan : Yes 63,16-17.19; 64, 2-7; 1 Kor 1,3-9 dan Mk 13,33-37

Kemarin saya mengunjungi seorang sahabat karib saya di Sao Wisata, Waiara - Maumere. Setelah sekian lama tak jumpa, kesempatan pertemuan itu kami isi dengan syeringkan banyak hal. Satu topik yang juga masuk dalam percakapan kami ialah soal rumah. Saya membaca baginya syair lagu yang kusiapkan untuk animasi Eko Pastoral, dengan judul "Bahagia di RumahMu Tuhan".

Refrein berbunyi sebagai berikut: "Inilah Tuhan rumahMu untukku, Rumah yang aman Rahim untuk hidup, Pelataran Allah kediaman dambaan, kurindukan selalu berbahagia di sana." Sebuah penggalan syair yang menunjukkan bahwa rumah sejati adalah kediaman bersama Allah, yang sering dipercayakan Allah begitu saja kepada manusia untuk dirawat, dikelola dan dijadikan sebagai kediaman dambaan.

Hari ini kita masuki Minggu Pertama Masa Adventus dalam tahun B masa liturgi Gereja. Menariknya, bacaan Injil maupun bacaan liturgi hari ini mengarahkan perhatian kita kepada konsekwensi yang diminta Tuan Rumah yakni ALlah sendiri ketika Ia dengan tahu dan mau mempercayakan rumah ini untuk kita kelola, kita rawat dan kita budayakan sebagai rumah kediaman dambaan kita.

Ketika kita bilang rumah Allah, maka sifat Allah yang rahim sesungguhnya menjadi sifat yang harus kita ikuti dan kita wujudkan baik dalam hubungan kita dengan sesama dan diri kita, maupun dalam hubungan kita dengan alam dan tanah serta dalam hubungan kita dengan Allah sendiri. Dan Yesus bilang hari ini, "Berjagalah".

Untuk seorang beriman, yang beriman kepada Allah dalam agama manapun, ajakan untuk berjaga sesungguhnya bernada sangat positip, bukan sebagai peringatan yang menakutkan. Berjaga bagi kita adalah sebuah ajakan untuk merangkul hidup dan mengisinya secara aktif dan dinamis. Melakukan tugas bukan sebatas yang ditugaskan, tetapi melihatnya dalam kerangka bergegas menyambut Tuan Rumah yang mengasihi kita seisi rumah. Itu artinya menjalankan hidup ibarat menyiapkan pesta yang menyukakan hati Tuannya, menyukakan hati seisi rumah, manusia dan alam semesta.

Adventus karenanya adalah kesempatan untuk menegaskan kembali komitmen kita untuk mengelola rumah-rumah kita, mulai dari inti diri kita yakni suara hati kita, rumah tangga kita, rumah ibu pertiwi kita dan rumah Allah yang adalah rahim kehidupan buat semua.

Tuhan, rumahMu adalah kediaman dambaan buat kami semua, manusia dan seluruh alam semesta. Kiranya kami yang Kaupercayakan rumahMu untuk dikelola ini, boleh menjadi pengelola yang siaga, yang berjaga dan bergegas untuk menyambutMu Tuhan kehidupan kami semua. Amin.

Copyright @ Ledalero, 26 Nopember 2011, by Ansel Meo SVD



Saturday, June 18, 2011

47. Milikilah Kegembiraan Dalam Hati Karena Allah Kita

Minggu, 19 Juni 2011
Hari Raya Tritunggal Mahakudus (Tahun A)

Bacaan
Kel. 34, 4-9, 2 Kor. 13, 11-13 dan Yoh. 3,16-18

Beberapa kesempatan selama berada di Roma, saya menghadiri perayaan beatifikasi terutama bagi pendiri biara-biara yang saya kenal. Menarik untuk disimak, cerita-cerita mereka yang mengenal dari dekat para kudus itu baik yang berkontak langsung maupun yang mengenalnya via tulisan dan warisan rohani mereka. Pada umumnya mereka selalu mengatakan seperti ini, "berada dekat dengan orang kudus ini [...] kita merasakan kedamaian, kebijaksanaan dan terutama kegembiraannya. Saya pikir kekudusan mereka terpancar melalui kegembiraan yang ditularkan mereka kepada kita. Sebuah kegembiraan yang begitu mendalam, begitu sederhana namun sungguh sebuah kegembiraan sejati."

Itulah kesan tentang orang - orang kudus. Kita bertanya, mengapa mereka selalu memancarkan kegembiraan itu? Saya kira karena sumbernya mereka alami, mereka hidupkan, yakni kesatuan yang intim dengan Allah, yang menyatakan diriNya dalam kesatuan Tritunggal: Bapa yang menciptakan dan mengasihi, Putera yang mengasihi sampai sehabis-habisnya hingga wafat di Salib dan Roh yang membaharui hidup dan memberanikan mereka untuk merangkul kehidupan.

Persis inilah yang kita rayakan hari ini, Hari Raya Tritunggal Mahakudus, hari yang khusus yang didedikasikan untuk mengakui dan mengenangkan Allah yang begitu mencintai kita. Moses dalam kitab Keluaran menyadari Allah yang dia percaya dan sembah adalah Allah yang begitu memaafkan umatNya, Allah yang berjalan selalu bersama umatNya, Allah yang menyediakan rahmatNya selalu bagi para hambaNya. Allah yang demikian menyata dalam Yesus Kristus, yang oleh Yohanes disebutkan sebagai seorang Allah yang bukan saja menjelma menjadi manusia, tetapi menunjukkan jalan dan kemungkinan buat kita semua kembali kepada Allah. Penginjil tadi bilang, "siapa yang percaya kepadaNya tak akan dihukum, tetapi yang tidak percaya telah dihukum, karena tidak percaya kepada nama AnakNya yang tunggal." Dan dari Yesus inilah, kita tahu dan sadar bahwa kekuatan Allah yang sama tengah bekerja menghidupi manusia jaman ini dan Gereja melalui Roh Kudus.

Cukupkah hanya mengakui dan menyebut nama Allah sebagaimana yang kita buat melalui semua tanda Salib sambil mengucapkan, "Demi nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus"? Ataukah cukup hanya dengan mengucapkan dengan penuh keyakinan Aku percaya akan Allah, Bapa ..., akan Yesus Kristus ... dan akan Roh Kudus?

Pengakuan iman dan tindakan berupa Tanda Salib memang fondamental dalam cara hidup beriman Kristiani, tapi hendaknya kita tidak berhenti di sana saja. Kita orang Kristen yang mengakui Allah Tritunggal hendaknya menghidupkan kegembiraan yang sejati karena sadar sepenuhnya Allah yang mengasihi kita adalah Allah yang menyatakan diriNya sebagai Kita, sebagai komunitas. Itu artinya, Allah yang memberi dan yang menerima, Allah yang berbagi, Allah syering.

"Tuhan kami, dengan kekuatan yang bersumber dariMu Allah kami yang Tritunggal, ajarilah dan mampukan kami untuk berbagi, untuk syering kehidupan kami bagi semua." Amin.

Copyright @ Ledalero, 18 Juni 2011, by Ansel Meo SVD


Wednesday, April 6, 2011

46. MEMBERIKAN KESAKSIAN MELALUI PEKERJAAN DAN KARYA KITA

Kamis, 07 April 2011

Bacaan : Ez. 42,7-14 dan Yoh.5, 31-47

Dalam hal pekerjaan sebagai pastor, kebiasaan saya untuk berkotbah, memberikan petunjuk dan konperensi terkadang membuat orang merasa bahwa apa yang penting dan dipromosikan secara gencar dengan penuh komitmen cumalah 'omong doang' saja. Bukan tidak mungkin, banyak pembaca saya yang mengunjungi blog Gubuk Pastor Udik tentang berbagai karya pertanian organik, tak ada dalam kenyataannya di lapangan.

