Tuesday, May 8, 2012

65. KEHADIRAN YANG MENGUATKAN

Selasa, 8 Mei 2012

Bacaan : 
Kis 14:19-28; Yoh 14:27-31a

Add caption
Dalam banyak kesempatan kunjungan ke stasi-stasi di akhir pekan, saya suka bermalam di sana, dan mengunjungi keluarga-keluarga yang berkumpul bersama dalam komunitas basis mereka. Ada doa, ada makan bersama dan tentu juga cerita bersama. Karena kebanyakan mereka adalah petani sederhana, saya suka memanfaatkan kesempatan bertemu itu untuk bertanya tentang usaha tani mereka dan tanaman-tanaman serta ternak di tempat mereka. Dan selalu saja, saya syeringkan hal yang saya pahami, saya buat tentang cara bertani yang bisa meningkatkan usaha tani mereka.

Demikian juga peristiwa semalam ketika merayakan misa arwah di wilayah paroki Nele, kami juga berbagi cerita. Apa ungkapan hati mereka? "Syukur kami datang malam ini, kami bisa dengar dan tahu kemana kami bisa mendapatkan informasi untuk mengembangkan pertanian organik dan ikan lele bersama OMK kami!"

Ini cuma sebuah pertemuan yang mungkin kebetulan buat mereka. Bak gayung bersambut. Mereka berusaha, kami juga berusaha, tapi bahwa bisa bertemu dan bersatu dalam rencana aksi untuk sesuatu yang diperjuangkan bersama, butuh momentum dan orang-orang yang terlibat dalam momentum itu. Bukan tidak mungkin peristiwa dan momentum macam inilah yang memberikan kekuatan untuk membangun komitmen.

Yesus dalam Injil hari ini bicara juga tentang momentum dan kehadiran yang menguatkan yang sangat "khas" dariNya. Ia bersabda, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.[...] Tidak banyak lagi Aku berkata-kata dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang dan ia tidak berkuasa sedikit pun atas diri-Ku. Tetapi supaya dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Ku” (Yoh 14:27-31a)




Thursday, April 26, 2012

62. IMAN ITU PEMBERIAN ALLAH DAN SETIA KITA ADALAH TANGGAPANNYA

Kamis, 26 April 2012

Bacaan:
Kis 8,26-40 dan Yoh. 6,44-51


Sehat atau menjadi sehat seringkali dihubungkan dengan kesetiaan. Misalnya orang bicara tentang harus setia menjaga diet, setia dengan jadwal (makan, tidur) dan setia dalam ketertiban bagi diri sendiri. Yang lebih umum lagi, soal kesehatan dihubungkan dengan soal makan dan minum. Karena itulah ungkapan "makan bebas" yang sering diguyonkan oleh para patres di Ledalero merujuk pada kebiasaan makan yang melanggar diet, yang sebenarnya berakibat fatal bagi kesehatan. Ini baru soal makanan yang sering disebut sebagai makanan jasmani untuk kesehatan tubuh.

Pada soreh hari ini bacaan liturgi boleh juga kita lihat dalam kerangka berpikir soal sehat dan sikap kesetiaan kita untuk menjaga kesehatan rohani jasmani kita.

Yesus dalam Injil Yohanes tadi berbicara tentang Roti yang menghidupkan, "Akulah Roti Hidup yang turun dari Sorga. Jikalau seorang makan dari Roti ini, ia akan hidup selama-lamanya dan Roti yang kuberikan itu ialah dagingku, yang akan kuberikan untuk hidup dunia." Sebuah pernyataan yang memaparkan sesuatu yang amat riil, yakni tentang kebutuhan untuk hidup. Kalau harus membacanya dalam terminologi kesehatan, maka inilah menu yang komplit. Ada roti dan ada daging. Roti itu bisa dimaksudkan dalam pangan lokal seperti nasi, jagung, ubi yang bersama dengan sayur-sayuran semuanya memiliki unsur karbohidrat yang dibutuhkan tubuh untuk bertumbuh menjadi kuat secara fisik. Yesus juga berbicara tentang Roti yang diberi itu adalah DagingNya. Daging dibutuhkan karena ia mengandung protein yang perlu untuk perkembangan otak, perkembangan psikhis dan perkembangan spiritual.

Inilah ungkapan menu yang seimbang tetapi juga dasariah untuk hidup yang sehat. Dan bacaan liturgi soreh hari ini menegaskan juga bahwa menu yang sehat itu ada pada Yesus, yang menyatakan dirinya sebagai Roti dan Daging untuk hidup dunia.

Dan berhadapan dengan tawaran menu untuk kesehatan dan keselamatan inilah tanggapan dari pihak manusia dibutuhkan. Tentang hal ini, bacaan pertama membantu pemahaman kita. Philipus taat kepada sabda Tuhan melalui malaikatNya, "Bangunlah, berangkatlah ke sebelah selatan menurut jalan yang sunyi ... jalan yang turun dari Yerusalem ke Gasa". Ia tidak taat buta saja, tetapi taat berhubungan dengan tugasnya untuk menyebar luaskan khabar gembira, khabar yang menyelamatkan jiwa. Ia komit dengan tugasnya  untuk menyebarkan Injil yang tidak lain adalah hal hal yang baik dan menyelamatkan.

Sama saudaraku yang terkasih dalam Tuhan.

Dari pewartaan hari ini boleh kita renungan dua (2) pokok pikiran ini. Yang pertama, bahwa iman kita akan Kristus itu adalah pemberian dari Allah sendiri dalam Kristus, bahwa Allah menghendaki keselamatan kita. Kita diselamatkan oleh iman bukan karena usaha dan kenyataan bahwa kita ini murid Kristus, bukan karena kita rohaniwan ataupun biarawan dan calon-calonnya. Yesus Kristus yang kita imani menyatakan diriNya kepada kita dan manusia sebagai Roti Hidup yang diberikan. Sebagai ROTI dan DAGING, ia mesti ada untuk kelangsungan hidup, ia mesti disantap secara teratur untuk menjaga keseimbangan kesehatan tubuh dan keselamatan jiwa. Karena itu Dia adalah kebutuhan riil, yang tidak bisa diabaikan sedikitpun. Dialah 4 sehat dan lima sempurna, yang selalu diajarkan kepada kita sejak kita kecil. Dialah menu yang komplit yang harus selalu disediakan dan diusahakan dan disantap dengan penuh syukur. Jika inilah kenyataannya, maka menghubungkan diri dengan Kristus dengan menjadi murid atau menjadi orang Kristen itu sesungguhnya adalah satu kebutuhan nyata. Ia bukan soal atauran yang bisa ditaati atau dilanggar, tetapi adalah kebutuhan dasar, yang jika tidak dipenuhi akan fatal akibatnya yakni membawa orang kepada kematian.

