Saturday, January 22, 2011

33. MENGKLARIFIKASI PERSOALAN DENGAN PENUH CINTA

Senin, 24 Januari 2011

Minggu Biasa Ke III

Bacaan : Ibr. 9,15.24-28 dan Mk. 3, 22-30


Pengalaman tuduhan dan dipersalahkan serta didiskreditakan, memang bisa menimpa semua orang di mana saja, serta pada jaman apa saja. Saya juga pernah mengalaminya sendiri dan kelihatannya dampaknya amat saya rasakan pada setiap langkah strategis yang saya sambil. Belum lagi kalau yang melakukan pengdiskreditan itu melibatkan orang kelas atas yang memiliki wewenang pada pengambilan keputusan strategis. Bagaimanakah sikap yang pas untuk membersihkan nama serta integritas keperibadian dalam soal ini?

Yesus dalam Injil juga mengalami bagaimana 'para ahli Taurat' turun dari Yerusalem, dengan segenap kekuatan dan pengaruh yang ada pada mereka untuk melawan Dia dan hendak mengambil Dia. Mereka menuduh Dia dan gerakan serta semua karyaNya sebagai suatu yang tidak waras, tidak sejalan dengan semangat mereka, tidak sehaluan dengan mereka. Tuduhan yang digunakan juga tidak main-main, "Yesus kerasukan Belzebuul", satu tuduhan yang sebenarnya mengena pada apa yang menjadi inti dan perjuangan agama dalam melawan kuasa kegelapan serta setan yang menguasainya.

Tapi apa yang Yesus lakukan? Di sini kita temukan satu sikap yang terpuji dan patut dikembangkan sebagai contoh. Yesus tidak hilang dan melawan mereka. Ia memanggil mereka, semua orang yang melawanNya Ia panggil untuk mendengarkanNya dari dekat, menyaksikan karyaNya dari dekat, dan lebih dari itu memperingatkan mereka dengan keras, "Tindakanmu menghujat orang yang bekerja dengan kekuatan Allah dan daya pengaruh RohNya sama artinya dengan menghujat Allah dan Roh yang bekerja di dalamNya. Dan itu tidak terampunkan. Anda menyiapkan kebinasaan bagi dirimu, bagi karyamu dan masa depanmu sendiri."

Satu sikap yang saya yakini juga sebagai tepat. Bahwa berhadapan dengan tuduhan, fitnahan, komplotan yang dijalankan untuk melawan sebuah keberpihakan yang kita jalankan demi banyak orang, seharusnya bukan dengan menyebarkan fitnah lainnya, tetapi dengan terus bekerja dalam diam, dan membiarkan mereka yang melawan kita melihat, menilainya dan diperingatkan secara keras oleh karya itu sendiri. Yang seperti ini memang karya cinta. Kalau Tuhan di pihak kita, kenapa kita takut dan mundur.

Tuhan Yesus Kristus, memang tidak gampang memiliki keberanian dan sikap seperti Engkau. Tapi kami melihat seperti Cahaya di ujung Terowongan, bahwa amat penting juga memberikan klarifikasi dengan penuh kasih kepada yang menentang kami. Amin

Copyright @ Ledalero, 23 Januari 2011, by Ansel Meo SVD

Friday, January 21, 2011

32. MENGHANTAR ORANG UNTUK MELIHAT TERANG

Minggu, 23 Januari 2011

Hari Minggu Biasa ke III, Tahun A

Bacaan : Yes, 8,23b 9,3, 1 Kor 1, 10-13.17 dan Mt.4,12 - 23


Yang namanya masalah akan selalu ada selama manusia hidup. Saking seringnya suatu tempat mendapatkan musibah, masalah, tak jarang muncul plesetan yang membuat orang ingat bahwa tempat itu selalu bermasalah. Celakanya, kalau cap 'bermasalah' menjadi akrab dengan sebuah tempat, akrab dengan orang atau sekelompok orang.