Mengapa muncul tangapan seperti itu? Kurang percayanya orang pada apa yang kita katakan dan kita buat disebabkan oleh kenyataan keseharian yang mereka temukan. Banyak orang omong saja, janji saja tetapi hidup masyarakat tetap begitu saja, kesulitan yang dihadapi datang silih berganti.
Ini juga yang terjadi di antara orang Israel. Bedanya, penyertaan dan janji Allah yang dinyatakan via Musa ternyata bukan janji belaka. Allah via Musa menyediakan semuanya, tapi dasar Israel tak cukup beriman. Maunya Allah yang mereka anggap membimbing mereka itu bisa kelihatan, bisa disentuh dan mereka bisa menyembahNya. Itulah yang membuat mereka membuatkan patung domba dan mulai menyembahnya. Oleh Allah, mereka ini dikatakan sebagai bangsa yang besar kepala.

Yesus juga alami hal yang sama sebagaimana terjadi pada Musa. Mereka tak mau percaya pada Yesus, juga pada karya yang dibuatNya. Mereka katakan percaya Allah, beriman bahwa Dia sedang berkarya menggembalakan umatNya, tetapi tidak mau atau tegar hati untuk mengakui bahwa Yesus dan karyaNya adalah sungguh pernyataan kehendak Allah yang menyelamatkan.
Kata Yesus tadi, "Tetapi Aku mempunyai kesaksian ... yaitu segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepadaKu, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu [...]yang memberikan kesaksian tentang Aku bahwa Bapalah yang mengutus Aku."  

Jadi setiap pekerjaan baik, halal dan dijalankan sungguh-sungguh, yang dipahami sebagai cara pelaksanaan kehendak Allah, sesungguhnya adalah kesaksian hidup bahwa kita umat beriman tengah mengimani Allah yang berkarya demi kebaikan kita semua.

Karena itu bekerjalah dalam keyakinan bahwa Allah menghendaki agar kita melakukannya demi kebaikan kita. Jangan bekerja untuk membuat persaingan yang tak sehat, tapi bekerjalah dalam batas yang bisa kita buat, dalam harapan bahwa yang kurang itu dibuat oleh yang lain dan Allah sendiri yang mengutus kita melakukan pekerjaan itu. 

Tuhan, kami memang kerja, kerja dan kerja. Mungkin motifnya bukan sebagai ungkapan iman bahwa Engkau bekerja melalui kami. Buatlah kami bekerja bukan untuk tunjuk kebolehan kami, tetapi bekerja dalam batas yang bisa kami lakukan. Amin.

Copyright @ Ledalero, 6 April 2011, by Ansel Meo SVD

 

Tuesday, April 5, 2011

45. BEKERJA BERSAMA ALLAH UNTUK MENGHIDUPKAN

Rabu, 06 April 2011

Bacaan : Yes. 49, 8-15 dan Yoh. 5, 17-30

Hari Minggu yang lalu, bersama sekelompok karyawan dan karyawati yang bekerja bersama para suster SSpS Lela, saya membantu refleksi mereka dengan tema seputar kerja. Pertanyaan dasar yang saya ajukan kepada peserta saat itu adalah "adakah alasan yang membuatmu berada di Lela dan menerima pekerjaan apa saja yang diserahkan kepadamu?" Pertanyaan tentang idealisme, tentang motivasi mengapa orang tetap bertekun dalam kerjanya betapapun ada kesulitan berat dalam pekerjaan itu. Dan dari sekian banyak yang menjawab, satu nada dasar ini mengemuka, "Kami bekerja supaya kami hidup. Kami bekerja agar bisa menghidupkan orang-orang yang kami kasihi dan menyekolahkan saudara/i maupun mempersiapkan uang sekolah untuk kami sendiri."

Dalam bacaan Injil yang kita baca hari ini, Yesus bicara tentang alasan dasar mengapa Ia bekerja. "Aku dan BapaKu masih bekerja hingga saat ini [...] Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barang siapa yang dikehendakiNya."

Bekerja bagi Yesus adalah melanjutkan pekerjaan yang tengah dilakukan oleh BapaNya. Dan maksud serta tujuan pekerjaan itu tidak lain adalah untuk menghidupkan, untuk menghasilkan hidup, baik dalam arti hidup di dunia ini secara lebih baik dan bermartabat, maupun hidup kekal yang menjadi cita-cita semua anak Allah. Karena itu siapapun yang mengakui diri murid Yesus, bekerja adalah pengambilan bahagian dalam upaya Allah untuk menghidupkan. Kita bekerja bersama Allah, kita adalah alat yang dipakai Allah untuk melanjutkan pekerjaanNya. Jadi betapa bermartabatnya karya dan kerja kita, betapa bernilainya setiap pekerjaan yang kita lakukan serbagai pengungkapan iman kita.
Tuhan Yesus Kristus, semoga seperti Engkau, kami sadar bahwa Allah bekerja dalam kami demi menghidupkan. Bantulah kami untuk menjalankan setiap karya sebagai upaya untuk menghidupkan diri kami dan semua yang kami kasihi. Amin.

Copyright @ Ledalero, 5 April 2011, by Ansel Meo SVD

Monday, April 4, 2011

44. PERLU ORANG UNTUK BAWA DIA KE AIR HIDUP

Selasa, 05 April 2011

Bacaan : Yez. 47, 1-9.12 dan Yoh. 5, 1 - 16

Membaca dan merenungkan bacaan liturgis hari ini, perhatian saya langsung tertuju pada gambaran gembala baik dalam kehidupan peternak dan petani, maupun gambaran gembala yang disampaikan dalam Kitab Suci. Yang membuat saya pikir tentang mereka, karena salah satu tugas gembala itu berkaitan dengan hal memberi air atau memberi minuman kepada yang digembalakan, agar hewan gembalaan itu bertahan hidup. 

Saya lalu pikir, salah satu tugas gembala ialah hal memberi air, hal menghantar orang kepada air, baik air dalam arti literer maupun air sebagai simbol kebutuhan dasar dalam kehidupan makhluk hidup. Tugas inilah yang menjadi inspirasi lahirnya blog Inspirasi Sabda Hari ini, agar setiap orang yang lewat di laman ini, boleh menghampiri sumur hidup dan mencedok sendiri air yang ada di sumur ini.

Yesus dalam Injil tadi tampilkan diri sebagai Dia yang bukan saja menghantar si lumpuh itu kepada air, tetapi Ia sendiri menjadi sumber air itu. "Maukah kau sembuh?" demikian Ia bertanya kepada orang lumpuh itu. Dan jawaban si lumpuh melukiskan kerinduannya, "tak ada orang yang menurunkan aku ke air, Tuan." Dan Yesus bertindak cepat, tanggap dan siap sebagaimana seorang gembala.

Kenapa saya katakan 'Yesus bertindak cepat, tanggap dan siap' untuk memberikan hidup kepada si lumpuh, sebagaimana gambaran gembala? Yah ... karena soal menyembuhkan si lumpuh pada hari Sabat, itu sama artinya siap menantang terkaman serigala yang nampak dalam diri kelompok Farisi dan ahli Taurat. Yesus ambil resiko demi membawa si lumpuh kepada air hidup, kepada kesembuhan dan kehidupan sejati.

Persis inilah yang seharusnya diingat oleh setiap pemimpin yang berpihak kepada orang kecil, setiap gembala. "Gembala sejati itu seperti Yesus tadi: tahu betul kebutuhan orang, berdialog dengan umat atau rakyatnya, dan ketika situasi tak mendukung tindakan yang perlu diambil, ia akan berani mengambil resiko demi menyelamatkan hidup orang-orang yang dilayaninya. Ia bisa melawan aturan, biarpun aturan itu berkaitan dengan agama, dengan iman, dengan yang mengatasnamakan pastoral.

Orang harus dibawa kepada air hidup dan kepada pembebasan dari kelumpuhan, walau untuk itu gembala harus lawan aturan. Beranikah para gembala menghidupkan komitmen ini? Kalau tak berani, janganlah jadi gembala.