Dan sebagai iman dan religius, saya kira inilah jati diri kita sebenarnya. Percaya kepada Kristus dan menghubungkan diri denganNya adalah suatu kebutuhan dasariah, yang selalu perlu kita usahakan dengan kerja keras, yang kita siapkan dengan pantas dan sehat dan kita santap dengan penuh syukur. Dialah yang berkata terus menerus kepada kita, "Ambilah dan makanlah ... ini TubuhKu" dan "Terimalah dan minumlah ... ini DarahKu."

Yesus adalah kebutuhan kita yang nyata, yang tidak cukup hanya untuk dipikirkan dan didiskusikan atau ditulis, tetapi yang harus dihadirkan menjadi kenyataan pergulatan kehidupan dan yang menyendtuh kebutuhan. Ia mesti dikecapi, disantap yang pada akhirnya akan dikonversi menjadi kekuatan untuk banyak hal. Persis inilah yang kita sebut iman yang menjelma, iman yang inkarnatif dalam kebutuhan, iman yang membawa kita kepada pengalaman akan kebaikan, iman yang menghadirkan keseimbangan dalam kehidupan kita.

Yang kedua, kekuatan Roti yang terberi mesti memampukan kita untuk setia mengusahakan yang baik, yang adalah inti pewartaan khabar gembira Kristus sendiri. Seperti hlanya orang makan dan minum lalu bekerja dan menghasilkan kebaikan, demikianpun buah buah persatuan kita dengan Kristus mestinya memampukan kita untuk giat dalam tugas dan misi kita. Inilah yang dilakukan Philipus dalam bacaan tadi. Ke arah manapun dia berjalan dan di manapun dia berada, dia senantiasa setia menyebar luaskan apa yang baik dan hal itu menyelamatkan jiwa manusia.

Sebagai SVD yang adalah religius misionaris dan para calonnya, kita melihat hal ini sebagai tugas dan bentuk tanggapan nyata kita. Kita adalah penyebar khabar gembira. Kita hendaknya menyebarkan apa yang baik, kita mengusahakan keselamatan jiwa, bukan hanya jiwa orang tetapi jiwa kita sendiri.

Apa artinya jiwa selamat? Artinya cara hidup, kata dan tindak laku kita kapan dan di manapun hendaknya baik adanya dan ada dampak yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat baik dan tidak lupa akan Tuhan sebagai kebutuhan dasar dalam hidup mereka juga dan membantu orang lain untuk setia pada panggilan dan perutusan mereka yang beragam sesuai dengan karunia yang diberikan kepada mereka.

Kiranya iman akan Kristus yang bangkit yang adalah Roti yang Terberi serta tanggapan nyata kita berupa kesetiaan dalam upaya untuk melakukan yang baik di manapun kita berada, membuat kita sehat jasmaniah dan selamat secara rohaniah.

Catatan : Dibawakan sebagai Kotbah pada Misa Komunitas Seminari Tinggi Ledalero, Kamis, 26 April 2012 jam 18.15 di Kapela Agung.

Copyright © Ledalero, 26 April 2012, by Anselm Meo SVD


61. BUKAN CUMA PERCAYA BAHWA YESUS BANGKIT, TETAPI JUGA MENGALAMI KEKUATAN DIA YANG BANGKIT

Minggu, 22 April 2012
Minggu Paskah III, Tahun B

Bacaan:
Kis. 3,13-15.17-19; 1 Yoh 2, 1-5a dan Luk 24,35-48


Kita masih disuguhkan oleh bacaan-bacaan hari ini pewartaan tentang kebangkitan Yesus dan bagaimana para muridNya mengalami peristiwa itu, lengkap dengan detail tentang keraguan, kekurang percayaan mereka maupun keberanian mereka untuk mengimani kekuatan dari Dia yang bangkit itu.

Merenungkan bacaan-bacaan pada hari Minggu Paskah ke III ini, kita boleh bertanya, "Seberapa jauhkah murid-murid Yesus itu masuk dalam maksud pembentukan mereka sebagaimana yang dikehendaki Yesus? Atau seberapa efektifkah pembinaan para murid oleh Yesus sang Guru mereka?"

Soal mendalam atau dangkal ini rupanya harus dibaca dalam tanggapan para murid terutama berhadapan dengan peristiwa puncak dalam hidup Yesus sendiri: derita, penyaliban, kematian dan kebangkitanNya.

Lalu yang kedua, soal efektip atau tidaknya itu juga bergantung dari cara Yesus untuk membantu proses pemahaman para muridNya, baik dengan kata, tindakan; tetapi juga dengan sentuhan-sentuhan yang sederhana, manusiawi, terutama yang hadir kembali dlam figur seorang sahabat yang hadir secara berarti, yang tindakannya mudah diingat.

Dan rupanya persis inilah yang terjadi dalam Injil tadi. Lukas seolah membawa kita ke ruang di mana terjadi penampakan Yesus yang bangkit di hadapan para muridNya, termasuk juga Petrus dan Yohanes yang kesaksian mereka kita dengarkan dalam bacaan tadi. Berhadapan dengan ketakutan dan keraguan para murid, Yesus hadir begitu menyentuh.



