Friday, February 3, 2012

58. CINTA DAN PERHATIAN KEPADA YANG SAKIT

Minggu, 05 Pebruari 2012
Hari Minggu Biasa ke 5, Tahun B
Bacaan: Ayb.7, 11-4.6-7; 1 Kor. 9, 16-19.22-23 dan Mk 1,29-39

Kalau saya menoleh ke belakang, pada pengalaman hidupku sendiri, saya boleh jujur mengakui bahwa perhatian dan cinta untuk melayani orang sakit mungkin saja bersifat sedikit egois. Orangtua yang lebih sering sakit-sakitan membuatku berpikir bahwa uluran kasihku kepada mereka di kala aku jauh adalah mendoakan mereka yang sakit dan melayani orang sakit kapan dan di manapun saya temui.

Dorongan untuk melayani orang sakit bertambah ketika bergabung lagi dengan Serikat Sabda Allah, yang pendirinya St. Arnoldus Yansen pernah menegaskan bahwa orang sakit dan korban yang dibawa mereka dalam kesakitan dan penderitaan adalah berkah bagi misi dan keselamatan orang banyak. Itulah sebabnya ketika mendapati orangtuaku yang sedang sakit, saya selalu meneguhkan mereka, "Terimalah saat sakit ini bukan terutama untuk kekuatanmu, tetapi jadikan sebagai silih dan korban bagi karyaku sebagai imam dan pelayananku bagi banyak orang."

Pengijil Markus pada hari Minggu ke 5 mengisahkan, tentu dari sumber pertama yakni Petrus, tentang pengalaman di rumah Petrus. " ... Yesus pergi ke rumah Simon dan Andreas. Ibu mertua Simon terbaring karena sakit demam. [...] Ia pergi ke tempat perempuan itu dan sambil memegang tangannya Ia membangunkan dia, lalu lenyaplah demamnya. [...] Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir setan-setan."
 
Sebuah gambaran kepada kita, gereja dewasa ini bahwa Yesus adalah tabib baik bagi jiwa maupun bagi raga manusia jamannya. Dan seyogyanya tugas Yesus itu tetap dihidupkan di segala jaman, mengingat keselamatan yang diwartakan Gereja adalah keselamatan integral, jiwa dan raga, hari ini dan di masa yang akan datang, yang mesti diwujudkan hic et nunc, di sini dan sekarang ini.

Bagi saya ingatkan akan tugas mewujudkan karya Yesus yang melayani orang sakit menjadi urgen diberi perhatian, karena persoalan pelayanan Gereja seharusnya sungguh memberikan perhatian kepada kesehatan badan manusia, yang tentu bisa dicapai kalau makanan mereka sehat, perumahan mereka sehat dan kemampuan mereka untuk menghidupkan diri mereka juga oke.

Persis inilah panggilan nyata kita semua dewasa ini. Kalau Gereja tahu dan yakin ada banyak instansi yang mengatur urusan orang sakit, ia tetap harus menjalankan misi khasnya, mendoakan orang sakit, dan mendampingi mereka yang membantu orang sakit dengan pendampingan spiritual, agar sadar bahwa dalam karya itu mereka menghidupkan cinta dan perhatian Yesus kepada orang sakit.

Lebih dari itu,  orang Kristen harus menjadi pejuang terdepan untuk menggerakan orang untuk menjadikan manusia itu sehat baik jiwa maupun raganya. Karya pertanian sebagai karya menyiapkan pangan mesti didampingi, perumahan yang sehat dan pola hidup yang sehat, mesti juga menjadi program animasi yang ditangani juga secara pastoral. 

Tuhan, kiranya seperti Yesus PuteraMu, kami semua tak henti-hentinya memberikan cinta dan perhatian kami bagi penyembuhan banyak orang. Amin.