Tuhan Yesus, tantangan sebagai seorang gembala sering meminta kami untuk tegas memilih untuk menghantar orang kepada keselamatan dan kehidupan, walau untuk itu kami harus melawan aturan Gereja sekalipun. Semoga para gembala kami sadari pentingnya pilihan tindakan mereka demi menyelamatkan hidup umat, dan bukan demi pentingnya menyelamatkan peraturan pastoral. Amin.

Copyright @ Ledalero, 4 April 2011, by Anselm Meo SVD

Saturday, February 19, 2011

Kita milik Allah, maka pilihanNya harus jadi pilihan kita

Minggu, 20 Pebruari 2011

HARI MINGGU BIASA VII, THN A

Bacaan: Im.19,171-18, Mt 5,38-48.

Udara sejuk Kalikasa memang membuat saat ngobrol menjadi saat menyenangkan. Malam yang semakin larut tak menyurutkan semangat kami untuk berbagi. Apalagi Pak Willem yg menemaniku adalah seorg teman ngobrol yang simpatik.

Banyak hal kami bahas. Mulai dari soal tani, ternak, pastoral hingga teologi. Tentang tanah misalnya, saya berbagi ttg sikap kita terhadapnya dan bgmana tanah bisa mengundang kita berefleksi tentang Allah.

'Tanah itu seperti rahim. Dia pada waktunya akan menerima kita semua tanpa pilih kasih. Lewat tanah kita akan dihantar kepada Allah, yg merangkul semua kita sbg milik yg dikasihiNya.' kataku dlm obrolan kami semalam.

Bacaan pada hari minggu ini jga menyuguhkan aspek pengajaran Yesus tentang sikap dan sifat Allah yg rahim ini. Penginjil bilang, 'kasihilah musuh dan berdoalah... Karena kamu anak-anak Bapa yg menerbitkan matahari, menurunkan hujan, bagi yg baik maupun bagi yg jahat.'

Kita mengimani Allah yg rahim ini. Allah yg mencintai semua kita tanpa syarat. Allah inilah yg meminta kita untk mengasihi semua, hingga musuh kita. Allah kita spt rahim bumi, yg walau kita meracuni, merusaknya, akan tetap merangkul kita semua ketika saat itu tiba.

Tuhan yg rahim, semoga spt Engkau dan spt ibu pertiwi, kami menerima semua, mendoakan semua, dan merangkul mrk sbg saudara. Amin.

Copyright @ Kalikasa, 19 Pebruari 2011, by Ansel Meo SVD

Tuesday, February 1, 2011

42. MEREKA MEMPERSEMBAHKAN

Rabu, 2 Pebruari 2011

Pesta Yesus Dipersembahkan Di Bait Allah

Bacaan : Mal. 3, 1-4 dan Luk 2, 22-40


Saat kutuliskan renungan ini, terdengar lagu-lagu yang dibawakan oleh koor gabungan para frater dan OMK dari kapela Seminari Tinggi. Lagu yang dipersembahkan untuk sebuah perayaan iman, persembahan hidup dua biarawan muda yang mengikrarkan kaul kekal mereka hari ini. Hal - hal ini mengingatkan saya sendiri akan hari penting dalam hidupku sebagai seorang biarawan, ketika seperti mereka kami pun mengikrarkan kaul-kaul kebiaraan kami dalam Serikat Sabda Allah. Tentang peristiwa itu, saya teringat kata-kata sahabat karibku yang kemudian tak melanjutkan perjalanan seperti aku, "Kenapa kau cepat-cepat berkaul kekal?" Dan jawabanku saat itu ialah, "Cepat atau lambat, hari ini atau setahun lagi, akulah yang harus memutuskan untuk memberikan persembahan diriku, bukan orang lain."

Hari ini Gereja merayakan Yesus dipersembahkan ke Bait Allah. Sebuah pesta yang sering kali diasosiasikan dengan persembahan hidup bakti dari kalangan religius, biarawan-biarawati. Mengapa dinamakan demikian, persembahan hidup? Walaupun diinstruksikan oleh tradisi atau kebudayaan setempat, persembahan Yesus ke Bait Allah oleh kedua orangtuanya adalah wujud sikap untuk menyerahkan hidup sang anak kepada penyelenggaraan Allah, agar Allah menjalankan rencanaNya atas setiap anak manusia.

Bacaan - bacaan hari ini juga menampilkan aspek yang sama. Maleakhi melukiskan tentang kehadiran orang utusan Allah yang mempersiapkan jalan, mempersiapkan hati orang agar mereka bisa mempersembahkan kepada Allah menurut ukuran keadilan. Juga Bacaan Injil ketika mengisahkan tentang persembahan Yesus oleh orangtuanya ke kenisah, menampilkan perisriwa persembahan itu dengan sebuah persembahan yang disimbolkan dengan dua ekor burung merpati, persembahan miliki orang sederhana, yakni mereka yang henya bisa mengandalkan Tuhan sebagai yang memperhatikan hidup mereka.

Setiap kita yang percaya kepada Kristus sebenarnya punya keyakinan yang sama ini seperti tokoh-tokoh dalam bacaan hari ini. Bahwa perjalanan hidup yang berkenan kepada Allah sesungguhnya adalah perjalanan hidup bersama dengan Allah, perjalanan yang mengandalkan Allah. Pesta hari ini mengajak kita sekali lagi untuk mempersembahkan hidup kita, tapak-tapak perjalanan harian kita sebagai sebuah perjalanan bersama Allah, perjalanan yang mengandalkan Allah.

Tuhan, bersama dengan persembahan diriMu hari ini kepada Allah, kami juga mempersembahkan diri kami bersama seluruh karya dan perjalanan hidup kami. Semoga kami selalu mengandalkan Engkau ya Allah dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran dalam hidup ini. Amin.

Copyright @ Ledalero, 2 Pebruari 2011, by Anselm Meo SVD

Monday, January 31, 2011

41. TERARAH PADA YESUS

Selasa, 1 Pebruari 2011

Bacaan : Ibr. 12, 1-4 dan Mk. 5, 21-43
Beberapa waktu yang lalu, saya mengalami kecelakaan sepeda motor dan mengalami luka ringan namun membawa saya juga sampai beristirahat di rumah sakit. Kejadiannya memang sangat sederhana, namun mengenangkan rentetan peristiwa penting sebelum kejadian ini, membuatku berpikir bahwa memang ada manfaat dari kecelakaan itu terhadap diriku sendiri juga terhadap orang yang saya persembahkan hari ini untuknya.

Berawal dari kunjunganku ke rumah sakit mengurus pasien yang datang dari jauh. Setelah mengurusnya, saya sempat juga mengunjungi seorang anak berusia 6 tahun yang mengalami operasi berat dan kondisinya sangat kritis. Melihat putri cilik ini, hati saya menaruh iba dan saya mendoakan, menumpangkan tangan atasnya, dan mendoakan semua yang berjaga bersama anak itu. Untuk meneguhkan mereka, saya berujar sebelum meninggalkan mereka, "Saya akan mendoakanmu secara khusus dan menjalankan semua peristiwa hari ini sebagai korban untukmu, nak!" Dan sebagaimana biasa, saya memang berjalan, sambil berdoa bagi keselamatannya.

Dan ketika kecelakaan itu terjadi, saya masih berpikir tentang putri cilik ini dan berkata dalam hatiku, "Syukur, sialnya ada padaku, dan anak ini pasti selamat". Dan ketika masuk rumah sakit dengan segala ornamen ferban luka yang ada di wajah, di tanganku, aku mengunjungi dia lagi dan berkata, "engkau akan baik-baik saja, nak, juga untuk operasimu yang berikut." Ia memang sembuh dan melewati operasi besar kedua dengan selamat.