Tidak ada kesan menggurui lagi, tetapi justru ada nada sedih dalam kata kataNya. Lebih dari itu, kita juga mendengar tentang keinginanNya untuk disentuh, diraba, dipeluk sebagai seorang sahabat yang pulang kembali ke tengah mereka setelah kepergian dan peristiwa yang tragis. "Rabalah Aku!" sebuah ajakan untuk menpis keraguan di hati, menghilangkan ketakutan. Dan ternyata bukan hanya itu, Yesus juga meminta, "Rabalah Aku, Lihatlah ...! Apakah ada makanan di sini untukKu?"


Latar peristiwa ini begitu akrab dengan mereka. Inilah ritme yang pernah mereka alami semas Ia masih hidup bersama mereka. Melihat Dia, mendengarkan Dia, makan dan minum denganNya. Semuanya nyata, tidak abstrak. Dan sepotong ikan dalam ungkapanNya adalah bukti itu. Itulah ungkapan paling manusiawi dari Dia yang membutuhkan makanan.


Mengapa justru hal inilah yang dibuat Yesus berhadapan dengan murid-muridNya yang ragu? Jawabannya ialah karena Dia mau agar hidup para murid yang konkritlah yang disapaNya. Dia ingin agar mereka kenal Dia sebagai bahagian vital hidup mereka dan mengimani daya serta kekuatan dari Dia yang telah bangkit dari alam maut itu.


Kalau begitu, saudara/iku terkasih, bacaan liturgi Minggu III Masa Paskah ini sesungguhnya mau mengajak kita untuk melihat pola hubungan dalam pembentukan dan pendidikan kita di sini juga. Dan saya lihat ada dua hal yang bisa kita garis bawahi tentang hidup sebagai orang Kristen, atau lebih spesifik lagi sebagai orang membiara.

Yang pertama: Yesus selalu "ada bersama" para muridNya. Inilah pemberian pertama Kristus yang bangkit bagi para muridNya. Dia yang bangkit itu tidak memberi komando tetapi Dia berpartisipasi dalam hidup para muridNya. Juga kata-kata pertama yang keluar dari mulutNya adalah "Damai sejahtera bagi kamu!" - sebuah pemberian yang menyanggupkan mereka untuk mengenal Allah, untuk ada bersama Allah - yang berarti ada dalam suasana hati yang ideal ketika orang bisa bertumbuh secara maksimal.


Tentang pengalaman inilah Petrus dalam bacaan pertama menegaskan, "Kami telah makan dan minum bersama Dia setelah kebangkitanNya." Pengalaman ada bersama dengan Dia yang bangkit memampukan Petrus dan rekan-rekannya untuk berani mengatakan yang benar.

Yang kedua: Kebangkitan Yesus memiliki daya yang mengubah. Bagi para murid, Yesus yang bangkit tetaplah Dia yang berjalan bersama mereka selama 3 tahun, yang makan dan minum bersama mereka. Dan Dia yang bangkit itu telah mengubah mereka. Karena itu bagi para murid, Dia yang bangkit tidak sama lagi dengan yang dulu mereka kenal. Kebangkitan bagi para murid artinya berjalan maju di jalan yang dikehendaki Allah.

Dan jalan itu ialah melaksanakan perintah dan Sabda Allah sebagaimana warta Yohanes tadi, "Siapa yang melaksanakan SabdaNya, di dalam dia cinta Allah menjadi sempurna".

Saudara/i terkasih,

Dua pokok ini sesungguhnya adalah hakikat setiap pembinaan dan pendidikan, bahwa kita seyogyanya sadar bahwa Kristus ada bersama kita dan bahwa kita hendaknya berjalan ke depan menuju perubahan dan transformasi sejati. AMIN.

Catatan : Dibawakan sebagai kotbah Misa Minggu Paskah III di Kapela Agung Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero, jam 06.15.


Copyright © Ledalero, 22 April 2012, by Anselm Meo SVD

Monday, February 6, 2012

60. Mengabdi Allah dengan Hati


Selasa, 07 Pebruari 2012

Bacaan :  1Raj 8:22-23.27-30; Mrk 7:1-13

Seringkali berhadapan dengan orang yang kita cintai, kita mengungkapkan rasa kedekatan dengan kata-kata seperti ini, "Dari dalam hatiku, saya sungguh mencintaimu. Atau saya mengatakan ini dari hatiku." Hati, karenanya menjadi sumber atau tempat yang melahirkan komitmen untuk mencintai dan kesungguhan untuk menerima semua resiko yang lahir dari komitmen itu.

Menjawab tantangan orang yang meragukan sikap beriman para muridNya, Yesus juga membicarakan peri hal hati ini. Ia berkata, "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia."Yesus berkata pula kepada mereka: "Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri." 

Mengabdi Allah dengan hati itulah yang ingin ditegaskan Yesus kepada semua yang mengakui diri muridNya. Ini persoalan mendasar, karena inilah sumber utama yang menghasilkan pengamatan, program dan pelaksanaan berbagai tugas dalam bidang kehidupan. Memulai dari sumber pertama yakni hati, berarti juga memurnikannya dengan cara pandang dan cara menilai Allah sendiri, dan pada akhirnya ketika semua telah terjadi, kita masih mengundang Tuhan untuk mengukur keberhasilan dan kegagalan kita.
Kritik Yesus kepada orang Yahudi memang relevan karena mereka berpikir apa yang mereka hasilkan, yang dikenal sebagai 'adat istiadat', atau peraturan dan undang-undang yang mereka buat dengan segala keahliannya telah menjamin kesejahteraan dan keselamatan. Bukan itu yang penting untuk Yesus. Dari hati harus lahir semua maksud dan kegiatan manusia, karena hati adalah inti diri manusia dan kepada kebaikan manusialah setiap hati ingin menunjukan komitmennya.

Apakah rencana, pandangan kita tentang kebahagiaan dan kesejahteraan manusia berasal dari hati kita? Apakah kita memperhitungkan rasa hati kita ketika melakukan berbagai pelanggaran yang tidak menghormati martabat manusia?
Tuhan, semoga kami mengabdi dan memuliakan Engkau dengan hati kami, bukan hanya dengan bibir dan dengan kepala kami. Amin.