Copyright @ Ledalero, 04 Pebruari 2012, by Ansel Meo SVD 
 

57. MESTI SIAP SETIAP SAAT UNTUK KERASULAN?

Sabtu, 04 Pebruari 2012

Bacaan :  1 Raj 3, 4-13 dan Mk. 6, 30-34


Ini pengalaman pribadiku dua minggu silam, ketika harus berangkat ke sebuah stasi di Paroki Bola, Stasi Wolokoli untuk merayakan misa Minggu bersama umat di sana. Guyuran hujan sejak dini hari itu tak menyurutkan kehendakku untuk menghidupkan sepeda motor dan menyusuri jalan ke sana. Tentu saja menggunakan mantel hujan lengkap dengan pakaian ganti yang terbungkus plastik dan disimpan dalam ransel.


Tiba di sana tak seorangpun ada di kapela stasi. Ketika kotbah, saya sempatkan diri bilang, "pengalaman pewarta sebenarnya tak beda dengan petani. Hujan bagi petani adalah berkah sekaligus tantangan. Kalau saya datang di tengah guyuran hujan, saya kira umat Wolokoli yang mayoritas petani tak bisa menjadikan hujan sebagai alasan untuk tidak datang bersyukur dalam ekaristi seperti hari ini. Kita memang harus siap setiap saat ...."

Injil Markus tentang kegiatan pelayanan dan pewartaan khabar gembira melukiskan dengan kalimat kunci, "bahkan untuk makanpun mereka tak sempat." Alasannya? Banyak orang mencari, mengikuti, rindu mendengarkan Yesus. Walau demikian, Yesus meminta rekan-rekanNya tetap mengambil kesempatan berhenti sejenak, namun dalam momen seperti itu mereka tak boleh kaku pada aturan. Khabar gembira dan kesediaan menolong orang yang datang harus tetap menjadi fokus yang membuat mereka tetap siap. Aturan harus bisa disesuaikan dengan prinsip belas kasih, solidaritas untuk melayani yang datang. Karena persis inilah yang dibuat Yesus sebagai Guru dan Pastor saat hidupNya.

Sebuah ajakan sangat berarti bagi siapapun yang menyebut diri mereka pastor, pelayan, pemimpin, orangtua dan pemerintah. Kalau tugas pelayanan itu kita terima berdasarkan perutusan, pelimpahan wewenang dan lebih dari itu berdasarkan panggilan, maka dalam posisi seperti yang saya sebutkan tadi, kita tak punya banyak pilihan untuk bertindak. "Mesti siap setiap saat untuk merasul", itulah pilihan tunggal dan prinsip yang mesti dipegang.

Menyenangkan? Tidak. Tugas apapun tidak kita pilih berdasarkan nilai menyenangkan. Kita diminta untuk merasakannya dari hati, bahwa dari sanalah kita tergerak untuk terbuka dan pergi menjangkau yang datang. Dari hati inilah kita punya kerinduaan untuk beristirahat sejenak dalam Tuhan, dan dalam istirahat dan dalam doa, kita membawa semua yang dipercayakan kepada kita kepada Tuhan.

Tuhan, kami bukan penganggur di mataMu. Kami punya tugas dan hal itu Engkaulah yang menghendakinya. Kiranya mata hati kami tetap terarah padaMu, pada pilihanMu dan selalu siap setiap saat untuk maksud-maksudMu. Amin.

Copyright @ Ledalero, 4 Pebruari 2012, by Ansel Meo SVD

Wednesday, February 1, 2012

56. BUKAN UNTUK PESTA YANG MENGORBANKAN YANG LAIN

Jumat, 03 Pebruari 2012

Bacaan : Sir. 47,2-13 dan Mk. 6,14-29

Ketika membaca koran dan menonton berita televisi di tanah air dewasa ini, kita disuguhkan banyak kisah yang sungguh membuat hati kita sedih. Di satu sisi kita sadar bahwa kemiskinan, bencana, penderitaan rakyat adalah kisah yang memanggil kita semua untuk menyikapi dengan solidaritas dan kegesitan untuk membantu mereka. Di sisi yang lain, kita menjadi geram menyaksikan sekelompok 'orang pilihan' yang sudah bergelimang rejeki tapi tetap juga berpesta pora menghabiskan apa yang bukan hak mereka. Kisah korupsi dan berbagai penyalahgunaan wewenang dan uang ibarat sebuah pesta yang diadakan dengan mengorbankan hidup orang lain.


