Monday, February 6, 2012

60. Mengabdi Allah dengan Hati


Selasa, 07 Pebruari 2012

Bacaan :  1Raj 8:22-23.27-30; Mrk 7:1-13

Seringkali berhadapan dengan orang yang kita cintai, kita mengungkapkan rasa kedekatan dengan kata-kata seperti ini, "Dari dalam hatiku, saya sungguh mencintaimu. Atau saya mengatakan ini dari hatiku." Hati, karenanya menjadi sumber atau tempat yang melahirkan komitmen untuk mencintai dan kesungguhan untuk menerima semua resiko yang lahir dari komitmen itu.

Menjawab tantangan orang yang meragukan sikap beriman para muridNya, Yesus juga membicarakan peri hal hati ini. Ia berkata, "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia."Yesus berkata pula kepada mereka: "Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri." 

Mengabdi Allah dengan hati itulah yang ingin ditegaskan Yesus kepada semua yang mengakui diri muridNya. Ini persoalan mendasar, karena inilah sumber utama yang menghasilkan pengamatan, program dan pelaksanaan berbagai tugas dalam bidang kehidupan. Memulai dari sumber pertama yakni hati, berarti juga memurnikannya dengan cara pandang dan cara menilai Allah sendiri, dan pada akhirnya ketika semua telah terjadi, kita masih mengundang Tuhan untuk mengukur keberhasilan dan kegagalan kita.
Kritik Yesus kepada orang Yahudi memang relevan karena mereka berpikir apa yang mereka hasilkan, yang dikenal sebagai 'adat istiadat', atau peraturan dan undang-undang yang mereka buat dengan segala keahliannya telah menjamin kesejahteraan dan keselamatan. Bukan itu yang penting untuk Yesus. Dari hati harus lahir semua maksud dan kegiatan manusia, karena hati adalah inti diri manusia dan kepada kebaikan manusialah setiap hati ingin menunjukan komitmennya.

Apakah rencana, pandangan kita tentang kebahagiaan dan kesejahteraan manusia berasal dari hati kita? Apakah kita memperhitungkan rasa hati kita ketika melakukan berbagai pelanggaran yang tidak menghormati martabat manusia?
Tuhan, semoga kami mengabdi dan memuliakan Engkau dengan hati kami, bukan hanya dengan bibir dan dengan kepala kami. Amin.

Copyright @ Ledalero, 7 Pebruari 2012, by Ansel Meo SVD

No comments:

Post a Comment