Copyright @ Ledalero, 7 Pebruari 2012, by Ansel Meo SVD

Sunday, February 5, 2012

59. KONSEKWENSI DARI SEBUAH PENGAKUAN

Senin, 6 Pebruari 2012
Peringatan St. Paulus Miki dan Kawan-Kawannya (Martir)

Bacaan : 2Mak 7:1a.20-23.27-29; dan  Luk 12:4-9

Dalam hubungan kekeluargaan ataupun juga hubungan kerja, orang akan selalu membutuhkan pengakuan, yang boleh jadi bisa dipahami juga sebagai bentuk penerimaan akan status, bahkan di depan hukum publik. Ia dibutuhkan, diusahakan dan jika tak diperoleh, orang akan berjuang mencari hingga mendapatkannya.

Kita tahu dampaknya sangat berarti dalam kehidupan. Orang yang diakui haknya akan mendapatkan juga perlakuan khusus dan dijamin dalam berbagai aspek hidup. Kita ambil contoh saja pengakuan hak seorang anak oleh orangtua, akan membawa juga bagi anak itu semua rentetan hal positip: kemakmuran, hubungan baik, dan perlindungan.

Ketika kita sebagai Gereja memperingati pesta Martir dari Jepang, St. Paulus Miki dan rekan-rekannya yang mati disalibkan di sebuah bukit di Negeri Matahari Terbit ini, penginjil Lukas mengingatkan kita akan Sabda Yesus. "Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Anak Manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah”. Tema yang diangkat juga seputar soal pengakuan, yang memberikan perhatian pada pengakuan iman akan Yesus sebagai Tuhan dan Sahabat.

Konsekwensinya jelas. Kesetiaan para martir ini dalam imannya akan Yesus sang Guru dan Tuhan membawa mereka kepada situasi sulit bahkan mendatangkan kematian bagi mereka. Sebuah akibat langsung yang menyakitkan dan dipandang tragis. Tapi bagi mereka sabda Tuhan mereka menghasilkan efek positif yang luar biasa.

"Jika biji gandum tak mati, ia tetap satu biji saja, tetapi jika ia mati ia akan menghasilkan banyak ...", adalah keyakinan yang pasti menjiwai kesaksian mereka. Mereka pun berani membuat pengakuan. Dan memang janji Tuhan terpenuhi bagi mereka. Iman akan Tuhan berkembang di bumi Jepang, dan mereka memperoleh ganjaran abadi, penerimaan di hadapan Allah dengan segala buah positif yang bisa mereka nikmati.

Sebuah ajakan untuk tidak meremehkan setiap bentuk pengakuan kita akan hal positif dan yang baik, kendatipun untuk itu kita diminta untuk berkorban. Hal ini berhubungan dengan apa yang sering kita sebut sebagai komitmen. 

Komitmen dalam bidang apa saja adalah pengakuan positip bahwa apa yang dijalankan, dijanjikan dan diusahakan sebagai yang bernilai. Komitmen mendorong kita untuk kukuh dengan visi dan maksud sebuah keyakina, program. Tidak mungkin sia-sia hasilnya. 

Ia pasti berbuah positip juga. Karena hampir pasti betapapun akan ada kesulitan, orang yang berkomitmen akan selalu keluar sebagai pemenang. Di dunia ini berupa kemungkinan untuk lebih baik, dan dalam dunia yang akan datang, berupa mahkota hidup yang kekal.
Jadi memang untuk kita semua, jangan main-main dengan komitmen. Bersikaplah kokoh penuh komitmen untuk sesuatu yang dipandang positip dan baik. Tuhan pasti memberikan mahkotanya. 

Terimakasih Tuhan untuk iman. Olehnya kami boleh menunjukkan daya juang penuh komitmen untuk seuatu yang baik, bernilai dan mengarahkan kami pada hidup dalam Engkau sendiri. Amin.

Copyright @ Ledalero, 5 Pebruari 2012, by Ansel Meo SVD

Friday, February 3, 2012

58. CINTA DAN PERHATIAN KEPADA YANG SAKIT

Minggu, 05 Pebruari 2012
Hari Minggu Biasa ke 5, Tahun B
Bacaan: Ayb.7, 11-4.6-7; 1 Kor. 9, 16-19.22-23 dan Mk 1,29-39

Kalau saya menoleh ke belakang, pada pengalaman hidupku sendiri, saya boleh jujur mengakui bahwa perhatian dan cinta untuk melayani orang sakit mungkin saja bersifat sedikit egois. Orangtua yang lebih sering sakit-sakitan membuatku berpikir bahwa uluran kasihku kepada mereka di kala aku jauh adalah mendoakan mereka yang sakit dan melayani orang sakit kapan dan di manapun saya temui.

Dorongan untuk melayani orang sakit bertambah ketika bergabung lagi dengan Serikat Sabda Allah, yang pendirinya St. Arnoldus Yansen pernah menegaskan bahwa orang sakit dan korban yang dibawa mereka dalam kesakitan dan penderitaan adalah berkah bagi misi dan keselamatan orang banyak. Itulah sebabnya ketika mendapati orangtuaku yang sedang sakit, saya selalu meneguhkan mereka, "Terimalah saat sakit ini bukan terutama untuk kekuatanmu, tetapi jadikan sebagai silih dan korban bagi karyaku sebagai imam dan pelayananku bagi banyak orang."

Pengijil Markus pada hari Minggu ke 5 mengisahkan, tentu dari sumber pertama yakni Petrus, tentang pengalaman di rumah Petrus. " ... Yesus pergi ke rumah Simon dan Andreas. Ibu mertua Simon terbaring karena sakit demam. [...] Ia pergi ke tempat perempuan itu dan sambil memegang tangannya Ia membangunkan dia, lalu lenyaplah demamnya. [...] Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir setan-setan."
 
Sebuah gambaran kepada kita, gereja dewasa ini bahwa Yesus adalah tabib baik bagi jiwa maupun bagi raga manusia jamannya. Dan seyogyanya tugas Yesus itu tetap dihidupkan di segala jaman, mengingat keselamatan yang diwartakan Gereja adalah keselamatan integral, jiwa dan raga, hari ini dan di masa yang akan datang, yang mesti diwujudkan hic et nunc, di sini dan sekarang ini.