Penginjil Markus hari ini menampilkan kisah Herodes dan sekutunya yang berpesta ria dan dalam kesempatan itu dia juga mengeksekusi Yohanes demi menggembirakan para tamu yang hadir pada pestanya. "Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi Herodias, ketika Herodes pada hari ulang tahunnya mengadakan perjamuan untuk  pembesar-pembesarnya [....] Raja segera menyuruh seorang pengawal [...] ia membawa kepala itu di sebuah talam dan gadis itu memberikannya pula kepada ibunya".
 
Pesta yang diadakan sang Raja menjadi ajang eksekusi dan saat mengorbankan orang tak bersalah hanya karena "sumpah yang diucapkan" di hadapan pembesar dan para koleganya.
Kita pantas bertanya di sini, 'untuk apakah orang dipilih, lalu mengangkat sumpah sebagai raja, sebagai penguasa, sebagai pemimpin suatu masyarakat?' Untuk memberi keuntungan bagi masyarakat pemilihnya, ataukah untuk mengorbankan masyarakat pemilihnya demi gengsi jabatannya? Jawabannya ialah tentu untuk memberi keuntungan sebesar-besarnya bagi rakyatnya, bukan sebaliknya mengorbankan nyawa mereka.

Kalau begitu pilihan sejati harus dibuat terus menerus. Dalam hal ini kisah Daud sebagaimana dilukiskan oleh Kitab Sirakh bisa memberikan kita arah dan pencerahan. Daud. Sebagai seorang pilihan, Daud dalam tindakannya selalu mengingat maksud Allah mengangkatnya sebagai Raja, 'mengalahkan dan melumpuhkan musuh bersama rakyatnya, memuji nama Tuhannya dan berpesta untuk memuliakan Tuhan dan karena itulah dosa-dosanya diampuni oleh Allah dan dilupakan rakyatnya'.

Maka sekarang inilah pokok soalnya. Kepercayaan orang pada pemimpinnya, siapapun dia berkaitan dengan tugas sang pemimpin untuk menuntun orang kepada kehidupan dan pilihan kepada kebaikan. Ini tugas vitalnya. Kalaupun ia harus berpesta, itu karena rakyat mencapai tujuan bersama, bukan sebaliknya. Pelayanan publik sebagai pesta bisa dirayakan kalau ia tidak menjadi kesempatan mengorbankan orang sederhana dan orang tak bersalah.

Tuhan, kalau memang kami pantas berpesta dalam hidup ini, kiranya itu kami buat setelah tujuan bersama dalam masyarakat kami capai. Kiranya kami tak berpesta pora sambil mengorbankan hidup masyarakat. Amin.

Copyright @ Ledalero, 2 Pebruari 2012, by Ansel Meo SVD

55. PERSEMBAHAN DIRI SEBAGAI JAWABAN

Kamis, 02 Pebruari 2012
Pesta Yesus Dipersembahkan di Bait Allah

Bacaan : (Mal 3:1-4; Luk 2:22-33)


Kalau kita perhatikan sungguh-sungguh sikap orang terhadap jawaban pengabulan doa dan novena, yang paling kurang nampak dan penyampaian intensi syukur, kita sadar bahwa selalu ada perubahan sikap. Mengapa mereka mengubah sikap? Jawabannya ialah karena apa yang mereka peroleh dari pengabulan doa itu adalah sesuatu yang sangat diperlukan, didambakan dan mereka telah membuat komitmen dan korban hingga mereka mendapatkannya.

Ketika orangtua Yesus mempersembahkan Yesus ke Bait Allah, ternyata tindakan mereka memicu tindakan syukur pihak lain yang telah selama hidupnya menantikan penyelamatan dari Allah. Injil tadi bilang, "Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. [...]Ia datang ke Bait Allah oleh Roh Kudus. Ketika Yesus, Anak itu, dibawa masuk oleh orang tua-Nya untuk melakukan kepada-Nya apa yang ditentukan hukum Taurat, ia menyambut Anak itu dan menatang-Nya sambil memuji Allah, katanya: "Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa."