Begitulah kira-kira tempat yang disebutkan dalam Kitab Suci dalam bacaan-bacaan pada hari Minggu Biasa ke III hari ini. Bacaan-bacaan hari ini menyebut secara jelas tanah Zebulon, tanah Naftali, jalan ke laut daerah seberang sungai Yordan" sebagai wilayah yang orang-orangnya diam dalam kegelapan, akrab dengan bencana, masalah, dan karenanya bukan tidak mungkin kepada mereka juga dikenakan sebutan 'orang bermasalah'. Menyebut mereka dengan gelar seperti ini juga memang menciptakan beban. Orang yang mendatangi mereka juga akan terkondisi dengan gambaran dan cap yang negatip. Sunggguh nasib malang, kata orang.

Bagaimana gambaran mereka dalam pandangan Tuhan? Persis inilah yang menantang cara berpikir dan logika kita dalam berpastoral dewasa ini. Dan saya menjadi tersipu malu juga kalau harus mengingat kata-kata ini, "jalanKu bukan jalanmu, caraKu bukan caramu." Sungguh sebuah kritikan tajam bagi kegerejaan kita sekarang ini, yang sering sekali para pastor atau pemimpinnya menghukum orang, kelompok, wilayah yang dicap bermasalah dengan tidak memberikan pelayanan pastoral yang merupakan haknya. Belum lagi hanya menuntut mereka ini bayar iuran ini itu, tapi jangan harap memberikan pelayanan pastoral kepada mereka. Belum lagi kalau pelayan pastoral ini menghukum orang atau kelompok ini, karena mereka ada ikatan dengan orang dan kelompok seperti SVD atau biara lainnya yang pernah melayani mereka sebelumnya, sehingga segala yang berbau SVD harus dihilangkan. Ini yang payah, dan malang.

Bukankah logika Gereja dan para pelayan pastoralnya sekarang justru seharusnya mengikuti logika dan cara Tuhan? Dan bacaan hari ini bilang, "... mereka telah melihat Terang yang besar". Bagi mereka "telah terbit Terang".

Sudah saatnya kita mengusahakan agar yang bermasalah bisa melihat terang. Dan Terang itu bukan pada diri kita, pada kehendak kita, tapi pada DIA yang menghendaki keselamatan buat semua, terutama bagi yang bermasalah.

Tuhan Yesus Kristus, semoga hari ini kami sungguh menjadi orang yang bisa memungkinkan orang lain melihat Terang, bukan menjadi penghalang yang membuat orang tidak bisa melihat dan menikmati Terang dan Keselamatan yang datang dariMu sendiri. Amin

Copyright @ Ledalero, 22 Januari 2011, by Ansel Meo SVD

31b. BETAPA MULIANYA DARAH KRISTUS !

Sabtu, 22 Januari 2011

Bacaan : Markus 3:20-21; Ibr 9:2-3, 11-14)

Pertama kali saya mendengar pewarta Sabda mengatakan betapa mulianya darah Kristus yang menyelamatkan kita saya sendiri merasa bingung karena tidak mengerti. Mengapa darah dianggap mulia? Kemudian saya sadar bahwa saya berada di luar konteks. Pembicaraan tentang darah Kristus mesti ditempatkan dalam konteks religius. Salah satu urusan agama adalah mengadakan ritus penghapusan dosa. Hal ini dikenal oleh banyak agama di dunia ini, termasuk agama Yahudi. Dalam berbagai ritus agama asli, unsur darah juga memainkan peran penting. Ada praktek bahwa darah binatang yang dibunuh seperti darah ayam, babi dan kambing atau sapi dicurahkan atau dioleskan ke atas batu keramat atau di sekeliling tiang agung. Dengan mengurbankan darah seperti itu, para pelaku dan partisipan ritus merasa telah melakukan sesuatu yang baik demi mencapai apa yang mereka niatkan. Yudaisme sendiri mengajarkan bahwa dosa bangsa Israel bisa dihapus bila mereka mempersembahkan darah anak domba atau anak lembu di kenisah. Ada juga aturan untuk menggunakan debu hasil pembakaran anak lembu untuk ritus penghapusan dosa.

