Friday, February 3, 2012

57. MESTI SIAP SETIAP SAAT UNTUK KERASULAN?

Sabtu, 04 Pebruari 2012

Bacaan :  1 Raj 3, 4-13 dan Mk. 6, 30-34


Ini pengalaman pribadiku dua minggu silam, ketika harus berangkat ke sebuah stasi di Paroki Bola, Stasi Wolokoli untuk merayakan misa Minggu bersama umat di sana. Guyuran hujan sejak dini hari itu tak menyurutkan kehendakku untuk menghidupkan sepeda motor dan menyusuri jalan ke sana. Tentu saja menggunakan mantel hujan lengkap dengan pakaian ganti yang terbungkus plastik dan disimpan dalam ransel.


Tiba di sana tak seorangpun ada di kapela stasi. Ketika kotbah, saya sempatkan diri bilang, "pengalaman pewarta sebenarnya tak beda dengan petani. Hujan bagi petani adalah berkah sekaligus tantangan. Kalau saya datang di tengah guyuran hujan, saya kira umat Wolokoli yang mayoritas petani tak bisa menjadikan hujan sebagai alasan untuk tidak datang bersyukur dalam ekaristi seperti hari ini. Kita memang harus siap setiap saat ...."

Injil Markus tentang kegiatan pelayanan dan pewartaan khabar gembira melukiskan dengan kalimat kunci, "bahkan untuk makanpun mereka tak sempat." Alasannya? Banyak orang mencari, mengikuti, rindu mendengarkan Yesus. Walau demikian, Yesus meminta rekan-rekanNya tetap mengambil kesempatan berhenti sejenak, namun dalam momen seperti itu mereka tak boleh kaku pada aturan. Khabar gembira dan kesediaan menolong orang yang datang harus tetap menjadi fokus yang membuat mereka tetap siap. Aturan harus bisa disesuaikan dengan prinsip belas kasih, solidaritas untuk melayani yang datang. Karena persis inilah yang dibuat Yesus sebagai Guru dan Pastor saat hidupNya.

Sebuah ajakan sangat berarti bagi siapapun yang menyebut diri mereka pastor, pelayan, pemimpin, orangtua dan pemerintah. Kalau tugas pelayanan itu kita terima berdasarkan perutusan, pelimpahan wewenang dan lebih dari itu berdasarkan panggilan, maka dalam posisi seperti yang saya sebutkan tadi, kita tak punya banyak pilihan untuk bertindak. "Mesti siap setiap saat untuk merasul", itulah pilihan tunggal dan prinsip yang mesti dipegang.

Menyenangkan? Tidak. Tugas apapun tidak kita pilih berdasarkan nilai menyenangkan. Kita diminta untuk merasakannya dari hati, bahwa dari sanalah kita tergerak untuk terbuka dan pergi menjangkau yang datang. Dari hati inilah kita punya kerinduaan untuk beristirahat sejenak dalam Tuhan, dan dalam istirahat dan dalam doa, kita membawa semua yang dipercayakan kepada kita kepada Tuhan.

Tuhan, kami bukan penganggur di mataMu. Kami punya tugas dan hal itu Engkaulah yang menghendakinya. Kiranya mata hati kami tetap terarah padaMu, pada pilihanMu dan selalu siap setiap saat untuk maksud-maksudMu. Amin.

Copyright @ Ledalero, 4 Pebruari 2012, by Ansel Meo SVD

No comments:

Post a Comment