Yang sebenarnya wajib mempersembahkan diri ialah tindakan orangtua Yesus. Mereka merasa harus memenuhi tuntutan peraturan hukum Taurat. Dan mereka melakukannya dengan benar sebagai jawaban mereka akan karya Allah. Tindakan mereka ini ternyata bukan tindakan tunggal, tetapi menghasilkan tindakan berantai yang sifatnya vital dan harus ada sebagai bentuk syukuran kepada Allah. Dan tindakan berantai itu ialah "mengucapkan syukur dengan mempersembahkan diri."

Pada titik ini saya sendiri sungguh kagum sekaligus termenung. Betapa sering saya alami dalam hidup uluran tangan, kebaikan, dan bantuan sebagai bentuk jawaban atas kerinduan dan kebutuhan saya. Saya menerimanya sebagai sesuatu yang otomatis, sudah rejeki saya mendapatkannya, sudah nasib saya memperoleh semuanya. Tokh itu sesuatu yang saya usahakan. Lalu kita stop di sana.

Tindakan Simeon mengajak kita untuk membuat langkah lebih maju. Terhadap semua yang kita terima, kita seyogyanya menanggapi dengan tindakan membaktikan diri, tindakan mempersembahkan diri, sebagaimana nampak dalam doa Simeon tadi.

Sebuah ajakan untuk semua agar tidak tutup mata, tutup hati dalam menyadari bahwa semua yang diterima dalam hidup itu rencana Allah. Allah menghendaki agar kita mengalaminya. Kiranya kita jawab dengan pengabdian, persembahan diri yang sempurna dalam semua jenis panggilan hidup dan panggilan karya kita.

Tuhan Yesus, persembahan diriMu kepada Allah adalah rencana dan kehendak Bapamu sendiri. Kami Kauajarkan juga untuk melanjutkan persembahan diri ini seperti halnya tindakan Simeon. Semoga kami melihatnya sebagai ajakan untuk membaktikan diri kami secara sempurna, selama hidup ini. Amin.

Copyright @ Ledalero, 01 Pebruari 2012, by Ansel Meo SVD

Tuesday, January 31, 2012

54. KETIKA MEREMEHKAN 'ORANG SEKAMPUNG"

Rabu, 01 Pebruari 2012

Bacaan : 2 Sam 24:2.9-17; Mrk 6:1-6

Baru seminggu yang lalu, usai merayakan misa di stasi Wolokoli, di paroki Bola, yang terkenal sebagai tempat penghasil periuk tanah, saya mengunjungi teman saya yang datang berlibur melihat orangtuanya. Sebagai seorang anggota legislatif di NTT, dia memiliki banyak sahabat dan keluarga yang datang melihat dan bertemu dengannya. Kami bercerita banyak, juga soal bagaimana orang di kampung ini tak berpikir menggunakan orang-orang yang berasal dari tempat ini tetapi bekerja di luar, demi memajukan wilayah ini.
Saya juga berkesan sama ketika melihat kampung halamanku. Ada banyak yang sangat berpengaruh dalam memajukan orang di wilayah lain yang berasal dari tempatku juga. Tapi sama seperti di Wolokoli, kami juga tak bisa berperan dalam pembangunan dan pengembangan masyarakat kami. Mungkinkah hal ini karena orang meremehkan orang-orang seasalnya, ataukah karena orang tak mau kemapanannya diganggu oleh niat baik yang mau membantu masyarakatnya.

Yesus dalam Injil hari ini mengalami nasib serupa. Markus melukiskan demikian, “Kemudian Yesus ... tiba di tempat asal-Nya, Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia.... dan mereka berkata: "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: "Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya."

Ajaran Yesus yang keluar dari keahlian dan kebijaksanaanNya memang mengagumkan bagi banyak orang, tapi mengetahui siapa yang bersama Dia, bisa jadi itulah yang membuat mereka menolak Dia. Orang lebih suka yang lain, karena seperti saya katakan, barangkali karena mereka tak mau kemapanannya diganggu, lantaran orang-orang ini mengenal cara berpikir, mentalitas dan daya kreatif orang seasal mereka. Banyak dari kita cendrung berprasangka dan meremehkan maksud baik dari orang yang punya ide, cita-cita untuk masyarakat di mana dia berasal.