Kisah sederhana ini saya tampilkan di sini untuk menekankan tentang pentingnya mengarahkan perhatian kepada sesuatu yang dianggap penting, bahkan mempersembahkan kesulitan dan perjalanan harian sebagai korban bagi hal yang penting itu. Dan bacaan hari ini juga menyinggung tentang perlunya sikap mengarahkan pandangan dan perhatian kepada yang penting demi mencapai sesuatu yang bernilai. Bacaan pertama misalnya melukiskannya dengan indah, "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus ..." dan bacaan Injil berkisah tentang usaha seorang perempuan yang sakit pendarahan untuk mendekati Yesus demi penyembuhan dirinya. Markus bilang, " [...] Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus, maka di tengah orang banyak ia mendekati Yesus dan menjamah jubahNya..[...]."

Mengarahkan perhatian kepada sesuatu yang dianggap penting apalagi yang penting itu berhubungan dengan Tuhan, memang tak pernah sia-sia. Pasti ada buahnya, pasti ada hasilnya. Tentu hal itu tidak berkaitan dengan pentingnya konsentrasi, tetapi perlunya sebuah intensi luhur, mempersembahkan keseharian, menanggung kesulitan bahkan penderitaan dengan gembira, karena tahu bahwa hasilnya bermanfaat bagi orang yang kita doakan.

Kalau perempuan dalam Injil itu melakukannya untuk dirinya sendiri, dan saya melakukannya demi keselamatan anak yang saya doakan, maka setiap orang Kristen, kita semua seyogyanya menjadi yakin bahwa apapun yang kita lakukan dengan sebuah intensi luhur, maka kita sesungguhnya menghadirkan intervensi Tuhan bagi sesama yang membutuhkan. Tidak ada yang sia-sia, kalau kita mau berkorban bagi orang yang menderita, orang yang susah. Karena Tuhan pasti mengulurkan tanganNya kepada mereka.

Tuhan Yesus, Engkau selalu memiliki maksudMu dalam semua peristiwa hidup kami. Mungkin saja kecil sekali korban yang kami buat, namun mengingat Engkau yang tengah berkarya bagi dunia kami ini, kami mau menjalankan korban-korban kecil itu demi mendatangkan keselamatan bagi dunia kami dan para penghuninya. Amin.

Copyright @ Ledalero, 31 Januari 2011, by Anselm Meo SVD

Saturday, January 29, 2011

40. MULAI DENGAN BERTANYA 'SIAPA NAMAMU'?

Senin, 31 Januari 2011

Peringatan St. Yohanes Don Bosko

Bacaan : Ibr.11, 32-40 dan Mk. 5, 1-20


Beberapa waktu yang lalu, saya diminta untuk memberikan retret seminggu bagi para calon biarawati di sebuah biara. Sebuah kesempatan untuk merefleksikan panggilanku sendiri, dan bagaimana saya berelasi dengan sesamaku dalam ziarah panggilan saya sendiri. Saya menikmati pengalaman itu. Hal unik yang selalu menjadi 'acara' di biara ini ialah kehadiran seorang bapak yang dikenal sebagai tak waras, yang selalu mendatangi biara yang dipenuhi para gadis muda ini. Dan salah satu yang membuat penghuni rumah ini tak nyaman ialah bahwa bapak ini mendatangi mereka dalam keadaan telanjang. 

Saya akhirnya mencobai mendekati bapak ini dengan caraku sendiri disaksikan oleh puluhan pasang mata suster dan para calon di sini. Deg-degan juga rasanya. Tapi kucoba saja. Sambil merokok, saya mendekati dia dan duduk di lantai tempat ia duduk. Kutawarkan sebatang rokok dan menyulutnya dengan korek api. Beberapa tarikan rokok, mulai menbantu membangun komunikasi dan relasi antara aku dengannya. Berikutnya, "Saya Ansel, bagaimana saya memanggil nama bapak?" "Saya biasa dipanggil Petu", jawabnya. Langkah awal ini yang amat sederhana, membuatnya rasa nyaman berbicara denganku, hingga ia bercerita tentang keluarganya dan anaknya yang sudah berkeluarga. Saya akhirnya mendapatkan kembali kunci kamar makan yang diambilnya dari kamar makan para calon  di sini, dan memintanya, "Om Petu, kalau perlu makan, datanglah kepada suster dan mintalah mereka, tetapi pakailah pakaianmu, agar anak-anak gadis di sini tak takut kepadamu."

Bacaan Injil hari ini kisahkan pengalaman Yesus bertemu dengan seorang yang tak waras, yang sulit ditenangkan dan kehadirannya menakutkan siapa saja yang melihatnya. "Siapakah namamu?" tanya Yesus kepadanya. "Namaku Legion", jawabnya mengungkap tentang identitas dirinya dan bagaimana ia dikuasai oleh banyak roh jahat. Nama mengungkapkan sejarah hidupnya, mengungkapkan jati dirinya. Dan Yesus menyentuh hal yang paling mendasar ini dalam hidupnya. Dan kitab suci tentang Allah yang mengenal manusia, melukiskan, "Aku mengenal engkau dengan namamu".

Mulailah dengan bertanya "siapa namamu?" rupanya adalah langkah awal dalam setiap perjumpaan yang membawa transformasi dan perubahan pada manusia, baik individu maupun kelompok. Keinginan mengenal nama orang membantu kita mengenal situasi yang dihadapinya, sejarah hidup pribadi dan komunitasnya dan tentu saja persoalan yang dihadapinya. Baru setelah itu, kita berbuat apa yang perlu oleh tuntutan situasi orang yang dihadapi. Dan hemat saya, prinsip ini berlaku untuk semua bidang kerja, untuk semua panggilan hidup.

Santu Yohanes Don Bosko di antara orang muda jamannya mulai dengan metode yang serupa : mengenal nama untuk membaca siapa mereka yang dihadapinya. Semoga kita masih yakin tentang peribahasa ini, "Nomen est Omen", nama itu pribadi".

Tuhan, mulai dengan nama, itulah yang Kaubuat dalam mendekati siapapun, sesulit apapun tipe orang. Semoga kami menghormati nama setiap orang, menghargai siapa mereka, sejarah hidup mereka, karena Engkau memang memanggil kami dengan nama kami. Amin.

Copyright @ Ledalero, 30 Januari 2011, by Ansel Meo SVD

39. MEMILIH HIKMAT DAN PILIHAN ALLAH

Minggu, 30 Januari 2011

Hari Minggu Biasa IV, Tahun A

Bacaan : Zef, 2,3; 3, 12-13,  1 Kor. 1, 26-31 dan  Mat. 5, 1-12a




Bicara tentang membuat pilihan, kita tentu saja cendrung untuk memilih yang bagus, membuat kita disukai, membuat kita tenar dan pilihan itu akan membuahkan hasil nyata yang positif bagi kehidupan kita. Jarang karenanya, kita temukan orang-orang yang membuat pilihan yang akrab dengan hal-hal kemiskinan, penderitaan, ataupun penolakan. Walaupun begitu pengalaman kita juga menunjukkan bahwa ada saja orang yang membuat pilihan pada kategori kedua di atas. Sebabnya? Saya kira sebabnya tidak terletak pada hal-hal bernuansa lemah itu sendiri tetapi nilai motivasi yang dilihat orang-orang itu.

Bacaan-bacaan hari Minggu ke 4 ini sedikitnya menyorot tentang motivasi dibalik pilihan itu. Zefanya ingin mengajak umatnya untuk mencari Tuhan melalui jalan yang terlihat tak populer itu. Sasarannya ialah sebuah komunitas yang aktif dan giat berusaha tetapi mengandalkan Allah dalam hidupnya, dengan mengusahakan keadilan dan kerendahan hati. Juga Paulus dalam bacaan ke dua sekali lagi menampilkan bahwa yang mengandalkan Allah itu adalah pilihan Allah sendiri untuk diajak bekerja sama menunaikan rencana dan maksud Allah.

