Tuesday, May 8, 2012

65. KEHADIRAN YANG MENGUATKAN

Selasa, 8 Mei 2012

Bacaan : 
Kis 14:19-28; Yoh 14:27-31a

Add caption
Dalam banyak kesempatan kunjungan ke stasi-stasi di akhir pekan, saya suka bermalam di sana, dan mengunjungi keluarga-keluarga yang berkumpul bersama dalam komunitas basis mereka. Ada doa, ada makan bersama dan tentu juga cerita bersama. Karena kebanyakan mereka adalah petani sederhana, saya suka memanfaatkan kesempatan bertemu itu untuk bertanya tentang usaha tani mereka dan tanaman-tanaman serta ternak di tempat mereka. Dan selalu saja, saya syeringkan hal yang saya pahami, saya buat tentang cara bertani yang bisa meningkatkan usaha tani mereka.

Demikian juga peristiwa semalam ketika merayakan misa arwah di wilayah paroki Nele, kami juga berbagi cerita. Apa ungkapan hati mereka? "Syukur kami datang malam ini, kami bisa dengar dan tahu kemana kami bisa mendapatkan informasi untuk mengembangkan pertanian organik dan ikan lele bersama OMK kami!"

Ini cuma sebuah pertemuan yang mungkin kebetulan buat mereka. Bak gayung bersambut. Mereka berusaha, kami juga berusaha, tapi bahwa bisa bertemu dan bersatu dalam rencana aksi untuk sesuatu yang diperjuangkan bersama, butuh momentum dan orang-orang yang terlibat dalam momentum itu. Bukan tidak mungkin peristiwa dan momentum macam inilah yang memberikan kekuatan untuk membangun komitmen.

Yesus dalam Injil hari ini bicara juga tentang momentum dan kehadiran yang menguatkan yang sangat "khas" dariNya. Ia bersabda, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.[...] Tidak banyak lagi Aku berkata-kata dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang dan ia tidak berkuasa sedikit pun atas diri-Ku. Tetapi supaya dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Ku” (Yoh 14:27-31a)




Thursday, April 26, 2012

62. IMAN ITU PEMBERIAN ALLAH DAN SETIA KITA ADALAH TANGGAPANNYA

Kamis, 26 April 2012

Bacaan:
Kis 8,26-40 dan Yoh. 6,44-51


Sehat atau menjadi sehat seringkali dihubungkan dengan kesetiaan. Misalnya orang bicara tentang harus setia menjaga diet, setia dengan jadwal (makan, tidur) dan setia dalam ketertiban bagi diri sendiri. Yang lebih umum lagi, soal kesehatan dihubungkan dengan soal makan dan minum. Karena itulah ungkapan "makan bebas" yang sering diguyonkan oleh para patres di Ledalero merujuk pada kebiasaan makan yang melanggar diet, yang sebenarnya berakibat fatal bagi kesehatan. Ini baru soal makanan yang sering disebut sebagai makanan jasmani untuk kesehatan tubuh.

Pada soreh hari ini bacaan liturgi boleh juga kita lihat dalam kerangka berpikir soal sehat dan sikap kesetiaan kita untuk menjaga kesehatan rohani jasmani kita.

Yesus dalam Injil Yohanes tadi berbicara tentang Roti yang menghidupkan, "Akulah Roti Hidup yang turun dari Sorga. Jikalau seorang makan dari Roti ini, ia akan hidup selama-lamanya dan Roti yang kuberikan itu ialah dagingku, yang akan kuberikan untuk hidup dunia." Sebuah pernyataan yang memaparkan sesuatu yang amat riil, yakni tentang kebutuhan untuk hidup. Kalau harus membacanya dalam terminologi kesehatan, maka inilah menu yang komplit. Ada roti dan ada daging. Roti itu bisa dimaksudkan dalam pangan lokal seperti nasi, jagung, ubi yang bersama dengan sayur-sayuran semuanya memiliki unsur karbohidrat yang dibutuhkan tubuh untuk bertumbuh menjadi kuat secara fisik. Yesus juga berbicara tentang Roti yang diberi itu adalah DagingNya. Daging dibutuhkan karena ia mengandung protein yang perlu untuk perkembangan otak, perkembangan psikhis dan perkembangan spiritual.

Inilah ungkapan menu yang seimbang tetapi juga dasariah untuk hidup yang sehat. Dan bacaan liturgi soreh hari ini menegaskan juga bahwa menu yang sehat itu ada pada Yesus, yang menyatakan dirinya sebagai Roti dan Daging untuk hidup dunia.