Ternyata kecendrungan meremehkan maksud baik dari kaum sebangsa ini tidak hanya dalam urusan pembangunan masyarakat tapi juga dalam urusan rohani, dalam hal pembangunan spiritual. Orang mungkin suka membanggakan bahwa orang seasalnya berpengaruh di tempat lain, tetapi mereka jangan pernah menyentuh langsung urusan dengan orang sekampungnya.

Tuhan, sama seperti terhadapMu, kami tak suka orang lain ikut campur dalam wilayah kuasa kami. Kami meremehkan niat baik mereka, padahal Engkau pernah bilang, 'orang yang tidak melawan kita sesungguhnya bersama kita." Semoga kami cukup rendah hati mengakui kekuatan yang ada di sekitar kami untuk membantu kami ke arah yang lebih baik. Amin.

Copyright@Ledalero, 31 January 2012, by Ansel Meo SVD



Sunday, January 29, 2012

53. PULANG KE RUMAH

Senin, 30 Januari 2012

Bacaan:  
2Sam 15:13-14.30; 16:5-13a dan Mrk 5:1-20

Dalam beberapa tahun terakhir, kita disuguhkan oleh media masa kenyataan di negeri kita terutama soal berbagai kasus korupsi, yang penanganannya melibatkan begitu banyak lembaga dan begitu banyak orang. Yang ingin saya soroti dari maraknya kasus-kasus korupsi itu ialah kenyataan bahwa mereka yang dinyatakan sebagai tersangka sekarang telah menghilang, menyembunyikan diri; yang akhirnya membuat kasus-kasus ini nampak tak ada penyelesaiannya. Penjahat atau yang melakukan kejahatan memang selalu memilih untuk bersembunyi, dan ketika diketahui kedoknya mereka akan menyerang orang habis-habisan sebelum ia diserang.

Bacaan Injil hari ini mengetengahkan tentang seorang yang kerasukan roh jahat, 'yang tak bisa diikat oleh siapapun' lagi, datang ke hadapan Yesus. Terjadi dialog di sana, dan menariknya ialah bahwa ia meminta agar Yesus yang mau mengusirnya, mengisinkan mereka masuk ke babi-babi. Dan Yesus mengabulkan hal itu.
Roh jahat yang bernama 'legion', karena saking banyaknya berkumpul dalam diri orang yang kerasukan, masih meminta agar Yesus mengisinkan mereka bersembunyi, tentu karena ingin tetap hidup. Dan terhadap orang yang telah Yesus sembuhkan, Ia berpesan, "Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!” (Mrk 5:19), sebuah ajakan untuk kembali ke asal martabatnya, kembali kepada tujuan kehadiran dirinya sebagai manusia, yakni  menjadi orang baik dan berguna bagi masyarakatnya dan bagaimana Tuhan memaksudkan dia demikian.

"Kembali ke rumah", itulah ajakan yang selalu diperdengarkan buat kita ketika ketika kita menjauh, lupa tujuan, lupa visi dan misi dan lupa diri dalam hidup dan dalam karya pelayanan kita. Sebuah ajakan yang sangat manusiawi, sambil menegaskan bahwa bagi siapapun kita yang bersalah dalam berbagai level dan kelompok, kita sebenarnya tak pernah dikucilkan. Sama seperti Tuhan, banyak orang mengasihani kita.

Kiranya ajakan Tuhan  hari ini, menggerakan hati kita untuk selalu "kembali ke rumah", kembali ke identitas kita sebagai orang pilihan Allah, sebagai orang yang Allah maksudkan untuk berbakti bagi sesama, bagi orang sekampung halaman, bagi orang senegri dengan kita.

Selalu ada waktu dan kesempatan. Roh jahat saja dikasihani, apalagi kita, anak anak yang dikasihi Allah.

Tuhan, kiranya kami sadar lagi untuk selalu kembali lagi ke rumah tempat Engkau bermaksud membahagiakan kami tanpa kecuali. Amin.

Copyright @ Ledalero, 29 Januari 2012, by Ansel Meo SVD