Dan kedua penegasan nabi dan rasul Paulus ini mendapatkan inspirasi dasarnya pada sabda bahagia yang disampaikan Yesus, tentang masyakat atau komunitas yang diimpikannya, komunitas yang bersumber pada visiNya bersama BapaNya. "Berbahagialah ... yang bersemangat miskin di hadapan Allah, yang berduka cita, yang lemah lembut .., yang membawa damai, ... karena merekalah empunya Kerajaan Allah."

Sebuah visi tentang komunitas hidup manusia, apa saja bentuknya, yang masih tetap relevan untuk dihidupkan, untuk menjadi pilihan dalam pertimbangan, dalam aksi dan dalam mengevaluasi setiap bentuk keputusan yang kita buat. Kita tidak memilih untuk jadi miskin dan melarat, tidak pilih untuk berduka cita, dianiayai, tetapi memilih untuk menempatkan mereka yang sedang mengalaminya sebagai pilihan keberpihakan kita.

Para pemimpin, baik itu di lingkungan religius dan sipil, para pengambil keputusan yang memiliki label Kristen seharusnya peka dalam perjuangannya untuk memihak pada kelompok yang miskin, yang teraniaya, yang terbuang, yang bodoh, yang tak berdaya. Keputusan mereka, pilihan tindakan kita sebagai orang Kristen hendaknya mengusahakan agar kelompok yang kurang populer ini menjadi sisa kecil yang menjadi pusat perjuangan, pusat upaya untuk dibebaskan dan disejahterakan. Karena apa? Karena inilah pilihan dan hikmat Allah yang kita imani, Bapa dan Putera dan Roh Kudus.

Tuhan, semoga kami boleh bersama Engkau berupaya agar menjadi sisa kecil yang memperjuangkan pilihan dan hikmatMu, terutama bersama saudara-i kami yang lemah, miskin, terbuang dan menderita. Amin.

Copyright @ Ledalero, 30 Januari 2011, by Ansel Meo SVD

Friday, January 28, 2011

38. PEDULI DAN PERCAYA

Sabtu, 29 Januari 2011

Peringatan St. Yosef Freinademetz, Misionaris Sabda Allah

Bacaan : Ibr 10:1-2, 8-19 dan Mrk 4:35-41


Saya teringat kembali beberapa baris lagu yang syairnya memang saya gubah untuk mengenangkan dua tokoh dalam Serikat Sabda Allah dengan judul Bentara Sabda. Untuk melukiskan secara sederhana namun berbicara tentang figur Yosef Freinademetz, saya merangkaikan refleksiku tentang tokoh ini sebagai berikut, "Keyakinannya teguh, ringan juga langkahnya. Meninggalkan desanya, Cinalah tujuannya. Setia mewartakan khabar gembira Allah ... Dia Yosef Freinademetz". Lagu yang dinyanyikan oleh sama saudaraku P. Eman Weroh SVD memang diluncurkan persis untuk menyambut peristiwa kanonisasiArnold Yansen dan Yosef Freinademetz.

Tepatkah pelukisan saya tentang misionaris di tanah Cina ini dengan ungkapan kata-kata sederhana di atas. Walaupun mungkin tak sepenuhnya pas, saya melihat dua hal yang umumnya dimiliki oleh para misionaris perdana, dan seyogyanya tetap menjadi milik para misionaris abad ini yakni peduli dan percaya.

Yesus dalam Injil hari ini digugat oleh para muridNya sebagai orang yang tak peduli, tetapi selanjutnya Ia mengarahkan mereka untuk tidak takut dan tetap percaya, hal mana diungkapkan Markus, "maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?" Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?"


Para misionaris sebagaimana para murid mesti memiliki kepekaan dan kepedulian akan situasi yang didatanginya, mereka menjelma menjadi bagian tak terpisahkan dari tempat dan orang-orang di sana. Mereka adalah tanda peduli Allah bagi siapapun yang menghadapi situasi krisis, oleng dan situasi badai dalam kehidupannya. Kepedulian ini harus mereka suarakan sebagaimana dibuat oleh para murid dalam kisah Injil tadi.

Dan setelah peduli, mereka tidak hanya menjadi orang yang melapor kepada Allah tetapi juga menjadi seorang yang mengeksekusi tindakan kepdulian Allah. Caranya? Dengan sendiri percaya bahwa via mereka Allah sesungguhnya membuat kepedulian itu menjadi nyata dialami orang banyak: ketenangan, bisa melanjutkan perjalanan hidup dan lebih dari itu orang diajak untuk mengakui bahwa Allah sungguh ada, berkarya dan sedang menjadi Tuhan bagi alam raya ini dengan segala makhluknya.

Jadi peduli dan percaya bahwa kepedulian Allah bisa dijalankannya, inilah ciri misionaris yang kita temukan dalam diri Yosef Freinademetz, para misionaris yang mendatangi kita dulu dan juga pasti menjadi ciri misionaris Sang Sabda yang kita kirim dari bumi kita ke berbagai belahan dunia di jaman modern ini.Kita kenangkan semua misionaris kita, dan mohon agar Santu Yosef Freinademetz mendoakan kita semua.

Tuhan Yesus,dari Engkau sendiri kami belajar bahwa kami harus peduli dengan situasi, dan orang orang yang kami layani. Dan dari SabdaMu sendiri kami boleh tetap percaya bahwa karya Allah yang peduli akan umatNya itu bisa juga kami emban via kekecilan manusiawi kami. Amin.

Copyright @ Ledalero, 29 Januari 2011, by Ansel Meo SVD


38. PEDULI DAN PERCAYA

Sabtu, 29 Januari 2011

Peringatan St. Yosef Freinademetz, Misionaris Sabda Allah

Bacaan : Ibr 10:1-2, 8-19 dan Mrk 4:35-41

Saya teringat kembali beberapa baris lagu yang syairnya memang saya gubah untuk mengenangkan dua tokoh dalam Serikat Sabda Allah dengan judul Bentara Sabda. Untuk melukiskan secara sederhana namun berbicara tentang figur Yosef Freinademetz, saya merangkaikan refleksiku tentang tokoh ini sebagai berikut, "Keyakinannya teguh, ringan juga langkahnya. Meninggalkan desanya, Cinalah tujuannya. Setia mewartakan khabar gembira Allah ... Dia Yosef Freinademetz". Lagu yang dinyanyikan oleh sama saudaraku P. Eman Weroh SVD memang diluncurkan persis untuk menyambut peristiwa kanonisasiArnold Yansen dan Yosef Freinademetz.

Tepatkah pelukisan saya tentang misionaris di tanah Cina ini dengan ungkapan kata-kata sederhana di atas. Walaupun mungkin tak sepenuhnya pas, saya melihat dua hal yang umumnya dimiliki oleh para misionaris perdana, dan seyogyanya tetap menjadi milik para misionaris abad ini yakni peduli dan percaya.

Yesus dalam Injil hari ini digugat oleh para muridNya sebagai orang yang tak peduli, tetapi selanjutnya Ia mengarahkan mereka untuk tidak takut dan tetap percaya, hal mana diungkapkan Markus, "maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?" Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?"


Para misionaris sebagaimana para murid mesti memiliki kepekaan dan kepedulian akan situasi yang didatanginya, mereka menjelma menjadi bagian tak terpisahkan dari tempat dan orang-orang di sana. Mereka adalah tanda peduli Allah bagi siapapun yang menghadapi situasi krisis, oleng dan situasi badai dalam kehidupannya. Kepedulian ini harus mereka suarakan sebagaimana dibuat oleh para murid dalam kisah Injil tadi.
Dan setelah peduli, mereka tidak hanya menjadi orang yang melapor kepada Allah tetapi juga menjadi seorang yang mengeksekusi tindakan kepdulian Allah. Caranya? Dengan sendiri percaya bahwa via mereka Allah sesungguhnya membuat kepedulian itu menjadi nyata dialami orang banyak: ketenangan, bisa melanjutkan perjalanan hidup dan lebih dari itu orang diajak untuk mengakui bahwa Allah sungguh ada, berkarya dan sedang menjadi Tuhan bagi alam raya ini dengan segala makhluknya.