Dan berhadapan dengan tawaran menu untuk kesehatan dan keselamatan inilah tanggapan dari pihak manusia dibutuhkan. Tentang hal ini, bacaan pertama membantu pemahaman kita. Philipus taat kepada sabda Tuhan melalui malaikatNya, "Bangunlah, berangkatlah ke sebelah selatan menurut jalan yang sunyi ... jalan yang turun dari Yerusalem ke Gasa". Ia tidak taat buta saja, tetapi taat berhubungan dengan tugasnya untuk menyebar luaskan khabar gembira, khabar yang menyelamatkan jiwa. Ia komit dengan tugasnya  untuk menyebarkan Injil yang tidak lain adalah hal hal yang baik dan menyelamatkan.

Sama saudaraku yang terkasih dalam Tuhan.

Dari pewartaan hari ini boleh kita renungan dua (2) pokok pikiran ini. Yang pertama, bahwa iman kita akan Kristus itu adalah pemberian dari Allah sendiri dalam Kristus, bahwa Allah menghendaki keselamatan kita. Kita diselamatkan oleh iman bukan karena usaha dan kenyataan bahwa kita ini murid Kristus, bukan karena kita rohaniwan ataupun biarawan dan calon-calonnya. Yesus Kristus yang kita imani menyatakan diriNya kepada kita dan manusia sebagai Roti Hidup yang diberikan. Sebagai ROTI dan DAGING, ia mesti ada untuk kelangsungan hidup, ia mesti disantap secara teratur untuk menjaga keseimbangan kesehatan tubuh dan keselamatan jiwa. Karena itu Dia adalah kebutuhan riil, yang tidak bisa diabaikan sedikitpun. Dialah 4 sehat dan lima sempurna, yang selalu diajarkan kepada kita sejak kita kecil. Dialah menu yang komplit yang harus selalu disediakan dan diusahakan dan disantap dengan penuh syukur. Jika inilah kenyataannya, maka menghubungkan diri dengan Kristus dengan menjadi murid atau menjadi orang Kristen itu sesungguhnya adalah satu kebutuhan nyata. Ia bukan soal atauran yang bisa ditaati atau dilanggar, tetapi adalah kebutuhan dasar, yang jika tidak dipenuhi akan fatal akibatnya yakni membawa orang kepada kematian.

Dan sebagai iman dan religius, saya kira inilah jati diri kita sebenarnya. Percaya kepada Kristus dan menghubungkan diri denganNya adalah suatu kebutuhan dasariah, yang selalu perlu kita usahakan dengan kerja keras, yang kita siapkan dengan pantas dan sehat dan kita santap dengan penuh syukur. Dialah yang berkata terus menerus kepada kita, "Ambilah dan makanlah ... ini TubuhKu" dan "Terimalah dan minumlah ... ini DarahKu."

Yesus adalah kebutuhan kita yang nyata, yang tidak cukup hanya untuk dipikirkan dan didiskusikan atau ditulis, tetapi yang harus dihadirkan menjadi kenyataan pergulatan kehidupan dan yang menyendtuh kebutuhan. Ia mesti dikecapi, disantap yang pada akhirnya akan dikonversi menjadi kekuatan untuk banyak hal. Persis inilah yang kita sebut iman yang menjelma, iman yang inkarnatif dalam kebutuhan, iman yang membawa kita kepada pengalaman akan kebaikan, iman yang menghadirkan keseimbangan dalam kehidupan kita.

Yang kedua, kekuatan Roti yang terberi mesti memampukan kita untuk setia mengusahakan yang baik, yang adalah inti pewartaan khabar gembira Kristus sendiri. Seperti hlanya orang makan dan minum lalu bekerja dan menghasilkan kebaikan, demikianpun buah buah persatuan kita dengan Kristus mestinya memampukan kita untuk giat dalam tugas dan misi kita. Inilah yang dilakukan Philipus dalam bacaan tadi. Ke arah manapun dia berjalan dan di manapun dia berada, dia senantiasa setia menyebar luaskan apa yang baik dan hal itu menyelamatkan jiwa manusia.

Sebagai SVD yang adalah religius misionaris dan para calonnya, kita melihat hal ini sebagai tugas dan bentuk tanggapan nyata kita. Kita adalah penyebar khabar gembira. Kita hendaknya menyebarkan apa yang baik, kita mengusahakan keselamatan jiwa, bukan hanya jiwa orang tetapi jiwa kita sendiri.