Dalam bacaan I pagi ini, penulis Kitab Ibrani memuji darah Kristus sebagai mulia dalam perbandingan dengan darah binatang dalam berbagai agama yang diyakini bisa menghapus dosa manusia. Memang darah Kristus yang dikurbankan dengan rela hati, tanpa itikad jahat di dalamnya, apalagi darah dari Putera Allah sendiri, sudah pasti akan jauh lebih suci dan berdaya untuk menebus dosa-dosa kita. Kristus mengurbankan diri sehabis-habisnya dalam ketaatan kepada kehendak Bapak untuk menyelamatkan manusia. Karya penyelamatan-Nya ini terlaksana, bukan dengan mengurbankan darah binatang melainkan darah-Nya sendiri, hidup-Nya sendiri. O, betapa mulianya darah Kristus yang suci!

Setiap kali kita merayakan ekaristi atau misa darah Kristus yang berdaya menebus ini dihadirkan lagi secara baru oleh para imam berkat campur tangan Roh Kudus. Masih ragukah kita bahwa darah Kristus menyelamatkan kita? Masih percayakah kita akan tubuh dan darah Kristus yang kita terima dalam setiap perayaan ekaristi? Semoga Tuhan menolong kita untuk semakin beriman dan menimba kekayaan rohani yang melimpah dari ekaristi!

Copyright, Ledalero, 22 Januari 2011, by Antonio Camnahas, SVD.


Thursday, January 20, 2011

31. KOMITMEN YANG TOTAL UNTUK PELAYANAN : '... MAKANPUN TAK SEMPAT'

Sabtu, 22 Januari 2011

Minggu Biasa ke - II

Bacaan : Ibr. 9, 2-3.11-14 dan Mk.3, 20-21


Mungkin saja karena naluri keibuannya. Akhir-akhir ini mama saya suka mencemaskanku. Sering ia menyuruh putrinya untuk menelponku hanya untuk tahu keadaanku. Ketika mendengar aku sakit misalnya, Ia selalu bilang begini, "Kalau dia bilang tidak apa-apa, kamu harus pergi melihatnya, karena ia hanya mau agar kita tidak repot dengannya."

Naluri dan kecemasan yang sama ketika keluarga Yesus mendengar berita tentang Dia yang sibuk dengan karyaNya demi pewartaan kerajaan Allah. Injil hari ini melukiskan bahwa di sebuah rumah yang dimasuki Yesus, orang banyak langsung berkerumun di sana, mendengarkan Dia, mendapatkan pelayanan dan penumpangan tanganNya, hingga untuk makanpun Ia tak sempat. Pelukisan tentang sebuah pengabdian total, penyerahan diri yang tak ada taranya, yang melupakan diri sendiri.

Dan pengabdian yang demikian dilukiskan juga dalam bacaan dari surat Ibrani yang menegaskan sekali lagi tentang totalnya penyerahan diri Yesus, "Ia mempersembahkan diriNya sebagai persembahan yang tak bercacat di hadapan Allah".

Kehadiran Murid Yesus di jaman ini dengan komitmen yang total masih diperlukan. Wujudnya mungkin tetap sama :"sampai makanpun mereka tak sempat," sebuah simbol tentang keberanian untuk tidak ingat diri, ingat perut sendiri, tetapi membuat komitmen untuk membangun orang lain, menyelamatkan orang lain dan memberdayakan mereka agar harapan tentang hidup kekal itu bisa dialami di sini dan sekarang ini.

