Thursday, April 26, 2012

61. BUKAN CUMA PERCAYA BAHWA YESUS BANGKIT, TETAPI JUGA MENGALAMI KEKUATAN DIA YANG BANGKIT

Minggu, 22 April 2012
Minggu Paskah III, Tahun B

Bacaan:
Kis. 3,13-15.17-19; 1 Yoh 2, 1-5a dan Luk 24,35-48


Kita masih disuguhkan oleh bacaan-bacaan hari ini pewartaan tentang kebangkitan Yesus dan bagaimana para muridNya mengalami peristiwa itu, lengkap dengan detail tentang keraguan, kekurang percayaan mereka maupun keberanian mereka untuk mengimani kekuatan dari Dia yang bangkit itu.

Merenungkan bacaan-bacaan pada hari Minggu Paskah ke III ini, kita boleh bertanya, "Seberapa jauhkah murid-murid Yesus itu masuk dalam maksud pembentukan mereka sebagaimana yang dikehendaki Yesus? Atau seberapa efektifkah pembinaan para murid oleh Yesus sang Guru mereka?"

Soal mendalam atau dangkal ini rupanya harus dibaca dalam tanggapan para murid terutama berhadapan dengan peristiwa puncak dalam hidup Yesus sendiri: derita, penyaliban, kematian dan kebangkitanNya.

Lalu yang kedua, soal efektip atau tidaknya itu juga bergantung dari cara Yesus untuk membantu proses pemahaman para muridNya, baik dengan kata, tindakan; tetapi juga dengan sentuhan-sentuhan yang sederhana, manusiawi, terutama yang hadir kembali dlam figur seorang sahabat yang hadir secara berarti, yang tindakannya mudah diingat.

Dan rupanya persis inilah yang terjadi dalam Injil tadi. Lukas seolah membawa kita ke ruang di mana terjadi penampakan Yesus yang bangkit di hadapan para muridNya, termasuk juga Petrus dan Yohanes yang kesaksian mereka kita dengarkan dalam bacaan tadi. Berhadapan dengan ketakutan dan keraguan para murid, Yesus hadir begitu menyentuh.



Tidak ada kesan menggurui lagi, tetapi justru ada nada sedih dalam kata kataNya. Lebih dari itu, kita juga mendengar tentang keinginanNya untuk disentuh, diraba, dipeluk sebagai seorang sahabat yang pulang kembali ke tengah mereka setelah kepergian dan peristiwa yang tragis. "Rabalah Aku!" sebuah ajakan untuk menpis keraguan di hati, menghilangkan ketakutan. Dan ternyata bukan hanya itu, Yesus juga meminta, "Rabalah Aku, Lihatlah ...! Apakah ada makanan di sini untukKu?"


Latar peristiwa ini begitu akrab dengan mereka. Inilah ritme yang pernah mereka alami semas Ia masih hidup bersama mereka. Melihat Dia, mendengarkan Dia, makan dan minum denganNya. Semuanya nyata, tidak abstrak. Dan sepotong ikan dalam ungkapanNya adalah bukti itu. Itulah ungkapan paling manusiawi dari Dia yang membutuhkan makanan.


Mengapa justru hal inilah yang dibuat Yesus berhadapan dengan murid-muridNya yang ragu? Jawabannya ialah karena Dia mau agar hidup para murid yang konkritlah yang disapaNya. Dia ingin agar mereka kenal Dia sebagai bahagian vital hidup mereka dan mengimani daya serta kekuatan dari Dia yang telah bangkit dari alam maut itu.


Kalau begitu, saudara/iku terkasih, bacaan liturgi Minggu III Masa Paskah ini sesungguhnya mau mengajak kita untuk melihat pola hubungan dalam pembentukan dan pendidikan kita di sini juga. Dan saya lihat ada dua hal yang bisa kita garis bawahi tentang hidup sebagai orang Kristen, atau lebih spesifik lagi sebagai orang membiara.

Yang pertama: Yesus selalu "ada bersama" para muridNya. Inilah pemberian pertama Kristus yang bangkit bagi para muridNya. Dia yang bangkit itu tidak memberi komando tetapi Dia berpartisipasi dalam hidup para muridNya. Juga kata-kata pertama yang keluar dari mulutNya adalah "Damai sejahtera bagi kamu!" - sebuah pemberian yang menyanggupkan mereka untuk mengenal Allah, untuk ada bersama Allah - yang berarti ada dalam suasana hati yang ideal ketika orang bisa bertumbuh secara maksimal.


Tentang pengalaman inilah Petrus dalam bacaan pertama menegaskan, "Kami telah makan dan minum bersama Dia setelah kebangkitanNya." Pengalaman ada bersama dengan Dia yang bangkit memampukan Petrus dan rekan-rekannya untuk berani mengatakan yang benar.

Yang kedua: Kebangkitan Yesus memiliki daya yang mengubah. Bagi para murid, Yesus yang bangkit tetaplah Dia yang berjalan bersama mereka selama 3 tahun, yang makan dan minum bersama mereka. Dan Dia yang bangkit itu telah mengubah mereka. Karena itu bagi para murid, Dia yang bangkit tidak sama lagi dengan yang dulu mereka kenal. Kebangkitan bagi para murid artinya berjalan maju di jalan yang dikehendaki Allah.

Dan jalan itu ialah melaksanakan perintah dan Sabda Allah sebagaimana warta Yohanes tadi, "Siapa yang melaksanakan SabdaNya, di dalam dia cinta Allah menjadi sempurna".

Saudara/i terkasih,

Dua pokok ini sesungguhnya adalah hakikat setiap pembinaan dan pendidikan, bahwa kita seyogyanya sadar bahwa Kristus ada bersama kita dan bahwa kita hendaknya berjalan ke depan menuju perubahan dan transformasi sejati. AMIN.

Catatan : Dibawakan sebagai kotbah Misa Minggu Paskah III di Kapela Agung Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero, jam 06.15.


Copyright © Ledalero, 22 April 2012, by Anselm Meo SVD

No comments:

Post a Comment