Apa artinya jiwa selamat? Artinya cara hidup, kata dan tindak laku kita kapan dan di manapun hendaknya baik adanya dan ada dampak yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat baik dan tidak lupa akan Tuhan sebagai kebutuhan dasar dalam hidup mereka juga dan membantu orang lain untuk setia pada panggilan dan perutusan mereka yang beragam sesuai dengan karunia yang diberikan kepada mereka.

Kiranya iman akan Kristus yang bangkit yang adalah Roti yang Terberi serta tanggapan nyata kita berupa kesetiaan dalam upaya untuk melakukan yang baik di manapun kita berada, membuat kita sehat jasmaniah dan selamat secara rohaniah.

Catatan : Dibawakan sebagai Kotbah pada Misa Komunitas Seminari Tinggi Ledalero, Kamis, 26 April 2012 jam 18.15 di Kapela Agung.

Copyright © Ledalero, 26 April 2012, by Anselm Meo SVD


61. BUKAN CUMA PERCAYA BAHWA YESUS BANGKIT, TETAPI JUGA MENGALAMI KEKUATAN DIA YANG BANGKIT

Minggu, 22 April 2012
Minggu Paskah III, Tahun B

Bacaan:
Kis. 3,13-15.17-19; 1 Yoh 2, 1-5a dan Luk 24,35-48


Kita masih disuguhkan oleh bacaan-bacaan hari ini pewartaan tentang kebangkitan Yesus dan bagaimana para muridNya mengalami peristiwa itu, lengkap dengan detail tentang keraguan, kekurang percayaan mereka maupun keberanian mereka untuk mengimani kekuatan dari Dia yang bangkit itu.

Merenungkan bacaan-bacaan pada hari Minggu Paskah ke III ini, kita boleh bertanya, "Seberapa jauhkah murid-murid Yesus itu masuk dalam maksud pembentukan mereka sebagaimana yang dikehendaki Yesus? Atau seberapa efektifkah pembinaan para murid oleh Yesus sang Guru mereka?"

Soal mendalam atau dangkal ini rupanya harus dibaca dalam tanggapan para murid terutama berhadapan dengan peristiwa puncak dalam hidup Yesus sendiri: derita, penyaliban, kematian dan kebangkitanNya.

Lalu yang kedua, soal efektip atau tidaknya itu juga bergantung dari cara Yesus untuk membantu proses pemahaman para muridNya, baik dengan kata, tindakan; tetapi juga dengan sentuhan-sentuhan yang sederhana, manusiawi, terutama yang hadir kembali dlam figur seorang sahabat yang hadir secara berarti, yang tindakannya mudah diingat.

Dan rupanya persis inilah yang terjadi dalam Injil tadi. Lukas seolah membawa kita ke ruang di mana terjadi penampakan Yesus yang bangkit di hadapan para muridNya, termasuk juga Petrus dan Yohanes yang kesaksian mereka kita dengarkan dalam bacaan tadi. Berhadapan dengan ketakutan dan keraguan para murid, Yesus hadir begitu menyentuh.



Tidak ada kesan menggurui lagi, tetapi justru ada nada sedih dalam kata kataNya. Lebih dari itu, kita juga mendengar tentang keinginanNya untuk disentuh, diraba, dipeluk sebagai seorang sahabat yang pulang kembali ke tengah mereka setelah kepergian dan peristiwa yang tragis. "Rabalah Aku!" sebuah ajakan untuk menpis keraguan di hati, menghilangkan ketakutan. Dan ternyata bukan hanya itu, Yesus juga meminta, "Rabalah Aku, Lihatlah ...! Apakah ada makanan di sini untukKu?"


Latar peristiwa ini begitu akrab dengan mereka. Inilah ritme yang pernah mereka alami semas Ia masih hidup bersama mereka. Melihat Dia, mendengarkan Dia, makan dan minum denganNya. Semuanya nyata, tidak abstrak. Dan sepotong ikan dalam ungkapanNya adalah bukti itu. Itulah ungkapan paling manusiawi dari Dia yang membutuhkan makanan.


Mengapa justru hal inilah yang dibuat Yesus berhadapan dengan murid-muridNya yang ragu? Jawabannya ialah karena Dia mau agar hidup para murid yang konkritlah yang disapaNya. Dia ingin agar mereka kenal Dia sebagai bahagian vital hidup mereka dan mengimani daya serta kekuatan dari Dia yang telah bangkit dari alam maut itu.