Bagi saya ingatkan akan tugas mewujudkan karya Yesus yang melayani orang sakit menjadi urgen diberi perhatian, karena persoalan pelayanan Gereja seharusnya sungguh memberikan perhatian kepada kesehatan badan manusia, yang tentu bisa dicapai kalau makanan mereka sehat, perumahan mereka sehat dan kemampuan mereka untuk menghidupkan diri mereka juga oke.

Persis inilah panggilan nyata kita semua dewasa ini. Kalau Gereja tahu dan yakin ada banyak instansi yang mengatur urusan orang sakit, ia tetap harus menjalankan misi khasnya, mendoakan orang sakit, dan mendampingi mereka yang membantu orang sakit dengan pendampingan spiritual, agar sadar bahwa dalam karya itu mereka menghidupkan cinta dan perhatian Yesus kepada orang sakit.

Lebih dari itu,  orang Kristen harus menjadi pejuang terdepan untuk menggerakan orang untuk menjadikan manusia itu sehat baik jiwa maupun raganya. Karya pertanian sebagai karya menyiapkan pangan mesti didampingi, perumahan yang sehat dan pola hidup yang sehat, mesti juga menjadi program animasi yang ditangani juga secara pastoral. 

Tuhan, kiranya seperti Yesus PuteraMu, kami semua tak henti-hentinya memberikan cinta dan perhatian kami bagi penyembuhan banyak orang. Amin.

Copyright @ Ledalero, 04 Pebruari 2012, by Ansel Meo SVD 
 

57. MESTI SIAP SETIAP SAAT UNTUK KERASULAN?

Sabtu, 04 Pebruari 2012

Bacaan :  1 Raj 3, 4-13 dan Mk. 6, 30-34


Ini pengalaman pribadiku dua minggu silam, ketika harus berangkat ke sebuah stasi di Paroki Bola, Stasi Wolokoli untuk merayakan misa Minggu bersama umat di sana. Guyuran hujan sejak dini hari itu tak menyurutkan kehendakku untuk menghidupkan sepeda motor dan menyusuri jalan ke sana. Tentu saja menggunakan mantel hujan lengkap dengan pakaian ganti yang terbungkus plastik dan disimpan dalam ransel.


Tiba di sana tak seorangpun ada di kapela stasi. Ketika kotbah, saya sempatkan diri bilang, "pengalaman pewarta sebenarnya tak beda dengan petani. Hujan bagi petani adalah berkah sekaligus tantangan. Kalau saya datang di tengah guyuran hujan, saya kira umat Wolokoli yang mayoritas petani tak bisa menjadikan hujan sebagai alasan untuk tidak datang bersyukur dalam ekaristi seperti hari ini. Kita memang harus siap setiap saat ...."

Injil Markus tentang kegiatan pelayanan dan pewartaan khabar gembira melukiskan dengan kalimat kunci, "bahkan untuk makanpun mereka tak sempat." Alasannya? Banyak orang mencari, mengikuti, rindu mendengarkan Yesus. Walau demikian, Yesus meminta rekan-rekanNya tetap mengambil kesempatan berhenti sejenak, namun dalam momen seperti itu mereka tak boleh kaku pada aturan. Khabar gembira dan kesediaan menolong orang yang datang harus tetap menjadi fokus yang membuat mereka tetap siap. Aturan harus bisa disesuaikan dengan prinsip belas kasih, solidaritas untuk melayani yang datang. Karena persis inilah yang dibuat Yesus sebagai Guru dan Pastor saat hidupNya.

Sebuah ajakan sangat berarti bagi siapapun yang menyebut diri mereka pastor, pelayan, pemimpin, orangtua dan pemerintah. Kalau tugas pelayanan itu kita terima berdasarkan perutusan, pelimpahan wewenang dan lebih dari itu berdasarkan panggilan, maka dalam posisi seperti yang saya sebutkan tadi, kita tak punya banyak pilihan untuk bertindak. "Mesti siap setiap saat untuk merasul", itulah pilihan tunggal dan prinsip yang mesti dipegang.

Menyenangkan? Tidak. Tugas apapun tidak kita pilih berdasarkan nilai menyenangkan. Kita diminta untuk merasakannya dari hati, bahwa dari sanalah kita tergerak untuk terbuka dan pergi menjangkau yang datang. Dari hati inilah kita punya kerinduaan untuk beristirahat sejenak dalam Tuhan, dan dalam istirahat dan dalam doa, kita membawa semua yang dipercayakan kepada kita kepada Tuhan.

Tuhan, kami bukan penganggur di mataMu. Kami punya tugas dan hal itu Engkaulah yang menghendakinya. Kiranya mata hati kami tetap terarah padaMu, pada pilihanMu dan selalu siap setiap saat untuk maksud-maksudMu. Amin.

Copyright @ Ledalero, 4 Pebruari 2012, by Ansel Meo SVD

Wednesday, February 1, 2012

56. BUKAN UNTUK PESTA YANG MENGORBANKAN YANG LAIN

Jumat, 03 Pebruari 2012

Bacaan : Sir. 47,2-13 dan Mk. 6,14-29

Ketika membaca koran dan menonton berita televisi di tanah air dewasa ini, kita disuguhkan banyak kisah yang sungguh membuat hati kita sedih. Di satu sisi kita sadar bahwa kemiskinan, bencana, penderitaan rakyat adalah kisah yang memanggil kita semua untuk menyikapi dengan solidaritas dan kegesitan untuk membantu mereka. Di sisi yang lain, kita menjadi geram menyaksikan sekelompok 'orang pilihan' yang sudah bergelimang rejeki tapi tetap juga berpesta pora menghabiskan apa yang bukan hak mereka. Kisah korupsi dan berbagai penyalahgunaan wewenang dan uang ibarat sebuah pesta yang diadakan dengan mengorbankan hidup orang lain.


