Wednesday, April 6, 2011

46. MEMBERIKAN KESAKSIAN MELALUI PEKERJAAN DAN KARYA KITA

Kamis, 07 April 2011

Bacaan : Ez. 42,7-14 dan Yoh.5, 31-47

Dalam hal pekerjaan sebagai pastor, kebiasaan saya untuk berkotbah, memberikan petunjuk dan konperensi terkadang membuat orang merasa bahwa apa yang penting dan dipromosikan secara gencar dengan penuh komitmen cumalah 'omong doang' saja. Bukan tidak mungkin, banyak pembaca saya yang mengunjungi blog Gubuk Pastor Udik tentang berbagai karya pertanian organik, tak ada dalam kenyataannya di lapangan.

Mengapa muncul tangapan seperti itu? Kurang percayanya orang pada apa yang kita katakan dan kita buat disebabkan oleh kenyataan keseharian yang mereka temukan. Banyak orang omong saja, janji saja tetapi hidup masyarakat tetap begitu saja, kesulitan yang dihadapi datang silih berganti.
Ini juga yang terjadi di antara orang Israel. Bedanya, penyertaan dan janji Allah yang dinyatakan via Musa ternyata bukan janji belaka. Allah via Musa menyediakan semuanya, tapi dasar Israel tak cukup beriman. Maunya Allah yang mereka anggap membimbing mereka itu bisa kelihatan, bisa disentuh dan mereka bisa menyembahNya. Itulah yang membuat mereka membuatkan patung domba dan mulai menyembahnya. Oleh Allah, mereka ini dikatakan sebagai bangsa yang besar kepala.

Yesus juga alami hal yang sama sebagaimana terjadi pada Musa. Mereka tak mau percaya pada Yesus, juga pada karya yang dibuatNya. Mereka katakan percaya Allah, beriman bahwa Dia sedang berkarya menggembalakan umatNya, tetapi tidak mau atau tegar hati untuk mengakui bahwa Yesus dan karyaNya adalah sungguh pernyataan kehendak Allah yang menyelamatkan.
Kata Yesus tadi, "Tetapi Aku mempunyai kesaksian ... yaitu segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepadaKu, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu [...]yang memberikan kesaksian tentang Aku bahwa Bapalah yang mengutus Aku."  

Jadi setiap pekerjaan baik, halal dan dijalankan sungguh-sungguh, yang dipahami sebagai cara pelaksanaan kehendak Allah, sesungguhnya adalah kesaksian hidup bahwa kita umat beriman tengah mengimani Allah yang berkarya demi kebaikan kita semua.

Karena itu bekerjalah dalam keyakinan bahwa Allah menghendaki agar kita melakukannya demi kebaikan kita. Jangan bekerja untuk membuat persaingan yang tak sehat, tapi bekerjalah dalam batas yang bisa kita buat, dalam harapan bahwa yang kurang itu dibuat oleh yang lain dan Allah sendiri yang mengutus kita melakukan pekerjaan itu. 

Tuhan, kami memang kerja, kerja dan kerja. Mungkin motifnya bukan sebagai ungkapan iman bahwa Engkau bekerja melalui kami. Buatlah kami bekerja bukan untuk tunjuk kebolehan kami, tetapi bekerja dalam batas yang bisa kami lakukan. Amin.

Copyright @ Ledalero, 6 April 2011, by Ansel Meo SVD

 

Tuesday, April 5, 2011

45. BEKERJA BERSAMA ALLAH UNTUK MENGHIDUPKAN

Rabu, 06 April 2011

Bacaan : Yes. 49, 8-15 dan Yoh. 5, 17-30

Hari Minggu yang lalu, bersama sekelompok karyawan dan karyawati yang bekerja bersama para suster SSpS Lela, saya membantu refleksi mereka dengan tema seputar kerja. Pertanyaan dasar yang saya ajukan kepada peserta saat itu adalah "adakah alasan yang membuatmu berada di Lela dan menerima pekerjaan apa saja yang diserahkan kepadamu?" Pertanyaan tentang idealisme, tentang motivasi mengapa orang tetap bertekun dalam kerjanya betapapun ada kesulitan berat dalam pekerjaan itu. Dan dari sekian banyak yang menjawab, satu nada dasar ini mengemuka, "Kami bekerja supaya kami hidup. Kami bekerja agar bisa menghidupkan orang-orang yang kami kasihi dan menyekolahkan saudara/i maupun mempersiapkan uang sekolah untuk kami sendiri."

Dalam bacaan Injil yang kita baca hari ini, Yesus bicara tentang alasan dasar mengapa Ia bekerja. "Aku dan BapaKu masih bekerja hingga saat ini [...] Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barang siapa yang dikehendakiNya."