Jadi peduli dan percaya bahwa kepedulian Allah bisa dijalankannya, inilah ciri misionaris yang kita temukan dalam diri Yosef Freinademetz, para misionaris yang mendatangi kita dulu dan juga pasti menjadi ciri misionaris Sang Sabda yang kita kirim dari bumi kita ke berbagai belahan dunia di jaman modern ini.Kita kenangkan semua misionaris kita, dan mohon agar Santu Yosef Freinademetz mendoakan kita semua.

Tuhan Yesus,dari Engkau sendiri kami belajar bahwa kami harus peduli dengan situasi, dan orang orang yang kami layani. Dan dari SabdaMu sendiri kami boleh tetap percaya bahwa karya Allah yang peduli akan umatNya itu bisa juga kami emban via kekecilan manusiawi kami. Amin.

Copyright @ Ledalero, 29 Januari 2011, by Ansel Meo SVD


Wednesday, January 26, 2011

37. KEKUATAN HIDUP YANG DAHSYAT DARI SEBUTIR BENIH

Jumat, 28 Januari 2011

Pesta St. Thomas Aquinas

Bacaan : Ibr. 10,32-39 dan Mk.4,26-34

Bicara tentang kekuatan hidup dalam sebiji benih, saya teringat suatu pengalaman sederhana ketika bersama anak-anak muda peminat pertanian organik. Salah satu hal yang kami buat menyambut gerakan pertanian organik ialah mencoba 'sawah organik' dengan menggunakan benih padi lokal Flores. Jumlah bibit yang ada memang hanya sedikit. Tapi menurut petunjuk SRI, bibit ini cukup untuk lahan yang tak besar itu. Dan kami memang mempraktekan petunjuknya secara seksama sejak persiapan bibit dan memantau pertumbuhan benih hingga ia mereka bertumbuh besar.



Berbeda dengan yang ditanam di lokasi sekitarnya, benih padi ini ditanam satu per satu. Pertama kali melihatnya memang sedih, maka tak heran, mereka yang melihatnya, menertawakannya. Benih padi tak terlihat, parah dan menggenaskan. Belum lagi benih yang tak kelihatan ini dimakan keong mas yang meraja lela di lokasi itu. Lengkaplah sudah penderitaan kami bersama anak-anak muda ini.

Tapi, setelah sebulan, yang terjadi di luar dugaan. Dari satu biji padi ini kemudian tumbuh 60 hingga 130 anakan dalam rumpunnya. Dan semua yang lewat dan melihatnya, kini bilang, "Apa yang mereka buat, lihat padi yang dahulu tak ada itu, kini bertumbuh lebat dan padat." Ketika saya menyaksikan sendiri, saya memang kagum dan sadar betapa dahsyatnya kehidupan yang berasal dari satu benih yang dirawat dan diperlakukan dengan penuh perhatian.

Persis inilah yang diperbincangkan Yesus sebagai perumpamaan dalam menjelaskan tentang Kerajaan Allah. Ia sperti benih, tapi bukan sebarang benih. Benih ini dirawat, diperlakukan secara istimewa, tetapi tetap dalam kesadaran bahwa urusan pertumbuhannya bukanlah karya manusia semata, tetapi ada dalam rencana Dia yang mempunyai kehendak yang juga dahsyat badi kehidupan. Markus bilang hari ini, "... bagaimana terjadinya, tidak diketahui orang."

Santu Thomas Aquinas yang pestanya kita kenangkan hari ini sadari kekuatan dahsyat yang telah ditanamkan Allah dalam benih iman yang dianutinya. Ia menghasilkan karya-karya spektakuler, bukan hanya karena kemampuan inteleknya yang cemerlang, tetapi terutama hubungannya yang tak terputuskan dengan Dia yang diimaninya, Allah. Karya kita, sekecil apapun ibarat benih mungil, tetapi kalau diperlakukan sebagai karya bersama Tuhan, akan menghasilkan daya hidup yang dahsyat, dan memberikan harapan bagi banyak orang. Maka, jangan pernah lupa, bahwa kita sedang berkarya bersama Tuhan, dalam apapun yang kita kerjakan.

Tuhan Yesus, semoga seperti Engkau yang berkata, BapaKu dan Aku sedang berkarya, kami juga sadar bahwa karya kami sekecil apapun adalah karya kami bersama Engkau, sumber kehidupan kami. Amin.

Copyright @ Ledalero, 26 Januari 2011, by Ansel Meo SVD


36. YANG SUDAH PUNYA AKAN DIBERI LAGI

Kamis, 27 Januari 2011

Minggu Ke III Masa Biasa

Bacaan :  Ibr. 10, 19-25 dan Mk.4, 21-25 

Saya memang suka mengunjungi sanak keluargaku. Berada bersama mereka saya memang menysyukuri Tuhan yang memelihara hidup mereka. Walaupun tidak berkelimpahan mereka umumnya cukup mapan, memiliki sumber penghasilan sendiri, bisa menyekolahkan anak-anak mereka dan juga punya perhatian kepada kepentingan umum entah itu Gereja maupun urusan sosial kemasyarakatan lainnya.

Mengunjungi mereka, saya suka juga memperhatikan bagaimana mereka berusaha memenuhi kebutuhanku dan juga melayani para tamu atau sahabat kenalanku. Ada yang punya prinsip, "Pater itu suka coba kami, kalau dia bilang tamunya 5 orang, itu artinya kita harus siap untuk 10 orang tamu." Memang demikianlah yang terjadi, walaupun setelah itu saya umumnya menjadi cukup peka dan membantu mereka menutupi biaya yang mereka keluarkan untuk para tamuku. Namun sering pula saya temui juga saudara/iku yang selalu merasa terbebani saat saya mengunjungi mereka, dan kata mereka, "Aduh Pater, kami tak punya apa-apa, jadi kami tak bisa memberikan apa-apa!" Dan kepada mereka, saya selalu mengatakan, "Jangan pernah bilang kamu tak punya apa-apa, karena bila itu terjadi, kamu tak akan memiliki apa-apa, karena apapun yang ada padamu, akan diambil semuanya".

Bacaan hari ini kembali menegaskan hal yang sama ketika Yesus mengajarkan orang dalam perumpamaan tentang pelita, tentang ukuran. Yesus menyimpulkan perumpamaanNya dengan sebuah pernyataan singkat dan padat, "karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil." Kita bertanya,  apakah benar memang ada orang yang tak memiliki apa-apa? Dalam kehidupan keseharian, mungkin saja ada, tetapi dalam kaca mata orang beriman, sesungguhnya tak ada orang beriman yang tak memiliki apa-apa. Kehidupannya, kehadirannya adalah berkat yang disediakan oleh orang lain, pemberian yang disediakan oleh Dia yang pemberi kehidupan. 

Maka seorang beriman  adalah dia yang telah menerima untuk melanjutkan pemberian itu kepada yang lain. Karena itu seorang beriman tidak bisa menyembunyikan diri dan talentanya. Ia adalah pelita yang ditempatkan untuk dinikmati terangnya, ia adalah ukuran yang digunakan untuk menilai kehidupan. Hidup seorang beriman adalah hidup orang senantiasa siaga menerima dan meneruskan kebaikan Allahnya. Dan yakinlah dengan cara itulah hidupnya akan dipenuhi berkat baru, dia akan selalu menerima pemberian-pemberian baru. 

Tuhan Yesus Kristus, kami Kauminta untuk menjadi pelita yang menyajikan terang dari atas kaki dian. Menjadi ukuran yang dengannya orang bisa melihat dirinya. Kiranya seperti Engkau yang memberikan diriMu sampai sehabis-habisnya, kami juga terinspirasi untuk memberi juga dari kesederhanaan kami. Kami telah menerimaNya dari Tuhan, kami ingin melanjutkannya bagi sesama kami, entah itu harta maupun talenta dan akses yang telah kami dapatkan dalam hidup kami. Bantulah kami Tuhan. Amin.