Kalau begitu, saudara/iku terkasih, bacaan liturgi Minggu III Masa Paskah ini sesungguhnya mau mengajak kita untuk melihat pola hubungan dalam pembentukan dan pendidikan kita di sini juga. Dan saya lihat ada dua hal yang bisa kita garis bawahi tentang hidup sebagai orang Kristen, atau lebih spesifik lagi sebagai orang membiara.

Yang pertama: Yesus selalu "ada bersama" para muridNya. Inilah pemberian pertama Kristus yang bangkit bagi para muridNya. Dia yang bangkit itu tidak memberi komando tetapi Dia berpartisipasi dalam hidup para muridNya. Juga kata-kata pertama yang keluar dari mulutNya adalah "Damai sejahtera bagi kamu!" - sebuah pemberian yang menyanggupkan mereka untuk mengenal Allah, untuk ada bersama Allah - yang berarti ada dalam suasana hati yang ideal ketika orang bisa bertumbuh secara maksimal.


Tentang pengalaman inilah Petrus dalam bacaan pertama menegaskan, "Kami telah makan dan minum bersama Dia setelah kebangkitanNya." Pengalaman ada bersama dengan Dia yang bangkit memampukan Petrus dan rekan-rekannya untuk berani mengatakan yang benar.

Yang kedua: Kebangkitan Yesus memiliki daya yang mengubah. Bagi para murid, Yesus yang bangkit tetaplah Dia yang berjalan bersama mereka selama 3 tahun, yang makan dan minum bersama mereka. Dan Dia yang bangkit itu telah mengubah mereka. Karena itu bagi para murid, Dia yang bangkit tidak sama lagi dengan yang dulu mereka kenal. Kebangkitan bagi para murid artinya berjalan maju di jalan yang dikehendaki Allah.

Dan jalan itu ialah melaksanakan perintah dan Sabda Allah sebagaimana warta Yohanes tadi, "Siapa yang melaksanakan SabdaNya, di dalam dia cinta Allah menjadi sempurna".

Saudara/i terkasih,

Dua pokok ini sesungguhnya adalah hakikat setiap pembinaan dan pendidikan, bahwa kita seyogyanya sadar bahwa Kristus ada bersama kita dan bahwa kita hendaknya berjalan ke depan menuju perubahan dan transformasi sejati. AMIN.

Catatan : Dibawakan sebagai kotbah Misa Minggu Paskah III di Kapela Agung Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero, jam 06.15.


Copyright © Ledalero, 22 April 2012, by Anselm Meo SVD

Monday, February 6, 2012

60. Mengabdi Allah dengan Hati


Selasa, 07 Pebruari 2012

Bacaan :  1Raj 8:22-23.27-30; Mrk 7:1-13

Seringkali berhadapan dengan orang yang kita cintai, kita mengungkapkan rasa kedekatan dengan kata-kata seperti ini, "Dari dalam hatiku, saya sungguh mencintaimu. Atau saya mengatakan ini dari hatiku." Hati, karenanya menjadi sumber atau tempat yang melahirkan komitmen untuk mencintai dan kesungguhan untuk menerima semua resiko yang lahir dari komitmen itu.

Menjawab tantangan orang yang meragukan sikap beriman para muridNya, Yesus juga membicarakan peri hal hati ini. Ia berkata, "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia."Yesus berkata pula kepada mereka: "Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri." 

Mengabdi Allah dengan hati itulah yang ingin ditegaskan Yesus kepada semua yang mengakui diri muridNya. Ini persoalan mendasar, karena inilah sumber utama yang menghasilkan pengamatan, program dan pelaksanaan berbagai tugas dalam bidang kehidupan. Memulai dari sumber pertama yakni hati, berarti juga memurnikannya dengan cara pandang dan cara menilai Allah sendiri, dan pada akhirnya ketika semua telah terjadi, kita masih mengundang Tuhan untuk mengukur keberhasilan dan kegagalan kita.
Kritik Yesus kepada orang Yahudi memang relevan karena mereka berpikir apa yang mereka hasilkan, yang dikenal sebagai 'adat istiadat', atau peraturan dan undang-undang yang mereka buat dengan segala keahliannya telah menjamin kesejahteraan dan keselamatan. Bukan itu yang penting untuk Yesus. Dari hati harus lahir semua maksud dan kegiatan manusia, karena hati adalah inti diri manusia dan kepada kebaikan manusialah setiap hati ingin menunjukan komitmennya.