Penginjil Markus hari ini menampilkan kisah Herodes dan sekutunya yang berpesta ria dan dalam kesempatan itu dia juga mengeksekusi Yohanes demi menggembirakan para tamu yang hadir pada pestanya. "Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi Herodias, ketika Herodes pada hari ulang tahunnya mengadakan perjamuan untuk  pembesar-pembesarnya [....] Raja segera menyuruh seorang pengawal [...] ia membawa kepala itu di sebuah talam dan gadis itu memberikannya pula kepada ibunya".
 
Pesta yang diadakan sang Raja menjadi ajang eksekusi dan saat mengorbankan orang tak bersalah hanya karena "sumpah yang diucapkan" di hadapan pembesar dan para koleganya.
Kita pantas bertanya di sini, 'untuk apakah orang dipilih, lalu mengangkat sumpah sebagai raja, sebagai penguasa, sebagai pemimpin suatu masyarakat?' Untuk memberi keuntungan bagi masyarakat pemilihnya, ataukah untuk mengorbankan masyarakat pemilihnya demi gengsi jabatannya? Jawabannya ialah tentu untuk memberi keuntungan sebesar-besarnya bagi rakyatnya, bukan sebaliknya mengorbankan nyawa mereka.

Kalau begitu pilihan sejati harus dibuat terus menerus. Dalam hal ini kisah Daud sebagaimana dilukiskan oleh Kitab Sirakh bisa memberikan kita arah dan pencerahan. Daud. Sebagai seorang pilihan, Daud dalam tindakannya selalu mengingat maksud Allah mengangkatnya sebagai Raja, 'mengalahkan dan melumpuhkan musuh bersama rakyatnya, memuji nama Tuhannya dan berpesta untuk memuliakan Tuhan dan karena itulah dosa-dosanya diampuni oleh Allah dan dilupakan rakyatnya'.

Maka sekarang inilah pokok soalnya. Kepercayaan orang pada pemimpinnya, siapapun dia berkaitan dengan tugas sang pemimpin untuk menuntun orang kepada kehidupan dan pilihan kepada kebaikan. Ini tugas vitalnya. Kalaupun ia harus berpesta, itu karena rakyat mencapai tujuan bersama, bukan sebaliknya. Pelayanan publik sebagai pesta bisa dirayakan kalau ia tidak menjadi kesempatan mengorbankan orang sederhana dan orang tak bersalah.

Tuhan, kalau memang kami pantas berpesta dalam hidup ini, kiranya itu kami buat setelah tujuan bersama dalam masyarakat kami capai. Kiranya kami tak berpesta pora sambil mengorbankan hidup masyarakat. Amin.

Copyright @ Ledalero, 2 Pebruari 2012, by Ansel Meo SVD

55. PERSEMBAHAN DIRI SEBAGAI JAWABAN

Kamis, 02 Pebruari 2012
Pesta Yesus Dipersembahkan di Bait Allah

Bacaan : (Mal 3:1-4; Luk 2:22-33)


Kalau kita perhatikan sungguh-sungguh sikap orang terhadap jawaban pengabulan doa dan novena, yang paling kurang nampak dan penyampaian intensi syukur, kita sadar bahwa selalu ada perubahan sikap. Mengapa mereka mengubah sikap? Jawabannya ialah karena apa yang mereka peroleh dari pengabulan doa itu adalah sesuatu yang sangat diperlukan, didambakan dan mereka telah membuat komitmen dan korban hingga mereka mendapatkannya.

Ketika orangtua Yesus mempersembahkan Yesus ke Bait Allah, ternyata tindakan mereka memicu tindakan syukur pihak lain yang telah selama hidupnya menantikan penyelamatan dari Allah. Injil tadi bilang, "Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. [...]Ia datang ke Bait Allah oleh Roh Kudus. Ketika Yesus, Anak itu, dibawa masuk oleh orang tua-Nya untuk melakukan kepada-Nya apa yang ditentukan hukum Taurat, ia menyambut Anak itu dan menatang-Nya sambil memuji Allah, katanya: "Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa."

Yang sebenarnya wajib mempersembahkan diri ialah tindakan orangtua Yesus. Mereka merasa harus memenuhi tuntutan peraturan hukum Taurat. Dan mereka melakukannya dengan benar sebagai jawaban mereka akan karya Allah. Tindakan mereka ini ternyata bukan tindakan tunggal, tetapi menghasilkan tindakan berantai yang sifatnya vital dan harus ada sebagai bentuk syukuran kepada Allah. Dan tindakan berantai itu ialah "mengucapkan syukur dengan mempersembahkan diri."

Pada titik ini saya sendiri sungguh kagum sekaligus termenung. Betapa sering saya alami dalam hidup uluran tangan, kebaikan, dan bantuan sebagai bentuk jawaban atas kerinduan dan kebutuhan saya. Saya menerimanya sebagai sesuatu yang otomatis, sudah rejeki saya mendapatkannya, sudah nasib saya memperoleh semuanya. Tokh itu sesuatu yang saya usahakan. Lalu kita stop di sana.

Tindakan Simeon mengajak kita untuk membuat langkah lebih maju. Terhadap semua yang kita terima, kita seyogyanya menanggapi dengan tindakan membaktikan diri, tindakan mempersembahkan diri, sebagaimana nampak dalam doa Simeon tadi.

Sebuah ajakan untuk semua agar tidak tutup mata, tutup hati dalam menyadari bahwa semua yang diterima dalam hidup itu rencana Allah. Allah menghendaki agar kita mengalaminya. Kiranya kita jawab dengan pengabdian, persembahan diri yang sempurna dalam semua jenis panggilan hidup dan panggilan karya kita.

Tuhan Yesus, persembahan diriMu kepada Allah adalah rencana dan kehendak Bapamu sendiri. Kami Kauajarkan juga untuk melanjutkan persembahan diri ini seperti halnya tindakan Simeon. Semoga kami melihatnya sebagai ajakan untuk membaktikan diri kami secara sempurna, selama hidup ini. Amin.