Copyright @ Ledalero, 26 Januari 2011, by Anselm Meo SVD

 

Tuesday, January 25, 2011

35. PERTAMA-TAMA KATAKANLAH "DAMAI ATAS RUMAH ITU"

Rabu, 26 Januari 2011

Peringatan Santu Titus dan Timotius

Bacaan : 2 Tim, 1, 1-8 dan Luk. 10, 1-9

Ketika merenungkan bacaan-bacaan hari ini, pikiranku kembali ke masa-masa misiku di berbagai belahan dunia. Mulai dari Lambaleda di keuskupan Ruteng, Waiwerang di Keuskupan Larantuka, Derry di Irlandia, di Italia dan berbagai wilayah di mana aku pernah ditugaskan. Pewartaan khabar gembira yang aku jalankan bersama rekan-rekan di mana aku bekerja, tak pernah dipisahkan dari perhatian untuk membangun jembatan relasi dan keberpihakan untuk mengusahakan kesejahteraan bagi mereka yang kulayani. Khabar gembira Yesus yang diwartakan tak pernah terpisah dari kepedulian untuk mengusahakan damai, ketentraman, kecukupan dalam hidup bersama mereka yang kami layani.

Pada peringatan kedua murid Santu Paulus, Timotius dan Titus hari ini, Gereja ajak kita untuk berdoa bagi ketersediaan para penuai, para pelayan khabar Gembira itu sendiri. Lebih lanjut, yang menarik perhatianku sejalan dengan pengalaman misiku di atas aadalah perintah yang menyertai perutusan para murdi itu. Lukas dengan indah sekali melukiskan, "Di rumah mana saja yang kamu masuki, katakanlah pertama-tama 'Damai atas rumah ini!'"

Mengatakan "DAMAI ATAS RUMAH INI!" adalah sebuah langkah pertama untuk membangun jembatan, membangun hubungan personal, hubungan yang memungkinkan sebuah misi dan karya menjadi karya si pemilik rumah, karya bersama mereka yang dilayani. Karena itu karya misi seorang murid Tuhan dan utusan Tuhan sebenarnya tak pernah merupakan karya dari mereka untuk umat, tetapi karya bersama umat. 

Bila karya pastoral atau karya misi adalah karya bersama umat, maka kepedulian untuk membangun damai sejahtera, membangun kecukupan hidup dalam segala aspek hidup umat Allah adalah sebuah pilihan karya yang mewujudkan pilihan perutusan Allah sendiri. Maka seorang misionaris, seorang pelayan pastoral adalah dia yang pertama-tama membangun damai sejahtera atas rumah, atas keluarga dan bukan dia yang berada di sana untuk membangun sejahtera bagi dirinya sendiri. Pertama-tama, katakanlah Damai sejahtera atas rumah ini! itulah inti pewartaan sabda hari ini. 

Tuhan Yesus Kristus, apakah yang mesti kami katakan tentang misi kami dewasa ini? Semoga kedua murid dan utusanMu Titus dan Timotius mendoakan kami dalam mengupayakan damai sejahtera pertama-tama bagi umat dan keluarga yang kami datangi, dan bukannya mengupayakan damai dan kesejahteraan hidup kami dengan menggunakan sumber daya umat kami. Amin.

Copyright @ Ledalero, 25 Januari 2011, by Ansel Meo SVD

Monday, January 24, 2011

34. WARTAKANLAH INJIL KEPADA SEGALA MAKHLUK!

Selasa, 25 Januari 2011

Pesta Pertobatan Santu Paulus Rasul

Bacaan : Kis 22, 3-16 dan Mk. 16, 15-18


Semalam di Maumere, saya bersama seorang rekan saya diundang makan malam oleh seorang gadis manis. Sajiannya memang amat spesial dan makanan kesukaan 'orang Bajawa", yang berasal dari bahan alamiah dan diolah juga secara sangat alamiah. Tak heran, setelah misa di sebuah kelompok dan ditahan untuk makan bersama mereka, teman saya bilang, "Saya tidak makan bersama kalian, ada santapan lezat yang akan disuguhkan kepadaku, dan saya mau ke sana."

Dalam kesempatan makan itu, teman saya bilang, "Teman, saya tadi hadiri sebuah kesempatan pendampingan untuk penyadaran kelompok umat di Solot, Nita. Dan setelah mengaku ... saya masih bilang mereka, "Dosa-dosa kita masih terlalu banyak yang belum kita akui." "Masa begitu pastor, kami rasa dosa sudah kami akui semuanya." Pastor muda ini lalu menyentil, "bagaimana perlakuan kita kepada tanah, kepada air, kepada lingkungan yang telah memberikan kita kemungkinan untuk hidup? Kita banyak melakukan dosa kepada mereka ini, sehingga pada gilirannya mereka menjadi ancaman bagi hidup kita."

Sebuah pewartaan dan ajakan yang sederhana namun telah menggugah kesadaran para petani sederhana untuk peduli dengan alam lingkungannya sebagai bahagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia. Dan dalam kerangka yang lebih besar, ajakan yang sederhana ini merupakan bahagian integral dari usaha kita semua untuk berbagi khabar gembira kepada segala makhluk ciptaan Tuhan, sebagaimana pewartaan bacaan kudus pada Pesta Pertobatan Santu Paulus hari ini.

Suruhan Yesus hari ini, "Pergilah ke seluruh dunia dan wartakanlah Injil kepada segala makhluk" sebenarnya memiliki implikasi ekologis, sebuah ajakan untuk menaburkan dimensi keselamatan melalui pewartaan dan pelayanan pastoral kita juga untuk menjangkau kehidupan makhluk yang melingkungi hidup manusia, terutama alam lingkungan kita.

Maka seperti kata teman pastorku dalam cerita di atas, pesta pertobatan Santu Paulus hari ini seyogyanya membuat kita juga meneliti bagaimana kita telah membawa keselamatan Allah kepada lingkungan hidup kita, kepada tanah, kepada air, kepada makhluk hidup lainnya di sekitar kita. Rupanya kita masih harus bertobat kalau kita menyadari sikap kita terhadap alam.

Tuhan Yesus, semoga kami bertobat juga dari ketidakpedulian kami terhadap alam lingkungan hidup kami, karena kepada segala makhluklah kamu juga harus menyebarkan khabar gembira dan keselamatanMu. Amin.

Copyright @ Ledalero, 24 Januari 2011, by Anselm Meo SVD


Saturday, January 22, 2011

33. MENGKLARIFIKASI PERSOALAN DENGAN PENUH CINTA

Senin, 24 Januari 2011

Minggu Biasa Ke III

Bacaan : Ibr. 9,15.24-28 dan Mk. 3, 22-30


Pengalaman tuduhan dan dipersalahkan serta didiskreditakan, memang bisa menimpa semua orang di mana saja, serta pada jaman apa saja. Saya juga pernah mengalaminya sendiri dan kelihatannya dampaknya amat saya rasakan pada setiap langkah strategis yang saya sambil. Belum lagi kalau yang melakukan pengdiskreditan itu melibatkan orang kelas atas yang memiliki wewenang pada pengambilan keputusan strategis. Bagaimanakah sikap yang pas untuk membersihkan nama serta integritas keperibadian dalam soal ini?

Yesus dalam Injil juga mengalami bagaimana 'para ahli Taurat' turun dari Yerusalem, dengan segenap kekuatan dan pengaruh yang ada pada mereka untuk melawan Dia dan hendak mengambil Dia. Mereka menuduh Dia dan gerakan serta semua karyaNya sebagai suatu yang tidak waras, tidak sejalan dengan semangat mereka, tidak sehaluan dengan mereka. Tuduhan yang digunakan juga tidak main-main, "Yesus kerasukan Belzebuul", satu tuduhan yang sebenarnya mengena pada apa yang menjadi inti dan perjuangan agama dalam melawan kuasa kegelapan serta setan yang menguasainya.

