Monday, October 11, 2010

04. MENGHARGAI MANUSIA DALAM KESEMPATAN BERTEMU


Selasa, 12 Oktober 2010

Bacaan : Gal. 5, 1-6 dan Luk. 11, 37-41

Dalam berbagai kesempatan doa makan, terutama makan siang di rumah mereka yang mengundangku, hampir pasti isi doa saya setelah makan, selain bersyukur untuk rezeki yang baru disantap, tetapi juga mohon agar Tuhan memberkati pekerjaan yang akan dibuat soreh hari nanti dan terutama mendoakan setiap orang yang akan kujumpai sore hingga malam hari nanti.

Ketika ditanya, kenapa saya selalu mengucapkan doa itu, secara sangat singkat saya jawab, "Agar mereka yang akan kutemui, saya temui sebagai orang yang sudah diberkati Tuhan. Saya akan bertemu dengan orang yang telah kuberkati dalam doaku."

Dalam bacaan liturgi hari ini, kita bertemu dengan Yesus yang diundang makan oleh seorang yang sebenarnya menjadi tokoh agama dan tokoh masyarakat. Sesungguhnya pertemuan mereka adalah momen rahmat, ketika Yesus dijamu dan dia yang mengundang mendapatkan berkat bahkan hanya karena kehadiran Yesus di rumahnya. Tetapi, pertemuan itu baginya bukanlah sebuah ungkapan kebajikan tetapi sebuah momen pengadilan atas apa yang akan Yesus ucapkan dan Yesus lakukan. Ia tidak bebas dan tidak menunjukkan dirinya sebagai seorang yang telah mengalami Allah sang pembebas.

Dan ia menggunakan kesempatan itu untuk menunjukkan siapa dirinya, seorang ahli hukum, seorang ahli agama yang terpelajar. Sayang sekali, inti hukum dan agama yang seharusnya ia wartakan dilupakan, yakni penghargaan terhadap manusia yang dijumpainya, manusia yang menjadi subyek hukum dan peraturan itu. Makanya, Yesus tak sungkan mengalamatkan kritikan demi perbaikan kepadanya, "Bersihkanlah yang di dalammu, maka semuanya menjadi bersih."

Sebuah seruan yang menggugat praktek hidup dan praktek keagamaan kita semua. Amat sering kita pergi menemui orang dengan praanggapan kita, dengan meremehkan kedudukan dan pribadi orang. Dan seringkali hubungan baik tak bisa diperbaiki karena orang bersikeras dalam pendapat tentang dirinya sebagai benar dan yang lain sebagai kurang benar. Sebetulnya kebiasaan ini menjadikan kita polisi dalam hidup. Pertemuan kita dengan siapapun hendaknya menjadi momen di mana kita bertemu dengan orang yang telah diberkati. Kalau kita dan dia adalah orang yang diberkati, maka kita sesungguhnya disatukan oleh Allah sang asal Hukum dan Peraturan, dan kita semua menjadi orang-orang bebas, anak-anakNya sendiri.

Tuhan, semoga kami terbiasa memberkati orang lain. Semoga kebiasaan mengucapkan salam menambahkan keyakinan iman kami kepadaMu Allah yang menciptakan kami sebagai anak-anakMu yang bebas dan saling menghargai. Amin.

Copyright @ Ledalero, 12 Oktober 2010, By Ansel Meo SVD

No comments:

Post a Comment