Copyright @ Ledalero, 01 Pebruari 2012, by Ansel Meo SVD

Tuesday, January 31, 2012

54. KETIKA MEREMEHKAN 'ORANG SEKAMPUNG"

Rabu, 01 Pebruari 2012

Bacaan : 2 Sam 24:2.9-17; Mrk 6:1-6

Baru seminggu yang lalu, usai merayakan misa di stasi Wolokoli, di paroki Bola, yang terkenal sebagai tempat penghasil periuk tanah, saya mengunjungi teman saya yang datang berlibur melihat orangtuanya. Sebagai seorang anggota legislatif di NTT, dia memiliki banyak sahabat dan keluarga yang datang melihat dan bertemu dengannya. Kami bercerita banyak, juga soal bagaimana orang di kampung ini tak berpikir menggunakan orang-orang yang berasal dari tempat ini tetapi bekerja di luar, demi memajukan wilayah ini.
Saya juga berkesan sama ketika melihat kampung halamanku. Ada banyak yang sangat berpengaruh dalam memajukan orang di wilayah lain yang berasal dari tempatku juga. Tapi sama seperti di Wolokoli, kami juga tak bisa berperan dalam pembangunan dan pengembangan masyarakat kami. Mungkinkah hal ini karena orang meremehkan orang-orang seasalnya, ataukah karena orang tak mau kemapanannya diganggu oleh niat baik yang mau membantu masyarakatnya.

Yesus dalam Injil hari ini mengalami nasib serupa. Markus melukiskan demikian, “Kemudian Yesus ... tiba di tempat asal-Nya, Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia.... dan mereka berkata: "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: "Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya."

Ajaran Yesus yang keluar dari keahlian dan kebijaksanaanNya memang mengagumkan bagi banyak orang, tapi mengetahui siapa yang bersama Dia, bisa jadi itulah yang membuat mereka menolak Dia. Orang lebih suka yang lain, karena seperti saya katakan, barangkali karena mereka tak mau kemapanannya diganggu, lantaran orang-orang ini mengenal cara berpikir, mentalitas dan daya kreatif orang seasal mereka. Banyak dari kita cendrung berprasangka dan meremehkan maksud baik dari orang yang punya ide, cita-cita untuk masyarakat di mana dia berasal.

Ternyata kecendrungan meremehkan maksud baik dari kaum sebangsa ini tidak hanya dalam urusan pembangunan masyarakat tapi juga dalam urusan rohani, dalam hal pembangunan spiritual. Orang mungkin suka membanggakan bahwa orang seasalnya berpengaruh di tempat lain, tetapi mereka jangan pernah menyentuh langsung urusan dengan orang sekampungnya.

Tuhan, sama seperti terhadapMu, kami tak suka orang lain ikut campur dalam wilayah kuasa kami. Kami meremehkan niat baik mereka, padahal Engkau pernah bilang, 'orang yang tidak melawan kita sesungguhnya bersama kita." Semoga kami cukup rendah hati mengakui kekuatan yang ada di sekitar kami untuk membantu kami ke arah yang lebih baik. Amin.

Copyright@Ledalero, 31 January 2012, by Ansel Meo SVD



Sunday, January 29, 2012

53. PULANG KE RUMAH

Senin, 30 Januari 2012

Bacaan:  
2Sam 15:13-14.30; 16:5-13a dan Mrk 5:1-20

Dalam beberapa tahun terakhir, kita disuguhkan oleh media masa kenyataan di negeri kita terutama soal berbagai kasus korupsi, yang penanganannya melibatkan begitu banyak lembaga dan begitu banyak orang. Yang ingin saya soroti dari maraknya kasus-kasus korupsi itu ialah kenyataan bahwa mereka yang dinyatakan sebagai tersangka sekarang telah menghilang, menyembunyikan diri; yang akhirnya membuat kasus-kasus ini nampak tak ada penyelesaiannya. Penjahat atau yang melakukan kejahatan memang selalu memilih untuk bersembunyi, dan ketika diketahui kedoknya mereka akan menyerang orang habis-habisan sebelum ia diserang.

Bacaan Injil hari ini mengetengahkan tentang seorang yang kerasukan roh jahat, 'yang tak bisa diikat oleh siapapun' lagi, datang ke hadapan Yesus. Terjadi dialog di sana, dan menariknya ialah bahwa ia meminta agar Yesus yang mau mengusirnya, mengisinkan mereka masuk ke babi-babi. Dan Yesus mengabulkan hal itu.
Roh jahat yang bernama 'legion', karena saking banyaknya berkumpul dalam diri orang yang kerasukan, masih meminta agar Yesus mengisinkan mereka bersembunyi, tentu karena ingin tetap hidup. Dan terhadap orang yang telah Yesus sembuhkan, Ia berpesan, "Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!” (Mrk 5:19), sebuah ajakan untuk kembali ke asal martabatnya, kembali kepada tujuan kehadiran dirinya sebagai manusia, yakni  menjadi orang baik dan berguna bagi masyarakatnya dan bagaimana Tuhan memaksudkan dia demikian.

"Kembali ke rumah", itulah ajakan yang selalu diperdengarkan buat kita ketika ketika kita menjauh, lupa tujuan, lupa visi dan misi dan lupa diri dalam hidup dan dalam karya pelayanan kita. Sebuah ajakan yang sangat manusiawi, sambil menegaskan bahwa bagi siapapun kita yang bersalah dalam berbagai level dan kelompok, kita sebenarnya tak pernah dikucilkan. Sama seperti Tuhan, banyak orang mengasihani kita.

Kiranya ajakan Tuhan  hari ini, menggerakan hati kita untuk selalu "kembali ke rumah", kembali ke identitas kita sebagai orang pilihan Allah, sebagai orang yang Allah maksudkan untuk berbakti bagi sesama, bagi orang sekampung halaman, bagi orang senegri dengan kita.

Selalu ada waktu dan kesempatan. Roh jahat saja dikasihani, apalagi kita, anak anak yang dikasihi Allah.

Tuhan, kiranya kami sadar lagi untuk selalu kembali lagi ke rumah tempat Engkau bermaksud membahagiakan kami tanpa kecuali. Amin.