Tapi apa yang Yesus lakukan? Di sini kita temukan satu sikap yang terpuji dan patut dikembangkan sebagai contoh. Yesus tidak hilang dan melawan mereka. Ia memanggil mereka, semua orang yang melawanNya Ia panggil untuk mendengarkanNya dari dekat, menyaksikan karyaNya dari dekat, dan lebih dari itu memperingatkan mereka dengan keras, "Tindakanmu menghujat orang yang bekerja dengan kekuatan Allah dan daya pengaruh RohNya sama artinya dengan menghujat Allah dan Roh yang bekerja di dalamNya. Dan itu tidak terampunkan. Anda menyiapkan kebinasaan bagi dirimu, bagi karyamu dan masa depanmu sendiri."

Satu sikap yang saya yakini juga sebagai tepat. Bahwa berhadapan dengan tuduhan, fitnahan, komplotan yang dijalankan untuk melawan sebuah keberpihakan yang kita jalankan demi banyak orang, seharusnya bukan dengan menyebarkan fitnah lainnya, tetapi dengan terus bekerja dalam diam, dan membiarkan mereka yang melawan kita melihat, menilainya dan diperingatkan secara keras oleh karya itu sendiri. Yang seperti ini memang karya cinta. Kalau Tuhan di pihak kita, kenapa kita takut dan mundur.

Tuhan Yesus Kristus, memang tidak gampang memiliki keberanian dan sikap seperti Engkau. Tapi kami melihat seperti Cahaya di ujung Terowongan, bahwa amat penting juga memberikan klarifikasi dengan penuh kasih kepada yang menentang kami. Amin

Copyright @ Ledalero, 23 Januari 2011, by Ansel Meo SVD

Friday, January 21, 2011

32. MENGHANTAR ORANG UNTUK MELIHAT TERANG

Minggu, 23 Januari 2011

Hari Minggu Biasa ke III, Tahun A

Bacaan : Yes, 8,23b 9,3, 1 Kor 1, 10-13.17 dan Mt.4,12 - 23


Yang namanya masalah akan selalu ada selama manusia hidup. Saking seringnya suatu tempat mendapatkan musibah, masalah, tak jarang muncul plesetan yang membuat orang ingat bahwa tempat itu selalu bermasalah. Celakanya, kalau cap 'bermasalah' menjadi akrab dengan sebuah tempat, akrab dengan orang atau sekelompok orang.

Begitulah kira-kira tempat yang disebutkan dalam Kitab Suci dalam bacaan-bacaan pada hari Minggu Biasa ke III hari ini. Bacaan-bacaan hari ini menyebut secara jelas tanah Zebulon, tanah Naftali, jalan ke laut daerah seberang sungai Yordan" sebagai wilayah yang orang-orangnya diam dalam kegelapan, akrab dengan bencana, masalah, dan karenanya bukan tidak mungkin kepada mereka juga dikenakan sebutan 'orang bermasalah'. Menyebut mereka dengan gelar seperti ini juga memang menciptakan beban. Orang yang mendatangi mereka juga akan terkondisi dengan gambaran dan cap yang negatip. Sunggguh nasib malang, kata orang.

Bagaimana gambaran mereka dalam pandangan Tuhan? Persis inilah yang menantang cara berpikir dan logika kita dalam berpastoral dewasa ini. Dan saya menjadi tersipu malu juga kalau harus mengingat kata-kata ini, "jalanKu bukan jalanmu, caraKu bukan caramu." Sungguh sebuah kritikan tajam bagi kegerejaan kita sekarang ini, yang sering sekali para pastor atau pemimpinnya menghukum orang, kelompok, wilayah yang dicap bermasalah dengan tidak memberikan pelayanan pastoral yang merupakan haknya. Belum lagi hanya menuntut mereka ini bayar iuran ini itu, tapi jangan harap memberikan pelayanan pastoral kepada mereka. Belum lagi kalau pelayan pastoral ini menghukum orang atau kelompok ini, karena mereka ada ikatan dengan orang dan kelompok seperti SVD atau biara lainnya yang pernah melayani mereka sebelumnya, sehingga segala yang berbau SVD harus dihilangkan. Ini yang payah, dan malang.

Bukankah logika Gereja dan para pelayan pastoralnya sekarang justru seharusnya mengikuti logika dan cara Tuhan? Dan bacaan hari ini bilang, "... mereka telah melihat Terang yang besar". Bagi mereka "telah terbit Terang".

Sudah saatnya kita mengusahakan agar yang bermasalah bisa melihat terang. Dan Terang itu bukan pada diri kita, pada kehendak kita, tapi pada DIA yang menghendaki keselamatan buat semua, terutama bagi yang bermasalah.

Tuhan Yesus Kristus, semoga hari ini kami sungguh menjadi orang yang bisa memungkinkan orang lain melihat Terang, bukan menjadi penghalang yang membuat orang tidak bisa melihat dan menikmati Terang dan Keselamatan yang datang dariMu sendiri. Amin

Copyright @ Ledalero, 22 Januari 2011, by Ansel Meo SVD

31b. BETAPA MULIANYA DARAH KRISTUS !

Sabtu, 22 Januari 2011

Bacaan : Markus 3:20-21; Ibr 9:2-3, 11-14)

Pertama kali saya mendengar pewarta Sabda mengatakan betapa mulianya darah Kristus yang menyelamatkan kita saya sendiri merasa bingung karena tidak mengerti. Mengapa darah dianggap mulia? Kemudian saya sadar bahwa saya berada di luar konteks. Pembicaraan tentang darah Kristus mesti ditempatkan dalam konteks religius. Salah satu urusan agama adalah mengadakan ritus penghapusan dosa. Hal ini dikenal oleh banyak agama di dunia ini, termasuk agama Yahudi. Dalam berbagai ritus agama asli, unsur darah juga memainkan peran penting. Ada praktek bahwa darah binatang yang dibunuh seperti darah ayam, babi dan kambing atau sapi dicurahkan atau dioleskan ke atas batu keramat atau di sekeliling tiang agung. Dengan mengurbankan darah seperti itu, para pelaku dan partisipan ritus merasa telah melakukan sesuatu yang baik demi mencapai apa yang mereka niatkan. Yudaisme sendiri mengajarkan bahwa dosa bangsa Israel bisa dihapus bila mereka mempersembahkan darah anak domba atau anak lembu di kenisah. Ada juga aturan untuk menggunakan debu hasil pembakaran anak lembu untuk ritus penghapusan dosa.

Dalam bacaan I pagi ini, penulis Kitab Ibrani memuji darah Kristus sebagai mulia dalam perbandingan dengan darah binatang dalam berbagai agama yang diyakini bisa menghapus dosa manusia. Memang darah Kristus yang dikurbankan dengan rela hati, tanpa itikad jahat di dalamnya, apalagi darah dari Putera Allah sendiri, sudah pasti akan jauh lebih suci dan berdaya untuk menebus dosa-dosa kita. Kristus mengurbankan diri sehabis-habisnya dalam ketaatan kepada kehendak Bapak untuk menyelamatkan manusia. Karya penyelamatan-Nya ini terlaksana, bukan dengan mengurbankan darah binatang melainkan darah-Nya sendiri, hidup-Nya sendiri. O, betapa mulianya darah Kristus yang suci!

Setiap kali kita merayakan ekaristi atau misa darah Kristus yang berdaya menebus ini dihadirkan lagi secara baru oleh para imam berkat campur tangan Roh Kudus. Masih ragukah kita bahwa darah Kristus menyelamatkan kita? Masih percayakah kita akan tubuh dan darah Kristus yang kita terima dalam setiap perayaan ekaristi? Semoga Tuhan menolong kita untuk semakin beriman dan menimba kekayaan rohani yang melimpah dari ekaristi!

Copyright, Ledalero, 22 Januari 2011, by Antonio Camnahas, SVD.