Institusi seperti hirarki gereja dan para anggota hirarki, biara dan anggotanya, LSM atau kelompok apa saja yang punya misi untuk memperhatikan yang lain sebagai komitmen mereka perlu tanya diri sekali lagi, "apakah benar kami habis-habisan berkorban bagi mereka yang dilayani? Ataukah memperalat mereka dan penderitaan mereka untuk mengenyangkan perut kami sendiri.

Tuhan Yesus, semoga kami masih cukup berani menghidupkan komitmen total, untuk menghidupkan orang lain, bukannya menggunakan orang lain untuk menghidupkan diri dan lembaga kami sendiri. Amin

Copyright, Ledalero, 21 Januari 2011, by Anselm Meo SVD

30b. JESUS CHOSES HIS DISCIPLES

Teks : Mark 3:13-19

By this time, Jesus had come to a very important moment in his life. After preaching, healing and doing good to others throughout Galilee, we can say that, he had made a very considerable impact on the public mind. Now he had to choose certain men. Why and what for? He chose them in order to imprint his message in their hearts and lives. He chose them to send them out from his presence in order to broaden his message world wide. This step is very important, even crucial, in anticipation to times to come when Jesus is passed away.

For me, it is interesting to notice that Christianity began with a group. By the fact itself, that Jesus himself chose twelve men almost right from the beginning of his mission, tells us that the Christian faith is something which had to be discovered and lived out in a fellowship. The whole essence of Judaism which signed by the way of the Pharisees was that it separated men from their fellows (the very name Pharisee means the separated one). Jesus take exactly an opposite way from that of the Pharisees. In Jesus way, the whole essence of Christianity represent a new insight for man’s live. That is the Christianity bound men to their fellows and presents them with the task of living with and for each other. That’s why, we who find ourselves as captives of Christ love, always be put together in a community, in a Church, meeting and living with other people whom we never knew and met before; all of us have come from different places and cultural background and many other differences. That’s the beauty of this special offer to be a Chrsitian. Thank God for his great grace for us!

Usually, if someone call us, he must has something for us to do. Jesus called his twelve disciples to himself for two purposes. First, he called them to be with him. Second, he called them to send them out. He called them to be his steady and consistent companions. Others might come and go, be there one day and away the next, be fluctuating and spasmodic in their attachment to him. But these twelve were to live together with him all the time and to live the life of Jesus himself. More than that, Jesus wanted them to be his representatives, to tell others about him. My brothers and sisters, if we want to live our faith faithfully, it is important for us to find out which kind of Jesus magnetic personality has attracted us from the beginning until now to be a Christian. And how far we find ourselves ready to be His messangers?

Today we commemorate the day of Saint Agnes. She was a true disciple of Jesus who felt and be trapped with the magnetic beauty of Jesus, the Lord. Saint Agnes, pray for us so that we can develop ourselves, day after day, to be true disciples of Jesus Christ.

Copyright @ Ledalero, January 21st 2011, by Antonio Camnahas, SVD

30. KOMUNITAS MURID YESUS? INI CIRINYA!

Jumat, 21 Januari 2011

Minggu Biasa II


Bacaan : Ibr. 8, 6-13 dan Mk. 3,13-19



Sudah hampir pasti kita suka mengusahakan akan adanya yang khas, yang khusus, yang bisa membedakan kelompok kita dari kelompok lainnya. Dan umumnya, eksistensi sebuah kelompok atau komunitas merujuk pada seberapa kuat anggota kelompok itu setia pada visi dan tujuan pembentukan kelompok itu. Jika tidak, cepat atau lambat kelompok akan pecah, dan akan ada kelompok baru hasil pecahan dari kelompok yang ada itu.

Bagaimana dengan komunitas murid Yesus? Haruskah kita menonjolkan ciri khusus yang membedakannya dengan yang lain? Saya pikir yang penting di sini, bukanlah untuk membedakannya dari yang lain, tetapi sebuah jati diri. Dan bacaan hari ini tampilkan tiga hal ini: untuk menyertai Yesus, untuk memberitakan khabar gembira dan untuk mengusir setan (Mk 3, 14).