Copyright @ Ledalero, 29 Januari 2012, by Ansel Meo SVD


Saturday, January 28, 2012

52. KEKUATAN (SABDA) YANG MEMBERSIHKAN KUASA DOSA

Minggu, 29 Januari 2012

Hari Minggu Biasa IV, Tahun B
Pesta St. Yosef Freinademetz

Bacaan : Ul. 18, 15-20, 1 Kor.7,32-35 dan Mk. 1,21-28

Kisah tentang kekuatan yang membelenggu manusia, yang nampak dalam berbagai kejahatan memang bukanlah sesuatu yang baru dalam masyarakat kita. Setiap zaman memiliki kisahnya, entah berdasarkan pada kenyataan maupun yang diciptakan menakut-nakuti orang. Untuk menghadapi kekuatan yang demikian, kesan umum yang muncul ialah bahwa orang menggunakan kekuatan kata, mantra, kekuatan doa yang selalu menyertai aksi atau ritual tertentu.

Rupanya ini juga terjadi pada masa Yesus. Satu dari sekian banyak karya Yesus yang ditunjukkan pada awal penampilan di depan umum, kita temui dalam perikope Injil hari ini. Penginjil Markus melukiskannya demikian, "... ada seorang yang kerasukan roh jahat. Ia berteriak, 'Apa urusanMu dengan kami ... Engkau datang hendak membinasakan kami? [...] Yesus menghardiknya, 'Diam, keluarlah daripadanya!'" (Mk 1,23-25). 

Menghadapi kuasa kejahatan, Yesus sang Sabda Allah yang penuh kuasa itu menampilkan kuasa yang mampu membebaskan orang dari kuasa dosa yang nampak dalam kuasa kejahatan itu. Ia menyampaikan kata-kataNya yang kuasa, Sabda yang berdaya menyelamatkan dan membebaskan orang yang kerasukan itu dari kekuatan dosa. "Diam, keluarlah daripadanya!", demikian Sabda yang diucapkan Yesus.

Inilah pernyataan kepada publik bahwa Sabda Yesus itu berdaya, tak akan mampu dikalahkan oleh kekuatan apapun di atas bumi ini. Pernyataan seperti ini mengandung pesan juga bahwa Dia Tuhan sedang berkarya, Dia beraksi untuk menghasilkan kebaikan, untuk mengurangi semua pengaruh dosa bahkan melenyapkan atau mengalahkannya.

Pesan seperti ini memang sejalan dengan maksud penulisan Injil Markus, yang menitik beratkan pada kuasa mengajar Yesus daripada perbuatan ajaib yang dilakukannya.

Bagaimana kita menanggapi pesan ini? Saya kira secara singkat kita diajak untuk percaya dan yakin lagi akan kekuatan Sabda Allah yang berdaya. Sabda itu mampu membersihkan kita dari kekuatan dosa. Untuk itu tentu perlu kita membaktikan diri, waktu kita untuk bergaul dengan Sabda Allah itu.

Santu Yosef Freinademetz, imam dan misionaris sulung serikat Sabda Allah yang membaktikan seluruh hidupnya bagi pewartaan Sabda Allah di negeri Cina bisa menjadi contoh komitmen terhdap sabda Allah. Kiranya doanya menemani kita untuk percaya dan mendekatkan diri pada Sabda Allah. Sabda inilah yang akan membebaskan kita dari kuasa kejahatan dan dosa.

Tuhan Yesus, kuatkan kami untuk percaya akan SabdaMu yang membersihkan kami dari kuasa dosa dalam diri kami. Amin.

Copyright @ Ledalero, 28 Januari 2012, by Ansel Meo SVD



Friday, January 27, 2012

51. PEMIMPIN ITU PELAYAN YANG BERIMAN

Sabtu, 28 Januari 2012
Bacaan : Keb 7:7-10.15-16 dan Mat 23:8-12

Warta gembira yang disampaikan Yesus Tuhan hari ini mengingatkan kita semua demikian, “Barangsiapa terbesar di antara kamu hendaklah ia menjadi pelayanmu.”(Mat 23:8-12)

Ajakan ini bukan hanya khas untuk yang beriman akan Yesus Kristus sebagai Tuhan, tetapi saya kira juga merupakan prinsip yang dalam ilmu kepemimpinan, paling kurang yang saya perkenalkan kepada para mahasiswa saya yang mengikuti kuliah kepemimpinan pastoral. Secara organisatoris, kita tahu bahwa pemimpin memang adalah yang terbesar, dan berada pada tingkat paling atas kelompoknya. Namun jika menelaah karakter tugasnya sebenarnya mereka berarti karena mereka terlibat dalam pelayanan,dalam melayani orang yang berada dalam tanggung jawabnya: orangtua terhadap anaknya, guru terhadap muridnya, pemerintah terhadap rakyatnya, dan tentu juga pastor terhadap umatnya.

Siapapun kita, kalau bercermin pada sabda Tuhan di atas, bila kita adalah orang yang memegang kendali pengaruh atas orang lain dan orang banyak, akhirnya wajib ingat bahwa kita diberi tugas memimpin bukan mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya bagi diri kita, tetapi memberi keuntungan sebesar-besarnya bagi mereka.

Tugas ini tentulah tidak ringan. Kita butuh kebijaksanaan, yang hemat saya adalah sebuah pemberian dan anugerah dari yang di atas.Kata kitab kebijaksanaan hari ini, Maka itu aku berdoa dan akupun diberi pengertian, aku bermohon lalu roh kebijaksanaan datang kepadaku. Dialah yang lebih kuutamakan dari pada tongkat kerajaan dan takhta, dan dibandingkan dengannya kekayaan kuanggap bukan apa-apa." Kalau sudah begini, pemimpin mau tak mau harus mengandalkan roh kebijaksanaan dari yang di atas, dari Tuhan. Pemimpin hendaklah menjadi seorang yang mengandalkan Allah, seorang beriman.

Mari kita menjalankan tugas memimpin ini sebagai seorang yang beriman. Selamat memimpin sebagai seorang beriman.

Copyright @ Ledalero, 27 Januari 2012, by Ansel Meo SVD