Apakah rencana, pandangan kita tentang kebahagiaan dan kesejahteraan manusia berasal dari hati kita? Apakah kita memperhitungkan rasa hati kita ketika melakukan berbagai pelanggaran yang tidak menghormati martabat manusia?
Tuhan, semoga kami mengabdi dan memuliakan Engkau dengan hati kami, bukan hanya dengan bibir dan dengan kepala kami. Amin.

Copyright @ Ledalero, 7 Pebruari 2012, by Ansel Meo SVD

Sunday, February 5, 2012

59. KONSEKWENSI DARI SEBUAH PENGAKUAN

Senin, 6 Pebruari 2012
Peringatan St. Paulus Miki dan Kawan-Kawannya (Martir)

Bacaan : 2Mak 7:1a.20-23.27-29; dan  Luk 12:4-9

Dalam hubungan kekeluargaan ataupun juga hubungan kerja, orang akan selalu membutuhkan pengakuan, yang boleh jadi bisa dipahami juga sebagai bentuk penerimaan akan status, bahkan di depan hukum publik. Ia dibutuhkan, diusahakan dan jika tak diperoleh, orang akan berjuang mencari hingga mendapatkannya.

Kita tahu dampaknya sangat berarti dalam kehidupan. Orang yang diakui haknya akan mendapatkan juga perlakuan khusus dan dijamin dalam berbagai aspek hidup. Kita ambil contoh saja pengakuan hak seorang anak oleh orangtua, akan membawa juga bagi anak itu semua rentetan hal positip: kemakmuran, hubungan baik, dan perlindungan.

Ketika kita sebagai Gereja memperingati pesta Martir dari Jepang, St. Paulus Miki dan rekan-rekannya yang mati disalibkan di sebuah bukit di Negeri Matahari Terbit ini, penginjil Lukas mengingatkan kita akan Sabda Yesus. "Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Anak Manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah”. Tema yang diangkat juga seputar soal pengakuan, yang memberikan perhatian pada pengakuan iman akan Yesus sebagai Tuhan dan Sahabat.

Konsekwensinya jelas. Kesetiaan para martir ini dalam imannya akan Yesus sang Guru dan Tuhan membawa mereka kepada situasi sulit bahkan mendatangkan kematian bagi mereka. Sebuah akibat langsung yang menyakitkan dan dipandang tragis. Tapi bagi mereka sabda Tuhan mereka menghasilkan efek positif yang luar biasa.

"Jika biji gandum tak mati, ia tetap satu biji saja, tetapi jika ia mati ia akan menghasilkan banyak ...", adalah keyakinan yang pasti menjiwai kesaksian mereka. Mereka pun berani membuat pengakuan. Dan memang janji Tuhan terpenuhi bagi mereka. Iman akan Tuhan berkembang di bumi Jepang, dan mereka memperoleh ganjaran abadi, penerimaan di hadapan Allah dengan segala buah positif yang bisa mereka nikmati.

Sebuah ajakan untuk tidak meremehkan setiap bentuk pengakuan kita akan hal positif dan yang baik, kendatipun untuk itu kita diminta untuk berkorban. Hal ini berhubungan dengan apa yang sering kita sebut sebagai komitmen. 

Komitmen dalam bidang apa saja adalah pengakuan positip bahwa apa yang dijalankan, dijanjikan dan diusahakan sebagai yang bernilai. Komitmen mendorong kita untuk kukuh dengan visi dan maksud sebuah keyakina, program. Tidak mungkin sia-sia hasilnya. 

Ia pasti berbuah positip juga. Karena hampir pasti betapapun akan ada kesulitan, orang yang berkomitmen akan selalu keluar sebagai pemenang. Di dunia ini berupa kemungkinan untuk lebih baik, dan dalam dunia yang akan datang, berupa mahkota hidup yang kekal.
Jadi memang untuk kita semua, jangan main-main dengan komitmen. Bersikaplah kokoh penuh komitmen untuk sesuatu yang dipandang positip dan baik. Tuhan pasti memberikan mahkotanya. 

Terimakasih Tuhan untuk iman. Olehnya kami boleh menunjukkan daya juang penuh komitmen untuk seuatu yang baik, bernilai dan mengarahkan kami pada hidup dalam Engkau sendiri. Amin.

Copyright @ Ledalero, 5 Pebruari 2012, by Ansel Meo SVD