Wujudnya? Inilah tantangan untuk kemuridan kita dewasa ini. Sebuah gugatan akan cara hidup dan cara berpikir Gereja dewasa ini yang dihidupkan oleh para anggotanya. Saya bilang gugatan, karena kehadiran gereja dewasa ini 'kurang menampilkan' tiga ciri ini.

Bacaan hari ini mengajak kita sekali lagi untuk lihat lagi, bagaimana cara kita menyertai Yesus. Tidak cukup untuk tinggal bersama Dia, tetapi menyertai Dia. Apa tandanya? Menyertai orang penting berarti siap siaga menerima penugasan, memberikan pertanggungan jawab, dan menjadi seorang yang bisa menyelamatkan situasi demi misiNya.

Yang kedua, perlu menjadi pemberita khabar gembira, bukan hanya menjadi penyimpan berita gembira. Berbagi kegembiraan, berbagi kiat-kiat yang mempromosikan hidup, gaya pikir positip, dan kemudahan untuk menatap masa depan, itulah ciri pemberita, penyambung asa dan kegembiraan hidup.

Dan yang tak kala pentingnya juga ialah mengusir setan. Murid Yesus dewasa ini boleh saja berada bersama setan-setan dan kekuatan kejahatan, tetapi ia hendaknya tak membiarkan dirinya dikuasai oleh kekuatan kegelapan tetapi menjadi tanda yang memungkinkan manusia tidak dikendalikan oleh kejahatan. Karena Yesus sendiri diserhakan kepada kuasa kejahatan, tetapi oleh kematianNya, Ia membebaskan semua bagi BapaNya.

Tuhan Yesus,
beri kami keberanian hari ini untuk siaga menyertaiMu, untuk membawa kegembiraan dan harapan dan untuk meyakinkan bahwa kuasa kegelapan bukanlah kuasa yang memerintah dunia kami ini. Amin.

Copyright @ Ledalero, 21 Januari 2011, by Ansel Meo SVD

Wednesday, January 19, 2011

29. MENGAKUI TUHAN DENGAN HATI YANG MENCINTAI


Kamis, 20 Januari 2011

Minggu Biasa II Masa Biasa

Bacaan: Ibr. 7,25 - 8,6 dan Mk. 3, 7-12

Sebelum menulis renungan ini, kami sempat berbincang tentang berbagai kisah ganjil dan menyeramkan tentang praktek magic yang ditemui secara kasat mata di berbagai kampung dan desa di Flores. Pertanyaan yang diajukan secara santai ialah, "Apakah orang bisa membuktikan dan mengatakan bahwa yang mempraktikan magic itu sungguh bisa dibuktikan? Dan bagaimana membuktikannya? Pertanyaan lanjutannya ialah, "bagaimana mungkin mereka yang ditengarai sebagai pengguna magic ini, justru adalah orang-orang yang kelihatannya 'sangat beragama' karena rajin misa, ke Gereja, dsbnya?

Injil hari ini bicara tentang banyak sekali orang yang mengikuti Yesus dan mengagumi Dia karena berbagai tanda heran yang dilakukanNya. Saking banyaknya, Yesus harus menggunakan perahu untuk jadi tempat duduk, agar Ia tak terhimpit banyak orang itu. Bahkan dicatat bahwa setan dan roh jahatpun mengakui Yesus sebagai Putra Allah.

Dan ini yang menarik, tapi juga kontradiktif. Soal menyebut nama Yesus, soal rajin praktek agama, ke gereja bahkan mengakui Yesus sebagai Tuhan, bukan hanya oleh orang yang sungguh beriman tetapi juga oleh mereka yang mempraktekan kejahatan sebagaimana disinggung dalam perbincangan kami di atas.

Lalu bagaimana seharusnya menghidupkan iman yang diminta Yesus dalam ajaranNya?