Bekerja bagi Yesus adalah melanjutkan pekerjaan yang tengah dilakukan oleh BapaNya. Dan maksud serta tujuan pekerjaan itu tidak lain adalah untuk menghidupkan, untuk menghasilkan hidup, baik dalam arti hidup di dunia ini secara lebih baik dan bermartabat, maupun hidup kekal yang menjadi cita-cita semua anak Allah. Karena itu siapapun yang mengakui diri murid Yesus, bekerja adalah pengambilan bahagian dalam upaya Allah untuk menghidupkan. Kita bekerja bersama Allah, kita adalah alat yang dipakai Allah untuk melanjutkan pekerjaanNya. Jadi betapa bermartabatnya karya dan kerja kita, betapa bernilainya setiap pekerjaan yang kita lakukan serbagai pengungkapan iman kita.
Tuhan Yesus Kristus, semoga seperti Engkau, kami sadar bahwa Allah bekerja dalam kami demi menghidupkan. Bantulah kami untuk menjalankan setiap karya sebagai upaya untuk menghidupkan diri kami dan semua yang kami kasihi. Amin.

Copyright @ Ledalero, 5 April 2011, by Ansel Meo SVD

Monday, April 4, 2011

44. PERLU ORANG UNTUK BAWA DIA KE AIR HIDUP

Selasa, 05 April 2011

Bacaan : Yez. 47, 1-9.12 dan Yoh. 5, 1 - 16

Membaca dan merenungkan bacaan liturgis hari ini, perhatian saya langsung tertuju pada gambaran gembala baik dalam kehidupan peternak dan petani, maupun gambaran gembala yang disampaikan dalam Kitab Suci. Yang membuat saya pikir tentang mereka, karena salah satu tugas gembala itu berkaitan dengan hal memberi air atau memberi minuman kepada yang digembalakan, agar hewan gembalaan itu bertahan hidup. 

Saya lalu pikir, salah satu tugas gembala ialah hal memberi air, hal menghantar orang kepada air, baik air dalam arti literer maupun air sebagai simbol kebutuhan dasar dalam kehidupan makhluk hidup. Tugas inilah yang menjadi inspirasi lahirnya blog Inspirasi Sabda Hari ini, agar setiap orang yang lewat di laman ini, boleh menghampiri sumur hidup dan mencedok sendiri air yang ada di sumur ini.

Yesus dalam Injil tadi tampilkan diri sebagai Dia yang bukan saja menghantar si lumpuh itu kepada air, tetapi Ia sendiri menjadi sumber air itu. "Maukah kau sembuh?" demikian Ia bertanya kepada orang lumpuh itu. Dan jawaban si lumpuh melukiskan kerinduannya, "tak ada orang yang menurunkan aku ke air, Tuan." Dan Yesus bertindak cepat, tanggap dan siap sebagaimana seorang gembala.

Kenapa saya katakan 'Yesus bertindak cepat, tanggap dan siap' untuk memberikan hidup kepada si lumpuh, sebagaimana gambaran gembala? Yah ... karena soal menyembuhkan si lumpuh pada hari Sabat, itu sama artinya siap menantang terkaman serigala yang nampak dalam diri kelompok Farisi dan ahli Taurat. Yesus ambil resiko demi membawa si lumpuh kepada air hidup, kepada kesembuhan dan kehidupan sejati.

Persis inilah yang seharusnya diingat oleh setiap pemimpin yang berpihak kepada orang kecil, setiap gembala. "Gembala sejati itu seperti Yesus tadi: tahu betul kebutuhan orang, berdialog dengan umat atau rakyatnya, dan ketika situasi tak mendukung tindakan yang perlu diambil, ia akan berani mengambil resiko demi menyelamatkan hidup orang-orang yang dilayaninya. Ia bisa melawan aturan, biarpun aturan itu berkaitan dengan agama, dengan iman, dengan yang mengatasnamakan pastoral.

Orang harus dibawa kepada air hidup dan kepada pembebasan dari kelumpuhan, walau untuk itu gembala harus lawan aturan. Beranikah para gembala menghidupkan komitmen ini? Kalau tak berani, janganlah jadi gembala.

Tuhan Yesus, tantangan sebagai seorang gembala sering meminta kami untuk tegas memilih untuk menghantar orang kepada keselamatan dan kehidupan, walau untuk itu kami harus melawan aturan Gereja sekalipun. Semoga para gembala kami sadari pentingnya pilihan tindakan mereka demi menyelamatkan hidup umat, dan bukan demi pentingnya menyelamatkan peraturan pastoral. Amin.

Copyright @ Ledalero, 4 April 2011, by Anselm Meo SVD