Saya kira pengakuan iman akan Yesus, berdoa dan beribadat bukanlah yang terpenting dalam menghidupkan iman. Tetapi yang terpenting ialah bagaimana menghidupkannya dalam hati yang sungguh mencintai. Persis inilah letak soal praktek kejahatan dalam masyarakat. Kita tak pentingkan hati yang sungguh mengasihi, hati yang menghargai hidup, tetapi lebih pentingkan praktek agama yang mengundang decak kagum orang.

Yesus minta murid-muridNya untuk mencintai. Itulah tanda pengenal kita. Itulah bukti paling kasat mata bahwa kita beriman.

Mari kita mencintai dan memelihara hidup: hidup kita sendiri, hidup orang lain, hidup orang yang menjadi musuh kita. Yesus memberikan nyawaNya agar kita hidup.

Tuhan, Semoga kami menjadi penyembah kehidupan dan bukannya promotor kematian. Amin.

Copyright @ Ledalero, 19 Januari 2011, by Anselm Meo SVD


Tuesday, January 18, 2011

28. CERMIN BAGI MOTIVASI DALAM KARYA

Rabu, 19 Januari 2011

Bacaan : Ibr. 7,1-3.15-17 dan Mk. 3,1-6


Kebiasaan saya dalam membaca majalah, surat kabar dan berbagai buku tentang karya-karya yang dilakukan orang lain, sebenarnya tidak saja karena saya ingin mengetahui apa yang mereka buat, tetapi terutama dilatari oleh motivasi untuk mempelajarinya seraya bertanya "apa yang dapat saya ambil dan tiru dari karya mereka ini"? Tentu saja yang dicari terutama mereka yang berhasil dan karyanya bisa dirasakan dampaknya bagi banyak orang.

Waktu saya membaca kutipan Injil hari ini, saya tertegun juga menyadari kenyataan bahwa di Sinagoga tempat banyak orang hadir di sana, seorang yang lumpuh tangannya (orang sakit) tengah disuruh Yesus untuk tampil di tengah banyak orang. Untuk apa?

Mengikuti apa yang terjadi, kita saksikan sebenarnya Yesus tengah mengajak semua pendengarNya untuk bercermin pada orang lemah dan kecil ini. Betapa tidak. Melihat si sakit ini, orang Farisi dan Saduki bukannya terajak berdoa tetapi menjadi kesempatan untuk mempersalahkan Yesus kalau Ia bertindak menyembuhkan. Mereka ke sinagoga bukan untuk berdoa kepada Allah tetapi untuk menghitung siapa yang bakal datang, menilai siapa mereka dan merencanakan kejahatan melawan yang lain.

Motif lain datang dari Yesus. Si sakit menjadi kesempatan memaklumkan kemuliaan bagi Allah, yang menyata dalam diri manusia. Tergerak membantu si sakit, itu ciri khas manusia yang menjadi milik Allah. Dan dia disembuhkan, Allah dimuliakan dalam karya seorang anak manusia.

Dan kita, untuk apa kita beriman? Untuk apa kita menghadap Allah di BaitNya? Untuk pergi menghitung kesalahan dan menilai siapa yang datang? Ataukah untuk memuliakan Allah yang menyata dalam penghormatan kepada hidup, membantu yang lemah dan mengusahakan kebaikan bagi banyak orang?

Bacaan hari ini menampilkan si sakit untuk menjadi cermin bagi kita menilai motif bagi karya-karya kita.

Tuhan Yesus,
Sering kami hadir berdoa untuk menilai orang di sekitar kami. Kami bertobat. Kami ingin seperti Engkau yang menjadikan kesempatan berdoa untuk menguatkan motivasi kami dalam pelayanan kepada sesama demi kemuliaan nama Allah. Amin.

Copyright @ Ledalero, 19 Januari 2011 by Anselm Meo SVD